Forum Indofanster
Elegi 143564713
Selamat datang di Forum Indofanster.
Silakan mendaftar dan login untuk bergabung mendiskusikan berbagai Manga-Anime.

Welcome to FAN

Jangan sungkan untuk bergabung ya...

Forum Indofanster
Elegi 143564713
Selamat datang di Forum Indofanster.
Silakan mendaftar dan login untuk bergabung mendiskusikan berbagai Manga-Anime.

Welcome to FAN

Jangan sungkan untuk bergabung ya...


Forum Indofanster

Forum Tempat Berdiskusi Tentang Manga - Anime
Dibuat oleh Agoess Sennin pada 16 Mei 2009
Indofanster adalah Keluarga, Bukan Sekedar Tempat Berkumpul
 
IndeksPortalGalleryPencarianLatest imagesAffiliatePendaftaranLogin
Welcome to
Rules • Staff • Ranks & Holder

Share
 

Elegi

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down 
PengirimMessage
Skye di Cielo
Jinchuriki Jyuubi
Jinchuriki Jyuubi
Skye di Cielo


Posting : 1182
Join date : 21.01.12

Elegi Empty
#1PostSubyek: Elegi Elegi Empty17/12/2012, 11:18 am

Oke, sekali lagi saya nambah-nambahin topik .___. ini sekuel dari cerita sebelumnya Memoar tetap dengan pairing yang sama NaruxSaku ^^

Silahkan menikmati u.u




Title : Elegi
Rated : T
Pairing : Naruto Uzumaki x Sakura Haruno
Disclaimed : Masashi Kishimoto created Naruto


Awan kelabu mewarnai rona langit yang sudah dipenuhi bayangan hitam tak bertepi. Tak ada hamparan cakrawala yang menyala, tak ada dewi malam yang terjaga, sang kartika pun tak kunjung menampakkan diri dalam hamparan langit gulita.

Tes… Tes…

Hujan.

Tes… Tes… Tes…

Sang langit mencurahkan ribuan titik air membasahi alam.

—Ia sendirian.

Hujan. Ia benci hujan.

Dalam langkah kaki yang terseret meninggalkan jejak pada tanah basah, ia pergi meninggalkan batu pualam dengan ukiran nama tempat ia menghabiskan malam.

.

Maka apa yang dapat tetap menguncinya dalam tatapan yang lurus?

Naruto—

Maka apa yang dapat mempertahankan eksistensinya agar tak tiada?

Sakura-chan, aku menyukaimu!

Ia adalah seorang shinobi yang tidak diperbolehkan untuk menunjukkan perasaannya. Mata itu tertutup. Tubuh itu tertidur dengan damai dalam pelukannya. Cahaya itu pergi.

Dan ia tak beranjak dari sini. Ia bergerak dalam kekakuan yang tak dapat dienyahkan. Ia hidup dalam kekosongan tiada akhir. Dalam langkah gelap ada memoar yang tak pernah menguap. Dalam tawanya ada kepalsuan yang tak terlihat.

Jika mereka satu—

Naruto-nya sudah pergi. Pergi dan ia bahkan tak mampu membuat pria itu kembali.

—Haruno Sakura tak akan pernah kembali utuh.

.

"Sakura," iris matanya melihat ke arah suara yang memanggilnya berasal. Tsunade menatapnya dengan sirat khawatir sebelum tersenyum dan berkata dengan hati-hati, "kalau kau merasa tidak sehat tidak usah memaksakan diri."

Hingga hampir satu menit tak ada jawaban yang keluar, Tsunade kembali bertanya dengan suara pelan, "apa ada sesuatu yang kau pikirkan?"

"Tidak. Tidak sama sekali Tsunade-sama." Suaranya tak bernada, tak ada senyumannya yang biasa, tatapan matanya datar tapi dalam—seolah menatap pada sesuatu yang begitu jauh meski ia berada di sini.

Tsunade hanya menghela napas pelan dan kembali melanjutkan pekerjaannya meski ia masih mengkhawatirkan keadaan Sakura.

Semua terasa berbeda tanpa kehadirannya.


“Hehehe, bagaimana—aku menepati janjiku padamu bukan Sakura-chan?”

Tersenyum dan menatap pada Sakura yang ada di depannya. Setelah perang Shinobi selesai berlangsung, Naruto berhasil membawa Sasuke pulang setelah membujuknya. Sakura hanya tersenyum dan mengangguk senang.

“Dengan begini, kau bisa mengatakan perasaanmu pada Sasuke-teme!”

Senyuman itu, entah kenapa menjadi hilang—harusnya ia senang karena dengan ini ia bisa mengatakan cintanya pada Sasuke. Namun—sepertinya, ia tidak bisa…

Karena hatinya, sudah berpindah pada sosok yang ada di depannya saat ini.

“Sakura-chan?”



“Naruto—aku…”


.

Tampak begitu menyakitkan saat tak akan ada lagi suara yang terdengar riang itu. Tak ada sepasang tangan yang akan membalas dekapannya dalam malam berlandaskan gelap. Tak ada lagi suara yang memanggil namanya bersama gemerisik dedaunan yang mengintip dari kaca jendela.

Ia berdiri sendiri dalam angin malam yang senantiasa menjadi karibnya. Ia mengucapkan selamat malam pada kebisuan. Ia berdiri sepanjang malam meski tahu tak akan ada yang datang.

Ia menunggu.

.

Tak perlu menatap dalam jarak dekat atau mengamati dalam waktu yang lama untuk menyadari perubahannya. Terlihat dengan jelas dalam setiap jejak yang tertinggal.

Sasuke dan Hinata menatap wajah yang sedang tertidur di sofa itu dengan sedih. Wajahnya terlihat selalu lelah dengan garis hitam samar di bawah matanya. Mereka berdua selalu bertanya-tanya apa yang Sakura lakukan saat malam hari karena terlihat jelas ia jarang sekali tidur dengan cukup.

"Aku khawatir padanya…" Dalam bisikan pelan yang mengudara, gadis berambut hitam itu menyelimuti tubuh Sakura yang teridur dengan tenang. Sang pemuda tampak hanya mengangguk tanpa melepaskan pandangan dari gadis itu.

Bukan hanya dirinya, tapi semua mengkhawatirkan Sakura meski ia tahu Sakura berusaha agar tidak ada orang lain yang memikirkannya. Sebagai sahabatnya, Hinata ingin mengambil rasa sakit itu jika ia bisa, agar ia bisa mendengar tawa itu sesering dulu. Agar wajah itu kembali bersama seringai yang selalu terlihat mengiringi.

Sayang ia tak bisa…

.

Sang waktu terus berlalu, masa beranjak, dan detik tak mungkin diam.

Kadang saat ia terbangun dari tidurnya setelah menyelesaikan misi panjang yang melelahkan, ia berharap bahwa semua hanya mimpi dalam delusinya. Saat ia terjaga akan ada senyuman yang menghangatkannya, akan ada dekapan yang membuatnya nyaman.

Bukan delusi yang ia hadapi. Ada suara gemuruh yang terasa menyakiti dalam hawa gusar yang menyesakkan. Ada suara derit melengking yang mengundang sepi untuk bergumul dalam lengang yang panjang.

Waktu seolah menertawakan dirinya yang menjadi begitu rapuh. Tak ia menyangka bahwa dirinya akan mencintai seseorang hingga sedalam ini—seolah setiap bagian dari tubuhnya turut mencintai sosok itu, tak dapat berjalan seperti semula saat kehilangan sumber cahaya.

Mereka bukan dua keping yang sejajar yang jika disatukan akan membentuk kesempurnaan. Namun keduanya saling mengisi, berseberangan namun menutupi segala celah yang tak kasat mata. Ada perbedaan yang mengikat dua jiwa yang terpisah, ada denting yang mengalun dan semakin jauh mengembara membawa langkah mereka. Karena tak ada satu apa pun yang sempurna tanpa dilengkapi sisi lainnya.

Saat keping lain itu pergi—

—kini ia tak lagi utuh…

Tumpul di satu sisi.

.

Tatapannya mengarah pada hamparan putih yang menyelimuti pepohonan dan segala yang ada di sekitarnya. Salju turun begitu lebat, terbang dan jatuh lalu membeku. Butir-butir putih tanpa noda itu perlahan jatuh ke bumi, menggantikan tanah tempat berpijak dengan dingin yang menghunjam sampai ke tulang. Tak ia dengar suara berisik dari Lee yang berteriak-teriak pada Tenten ataupun Neji yang sedang berbicara entah apa padanya, dalam satu tarikan pelan ia merapatkan syal yang melingkari lehernya dan memejamkan mata.

Ada begitu banyak detik yang terkumpul dalam memori yang tak dapat terhapus. Enigma dalam senyap terus menyala dalam pijar keemasan, menghanyutkan napas dan sosoknya untuk bergeming dalam waktu yang seolah membeku dalam bisu.

Bisakah ia hanya menggenggam keping hati delusi?

Sementara detik waktu mulai beranjak pergi. Membawa jiwanya yang lelah untuk berdiri pada ambang tapal batas dalam senandung elegi.

Hingga bulan ini kembali menyapa dalam salju dan angin yang beriringan. Desember datang dalam senandung asing yang tak terasa sama. Ada yang pergi dan tak mungkin kembali. Ada yang tiada meski tak segalanya sirna terkikis masa. Ada yang tak abadi meski kenangan masih membayangi.

.

“Sakura-chan, aku punya sesuatu untukmu!”

Gadis itu, tiba-tiba dipanggil ke ruangan Hokage untuk menemukan sang pemimpin desa tersenyum kearahnya.

“Kau hanya memanggilku karena hal ini? Aku sedang sibuk Naruto—“ perkataannya terhenti saat ia sadar hari apa ini. Sepuluh Oktober, hari kelahiran sang kekasih. Kenapa pada hari itu ia malah memberikan hadiah pada gadis itu?

“Sebagai hadiahku—apakah kau mau menerima apa yang kuberikan padamu Sakura-chan?” tersenyum lembut seperti biasa—tahun demi tahun membuat pemuda itu semakin dewasa. Dan saat Sakura sadar, sudah saatnya mereka membuka lembar yang baru.

Saat derai salju membasahi bening kaca, dalam derit pintu yang tertutup rapat dan gemerisik angin yang tak dapat menembus dinding yang berdiri angkuh, kotak keemasan dengan pita berwarna ungu tergeletak di depan pintu.
Biar waktu yang mengawasi sementara angin beranjak pergi.

Satu dari nada kromatis yang menjadi penutup malam.


.

.

Maka apa yang tetap membuatnya terikat pada dunia?

Saat ia terengah sakit dalam desah napas panjang yang menyesakkan. Tak ada lagi yang menopang jantungnya.

.

Setiap detak menyerukan namanya.

Setiap detik merindukan hadirnya.

.

Ada luka menganga tak kunjung sembuh sementara rona kemerahan dalam lembayung senja mengais-ngais ingin pergi. Ada senyap tak kunjung raib sementara hiruk pikuk suara dalam nada yang abstrak memenuhi hari. Ada banyak kata yang terpahat abadi dalam dinding waktu sementara sang merpati karam dalam kenangan.

Hati yang ia tinggalkan di masa silam…

Segalanya terjadi begitu cepat. Seolah waktu tak ingin memberikan kesempatan pada mereka untuk berusaha keluar.
Apakah ia boleh tidak mendengarnya? Apakah ia boleh tidak melihatnya?

.

Sakura tersenyum dengan lembut pada Naruto yang sedang menatap keluar sebelum melangkah mendekat dan mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Satu tangannya terulur untuk membenahi letak topi rajutan dan syal berwarna kecokelatan yang menutupi kepala dan lehernya. Pria di depannya hanya diam tak bereaksi, seolah jiwanya sedang mengembara jauh meski raganya berada di sini.

Ia tersenyum lemah…

"Ada sesuatu yang menarik di luar, Naruto?"

"Aku ingin sesuatu." Sakura menatap Naruto selama beberapa detik sebelum mengalihkan tatapannya pada jendela.

"Apa pun yang kau inginkan."

"Sakura."

Sakura menunggu kata selanjutnya.

"Aku ingin melihat bunga sakura."

Kedua matanya terpejam, ia tahu Naruto tidak pernah suka jika ia menatapnya yang ada di dekatnya ini dengan tatapan sedih, kemudian tersenyum sambil berkata, "itu mudah."

"Kita pulang?"

"Ya. Kita akan pulang, Naruto."


.

Ada utopia yang terjaga dalam desah napas yang berdecit sakit.

Ada detik yang terhipnotis oleh komposisi ritmis pengiring lullaby.

Gelegak kesah mengumandangkan nyanyian pilu saat sepasang mata tak lagi berkedip membuka. Saat kehangatan itu menguap hilang bersama desah napas yang tak lagi dapat ia temukan.

Halimun menguap oleh tetes-tetes air yang berjatuhan meski mentari tengah berlaga dengan indahnya di langit timur berwarna keemasan. Kuncup dedaunan tampak layu bersama kelopak sakura yang terbang kemudian jatuh dan terdiam dalam keheningan.

.

"Oyasuminasai, Naruto…" Sakura mengecup lembut bibir yang terkatup rapat itu sambil merapatkan selimut yang menutupinya.

Hanya ada gumaman pelan dan mata terpejam yang menjawabnya.

Kemudian sepasang iris matanya mengatup. Tersenyum samar dalam tidurnya saat sebuah suara berbisik kepadanya.

.

'Aku mencintaimu.'


.

Kemudian sang langit menangis. Angin bertiup dengan enggan turut berduka.

.

Senja sudah menggantung di cakrawala sejak tadi. Sketsa malam mulai menggurat dalam hamparan kubah langit meski belum sepenuhnya gulita menyelimuti. Kemelut rona kemerahan mulai tergantikan seiring malam yang merangkak datang.

"Selamat malam, Naruto…"

Rambut pinknya yang semakin panjang melambai lembut oleh sentuhan angin. Ia berdiri menatap ukiran nama itu setelah meletakkan seikat red primrose di dekat batu pualam yang berdiri angkuh. Kedua irisnya kemudian menatap seikat bunga yang baru saja ia letakkan selama beberapa saat sebelum sedikit mendongakkan kepalanya menatap langit yang perlahan berubah menjadi gelap.

"Sudah hampir setahun ya," ia bergumam pelan pada dirinya sendiri.

Sebuah rutinitas yang selalu ia jalani meski ia tahu sia-sia. Seolah ia bisa merasakan keberadaan sosok itu di sini.
Sakura tersenyum, entah pada apa dan berbicara dengan pelan. "Besok aku ada misi, mungkin akan memakan waktu sedikit lama, tapi aku janji akan menemuimu secepatnya."

Kemudian ia melangkah pergi saat hanya desau angin yang menjawab kalimatnya. Ia tersenyum—menyeringai tipis di balik gelap yang menyamarkan sosoknya.

.

'Selamat malam, Naruto. Aku mencintaimu.'

Red primrose. Aku tidak bisa hidup tanpamu.

Karena ia terlalu lelah terlarut dalam malam-malam yang dirajam ribuan detik yang terasa begitu panjang.

.

Deru napasnya bereskalasi, darah tampak mengalir dari sisi wajahnya yang terluka, sebagian menetes ke pakaiannya yang kini tak lagi rapi. Ia hanya diam—berada dalam kepungan musuh yang tampak menjebak mereka.

"Sakura!" Tak ia acuhkan suara Sasuke yang berteriak memanggil namanya dengan tidak sabar saat ia tak berusaha menghindar. Segalanya tampak begitu terang saat rasa sakit itu menghujam hingga ke seluruh tubuhnya. Darah kembali mengalir membasahi bagian depan tubuhnya yang terasa ngilu sebelum kedua matanya tertutup dan tubuhnya terhempas menyentuh tanah diiringi suara kunai terlepas dari genggaman.

Di detik terakhir ia mengerjapkan mata, segalanya tampak begitu mengabur bagai bayang-bayang semu yang kemudian menjadi gelap. Detaknya melemah, dan matanya sepenuhnya terpejam saat sebuah suara memanggilnya dari kejauhan.

"Secepatnya?"

Suara itu terdengar begitu nyata di telinganya. Ia tak mungkin salah.

"Aku sudah menunggumu cukup lama, Sakura-chan!"

Ada memoar yang tak pernah hilang meski waktu tak lagi mengiringi. Ada yang fana dan tak selamanya bertahan namun keabadian telah menanti di ujung jalan dalam semesta yang berbeda.

Sakura memejamkan mata dan bibirnya melengkungkan senyum damai. Merasakan setiap elemen tubuhnya bersatu dengan waktu.

.

Keping yang hilang telah ia temukan, kini ia tak lagi timpang.

.

Dia pergi. Dia mati. Namun dia hidup, dalam banyak hati.

—Aku menepati janjiku 'kan, Naruto?

Aku datang menemuimu.

.End?.

Waktu ini kosong tanpamu
Ruang ini sirna setiap kau tiada
Merayap terbang kulihat bayangmu menghilang
Pecah dan membuncah dalam malam berkabut

.

Kau adalah ilusi di cakrawala yang semu
Memanggil merayu dalam malam sepi
Kau sosok semu di angkasa kelam
Yang tak mungkin menjelma menjadi nyata
meski bayanganmu kian terekam

.

Cahaya berkilau yang menerangi alam semesta itu dirimu
Spektrum warna yang melengkung
di kubah bumi setelah hujan berlalu
itu eksistensimu
Nyala sinar dewi malam di langit luas itu kehadiranmu
Suara pecah di awan nebula
kala bintang menyala itu sempurnamu
Kau adalah segalanya
Seperti fatamorgana yang ada dan tiada

.

Melalui dirimu kugenggam segala cahaya
Melalui hadirmu kumiliki keindahan dalam mayapada
Melalui desahmu kutemukan kita terikat jiwa
Saat detak ini tak lagi mampu berdiri dengan satu sisi
Maka biar kutemukan sisi yang kau bawa pergi untuk melengkapi

.

Selamat malam.
Kembali Ke Atas Go down
Tamu
Tamu



Elegi Empty
#2PostSubyek: Re: Elegi Elegi Empty20/3/2013, 11:11 am

Topik ane kunci dan pindahkan ke tempat seharusnya, sesuai dengan peraturan yang tertera di http://www.indofanster.org/t998-peraturan-untuk-kategori-karangan-cerita mengenai batas waktu thread cerita dan komentar yang lama tidak terupdate.. Jika ingin membuka kembali topik ini, silahkan pm moderator wilayah 2 atau yang sedang ol XD Fuinjutsu
Kembali Ke Atas Go down
Subject: Re: Elegi  None

Anda tidak dapat mengirmkan postingan atau mengomentari pembahasan di topik ini karena masih berstatus sebagai Tamu.
Silakan Mendaftar dan Login agar dapat mengakses segala fitur forum secara penuh.
AgoessNaruto Robot
Forum Bot



Join Date: 16/05/2009
Lokasi: Forum AgoessNaruto
Comments: Bot untuk membantu anda di Forum AgoessNaruto
Kembali Ke Atas Go down
 

Elegi

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
Forum Indofanster :: Tambahan ::   :: Karangan Cerita & Fanfiction :: Recycle Bin-