Forum Indofanster
Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo 143564713
Selamat datang di Forum Indofanster.
Silakan mendaftar dan login untuk bergabung mendiskusikan berbagai Manga-Anime.

Welcome to FAN

Jangan sungkan untuk bergabung ya...

Forum Indofanster
Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo 143564713
Selamat datang di Forum Indofanster.
Silakan mendaftar dan login untuk bergabung mendiskusikan berbagai Manga-Anime.

Welcome to FAN

Jangan sungkan untuk bergabung ya...


Forum Indofanster

Forum Tempat Berdiskusi Tentang Manga - Anime
Dibuat oleh Agoess Sennin pada 16 Mei 2009
Indofanster adalah Keluarga, Bukan Sekedar Tempat Berkumpul
 
IndeksPortalGalleryPencarianLatest imagesAffiliatePendaftaranLogin
Welcome to
Rules • Staff • Ranks & Holder

Share
 

Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down 
PengirimMessage
Skye di Cielo
Jinchuriki Jyuubi
Jinchuriki Jyuubi
Skye di Cielo


Posting : 1182
Join date : 21.01.12

Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo Empty
#1PostSubyek: Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo Empty22/8/2013, 1:55 pm

Title : Helenium
Rated : K+
Pairing : NaruHinaGaara
Genre : Romance/Angst
Warning : Heartbreaking! Heartbreaking! Heartbreaking! #maybe
Naruto © Masashi Kishimoto

.

Entah sudah berapa lama mereka berteman baik, sejak mereka kecil mereka selalu bersama dan tidak pernah terpisahkan sama sekali. Pemuda berambut kuning secerah matahari bernama Namikaze Naruto, gadis berambut indigo dengan aroma lavender yang semerbak menjadi khasnya bernama Hyuuga Hinata, dan juga pemuda berambut merah dengan tanda Ai di dahi kirinya bernama Sabaku no Gaara.

“Gaara-kun akan pindah ke Suna?”

Gadis berambut panjang yang tampak bersama dengan pemuda berambut merah dan juga pirang itu sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan olehnya. Sementara pemuda berambut pirang hanya bisa menatapnya dengan tatapan datar—tidak sepertinya yang biasa.

“Ya, otou-san dipindahtugaskan kesana dan aku harus ikut—“ karena ia hanyalah remaja berusia 15 tahun yang harus mengikuti kemanapun ayahnya pergi. Hinata tampak sedikit murung mendengar itu dan tampak menundukkan kepalanya.

“Tenang saja, bukankah ada Naruto disini?” Gaara menepuk kepala Hinata dan tampak tersenyum tipis. Menoleh pada Naruto yang tampak masih tidak menatapnya, “bukankah benar Naruto?”

“Huh? Ah, begitulah—aku tidak akan pernah meninggalkanmu Hinata-chan, tenang saja—“ tersenyum lebar menunjukkan deretan giginya, Naruto hanya bisa terdiam menggigit bibir bawahnya saat melihat Hinata yang masih kecewa dengan kepergian pemuda berambut merah itu. Bukan masalah ia sendiri yang difikirkan oleh Hinata, dan Naruto tahu hal itu.

Ia hanya tidak ingin pemuda berambut merah itu pergi—karena Hinata menyukai Gaara.

Namun ia tidak tahu—kalau Naruto menyukai Hinata sama seperti Hinata menyukai Gaara, bahkan lebih dari itu.

~~~

“Naruto-kun!”

Gadis yang sangat bersemangat itu tampak membuka pintu kamar pemuda berambut pirang dengan seenaknya saja. Mereka memang tinggal bertetangga—mereka bertiga. Dulu. Dan sekarang, waktu sudah berlalu selama 10 tahun dan tidak ada yang berubah dari hubungan Naruto dan juga Hinata.

Hinata hanya menganggapnya sahabat, tidak lebih dari itu.

“Kau tahu?” sekali lagi dengan seenaknya Hinata melompat dan duduk di ranjang yang masih ditiduri oleh Naruto, “hei-hei bangun! Kau tahu apa—Gaara-kun akan kembali ke Konoha dua hari lagi!”

“Aku tahu, kau sudah mengatakannya sejak 2 hari yang lalu—” mereka tidak pernah lepas hubungan, walaupun hanya lewat email ataupun surat. Dan walaupun Hinata tahu Naruto selalu menghubungi Gaara juga, ia tidak pernah berhenti membicarakan tentang Gaara pada sahabatnya.

“Apa yang akan kupakai untuk menjemputnya? Apakah Gaara akan berubah dari yang dulu? Bagaimana jika aku terlihat *sensor* saat bertemu dengannya—“ Naruto membuka matanya dan melihat gadis yang terlihat sangat bersemangat itu. Sepuluh tahun Naruto bersama dengan Hinata, saat gadis itu senang, sedih, ataupun marah—tetapi di mata Hinata hanya ada Gaara.

Tetapi tidak bisa dipungkiri, melihatnya tersenyum sudah cukup untuknya.

“Naruto-kun?” sementara mengetahui kalau Gaara akan kembali ke Konoha, tidak bisa dipungkiri kalau ia sadar Hinata lebih terlihat senang bahkan ia tidak pernah melihat ekspresi itu selama 10 tahun ini.

“Naruto-kun, apakah kau sakit?”

Naruto hanya menggeleng dan membelakanginya sambil menutupi tubuhnya dengan selimut.

“Aku hanya lelah, pulanglah Hinata-chan…”

Hinata tampak menaikkan sebelah alisnya sebelum mengangkat bahu dan berbalik keluar dari kamar Naruto.

“Aku akan ada di bawah kalau kau mencari. Ibumu sangat baik mengajarkanku untuk memasak,” Hinata tersenyum dan menutup pintu kamar Naruto dengan pelan. Bahkan Hinata yang sebelumnya tidak menyentuh alat masakpun pada saat ini berusaha untuk belajar dari ibunya.

Dan ia sadar, satu hal yang membuat Hinata melakukan itu.

.

.

.

—Hinata menyukai, masih mencintai Gaara.

~~~

“Gaara-kun!”

Suara itu terdengar saat Hinata memanggil Gaara yang berada di bandara, baru saja tiba di Konoha. Gaara yang melihat gadis itu dan sahabatnya tampak tersenyum samar sebelum berjalan menghampiri mereka.

“Sudah lama tidak bertemu denganmu Hinata, Naruto—“ Gaara tampak menatap Naruto yang hanya tersenyum tipis dan mengangguk. Sepertinya yang paling bersemangat diantara mereka saat ini hanyalah Hinata, “bagaimana keadaanmu?”

“Baik-baik saja, Naruto-kun tidak pernah meninggalkanku seperti janjinya 10 tahun yang lalu,” Hinata tertawa pelan dan menatap Naruto yang mencoba untuk tersenyum dan Gaara hanya mengangguk, “kau tahu, Naruto-kun akan melanjutkan kuliahnya di luar Jepang. Untung saja kau kembali ke Konoha.”

“Oh?”

“Yah, otou-san memintaku untuk melanjutkan kuliah di Amerika, mungkin 1 sampai 2 tahun,” Naruto menggaruk kepala belakangnya, sebenarnya tidak ingin meninggalkan Hinata, namun mengetahui Gaara yang sudah kembali dan Hinata yang terlihat lebih senang—ia hanya berfikir tidak apa kalau ia meninggalkan Hinata bersama dengan Gaara.

“Dan itu artinya, kau yang menggantikanku untuk menjaganya.” Naruto mengedipkan sebelah matanya, menatap Hinata yang wajahnya memerah mendengar itu dari Naruto. Gaara tampak dengan santainya mengangguk dan membuat yang bersangkutan semakin memerah wajahnya dan tampak senang.

Ah, melihatnya tersenyum—tidak pernah ia merasa sesenang ini.

Bukan ia tidak sadar kenapa ia merasakan hal itu—karena ia tahu, kalau ia masih tetap menyukai Hinata seperti dulu. Bahkan semakin besar rasa sukanya melebihi 10 tahun yang lalu. Dan ia tidak pernah mengatakan hal itu pada Hinata.

.

.

.

—dan tidak akan pernah.

“Aku membawakan hadiah selamat datang untukmu!”

Sebuket Helenium berwarna kuning.

Aku merindukanmu.

~~~

“Kudengar Hinata dan juga Gaara berpacaran?”

Satu kalimat yang membuat percakapan antara keluarga itu dimulai. Uzumaki Kushina tampak menatap anak semata wayangnya yang tampak menghentikan makannya. Namun dengan segera hanya bergumam dan melanjutkan acaranya lagi.

“Sudah 1 bulan sejak Gaara berada di Konoha. Dan kau tidak pernah mengunjunginya,” Minato Namikaze ayahnya tampak menatapnya dan menunggunya menjawab, “kau tahu kau harus pergi ke Amerika satu bulan lagi bukan?”

“Aku tahu, tetapi aku hanya sedang sibuk dengan persiapan saja tou-chan,” bohong. Kedua orang tuanya tahu, namun tidak memaksanya untuk menceritakan apa masalah dan juga alasan kenapa dengan sikap Naruto.

Lagipula, mereka sudah cukup bisa menebak apa yang menjadi alasan Naruto melakukan itu.

“Aku sudah selesai…”

—Naruto tidak ingin melihat mereka bersama. Namun ia juga tidak ingin menghancurkan persahabatan mereka dengan merebut Hinata dari Gaara.

~~~

“Kau tidak pernah mengatakan perasaanmu?”

Pemuda berambut raven dengan mata onyx tampak menatap kearah Naruto yang berada di sampingnya. Uchiha Sasuke, sahabat yang dimiliki Naruto, hampir sama dekatnya dengan Hinata dan juga Gaara. Hanya menggeleng dan menghela nafas.

Mereka berada di sebuah taman pemakaman yang dipenuhi oleh batu nisan yang berjejer sambil membawa sebuah cawan yang dipakai untuk mengguyur air ke batu nisan yang dituju.

“Apakah kau tidak pernah belajar dari apa yang kita alami? Seharusnya kau tahu banyak tentang apa yang terjadi jika kau tidak melakukannya,” mereka tampak berhenti pada salah satu makam yang ada di depan mereka. Sebuah batu nisan dengan ukiran nama seseorang yang pernah ada di dalam hidup mereka.

‘Haruno Sakura’

Mantan kekasih Naruto, dan juga cinta pertama Sasuke—sahabat dari Naruto. Mungkin cerita mereka hampir mirip dengan Naruto, Hinata, dan juga Gaara. Tetapi bedanya, Naruto berada di posisi Sasuke saat ini.

Naruto berpacaran dengan Sakura, saat Sasuke memendam perasaan yang tidak pernah ia katakan pada gadis itu bahkan hingga akhir hayatnya.

“Aku hanya tidak ingin menyakiti perasaan mereka. Aku tidak ingin merebut Hinata dari Gaara dan memutuskan persahabatan kami,” Sasuke tampak menatap Naruto yang mengatupkan tangannya dan berdoa di depan makam itu.

“Kau tidak perlu merebut gadis itu dari tangan pemuda yang kau sebutkan—“ Sasuke meletakkan sebuah dupa di depan makam itu dan menyalakannya, “—hanya mengatakan apa yang menjadi perasaanmu padanya. Apakah itu salah?”



“Lakukanlah—sebelum semuanya terlambat…”

Naruto tampak terdiam sejenak sebelum berdiri dan tampak akan berlari sebelum Sasuke menahannya dan menjulurkan sebuket Helenium padanya.

“Kau tidak bertemu dengannya selama 1 bulan bukan? Bunga ini cocok untuk kau berikan padanya,” Naruto menatap buket Helenium yang dibawa oleh Sasuke saat itu, dan tersenyum sambil mengambilnya.

“Aku akan mengatakannya…”

Dan ia segera berlari meninggalkan Sasuke sendirian, namun tidak terlalu jauh sebelum ia berbalik dan menatap Sasuke.

“Kau tahu, sejak dulu Sakura-chan selalu mencintaimu. Bahkan hingga saat terakhirnya—“ karena Naruto tahu, itu adalah kata-kata yang seharusnya ia sampaikan pada Sasuke sejak dulu. Saat Sakura memintanya untuk menjadi ‘kekasih’nya agar Sasuke tidak bersedih saat ia meninggal karena sakit nanti.



Sasuke terdiam mendengarnya, hanya melihat Naruto yang semakin menjauh dan meninggalkannya sendirian. Kali ini ia menoleh pada batu nisan di depannya, tersenyum lebih lebar dan mengusapnya. Merasakan seolah Sakura berada di dekatnya dan tersenyum padanya.“Apakah aku melakukan hal yang tepat—Sakura…?”

~~~

Hyuuga Neji, kakak sepupu dari Hinata tampak terkejut saat melihat pemuda berambut kuning itu masuk begitu saja ke rumah mereka. Naruto, dengan sebuah buket bunga di tangannya tampak cukup lelah dan nafasnya tidak teratur.

“Dimana Hinata-chan?”

“Huh?” Neji sedikit bingung namun ia tampak mencoba untuk mengingat dimana adik sepupunya itu sebelum menatap kearah Naruto, “ia pergi ke rumah Sabaku no Gaara barusan setelah mendapatkan telpon dari yang bersangkutan.”

“Ah begitu—baiklah,” dan sekali lagi, seenaknya saja Naruto berlari keluar dari rumah itu meninggalkan Neji yang tampak semakin bingung dengan apa yang terjadi pada pemuda itu. Sementara Naruto tampak berlari dengan sebuket Helenium di tangannya sambil tersenyum membayangkan apa yang akan ia lakukan.

Seperti bunga yang ia bawa—yang menunjukkan perasaannya pada Hinata saat itu.

Ia—

.

.

.

“Aku merindukanmu—Hinata-chan…”

Naruto merindukan gadis itu.

~~~

Ia berjalan hingga berada di sebuah hotel tempat Gaara menginap di Konoha karena rumahnya yang dulu tentu saja sudah dijual. Berlari menuju kearah lift dan akan menekan sebuah tombol menuju ke lantai dimana kamar Gaara berada, saat ia menemukan sesuatu yang tidak asing terlihat di beranda lantai dasar yang dibatasi oleh kaca bening.

Hinata dan juga Gaara.

Dengan segera ia membuka kembali lift, dan berlari kearah pintu menuju ke beranda itu untuk menemui mereka. Ia tidak perduli apakah Gaara mendengarnya atau tidak. Ia tidak perduli apakah Hinata akan menolaknya atau tidak. Namun yang pasti, ia akan mengutarakan perasaannya pada gadis itu sekarang.

Tangannya tampak memegang knop pintu di depannya dan membukanya perlahan.

“Ada apa Gaara-kun?”

“Hinata, aku—“ Gaara menggaruk kepala belakangnya dan tampak menatap gadis berambut lavender yang ada di depannya dengan tatapan lembut. Naruto memutuskan untuk tidak masuk saat mendengar Gaara mengatakan dengan nada serius seperti itu.

Tangannya merogoh saku celana, mengeluarkan sebuat kotak berwarna merah berukuran kecil.

Sebuah cincin.

“Menikahlah denganku—Hinata…” kali ini Gaara mencoba untuk tersenyum setulus dan juga selembut yang ia bisa. Dan itu berhasil, karena Hinata tampak terkejut hingga tidak bisa mengatakan apapun lagi.

Perasaan ini—

Perasaan yang Naruto rasakan—mungkin sama seperti saat Sasuke kehilangan Sakura tanpa pernah mengatakan perasaannya.

Rasa kehilangan—sangat mendalam.

“Kau tidak perlu merebut gadis itu dari tangan pemuda yang kau sebutkan—hanya mengatakan apa yang menjadi perasaanmu padanya. Apakah itu salah?”

Perkataan Sasuke tampak terngiang di telinganya saat itu. Mungkin, ini yang sampai sekarang dirasakan oleh Sasuke—sebuah beban yang seolah menekan tubuhnya. Tidak akan pernah hilang sampai kapanpun sebelum ia mengatakan perasaannya pada gadis itu. Baik ditolak ataupun tidak.

Dan ia tahu, kalau saat ini jawaban dari perkataan Sasuke adalah ‘Salah’. Karena ia tidak perlu mendengar jawaban dari Hinata untuk tahu apa jawaban itu.

Dan ia siap untuk menanggung beban yang ada di pundaknya itu seumur hidupnya—saat tangan yang memegang kenop pintu itu dilepasnya, dan ia bergerak meninggalkan tempat itu sesudah meletakkan sebuket Helenium di depan pintu kaca itu.

.

.

Jawabannya sudah pasti—apa yang akan dikatakan oleh Hinata.

.

.

“Ya. Aku mau.”

~~~

Hingga satu minggu lamanya ia tidak menemui mereka, hingga pada hari keberangkatannya dengan Sasuke—karena ayahnya yang merupakan kolega ayah pemuda itu meminta untuk berada dalam satu universitas—dan mau tidak mau ia harus bertemu dengan mereka berdua yang ingin mengantarkannya.

“Kau tidak pernah mengatakannya?”

Naruto menoleh pada Sasuke yang duduk di kursi tempat menunggu pesawat. Ia benar, sampai terakhirpun ia tidak pernah mengatakannya pada Hinata. Dan sekali lagi benar—saat ia merasakan setiap kata yang tidak keluar dan selalu tersimpan di hati.

Itu terasa berat.

“Menyakitkan.” Sasuke hanya bisa tersenyum lembut pada pemuda yang ada di sampingnya. Merasa kasihan dengan apa yang terjadi pada pemuda itu.

“Seharusnya aku mengatakannya lebih cepat.” Menepuk pundak Naruto dan meninggalkannya sendirian saat melihat Hinata dan Gaara yang datang mendekatinya sambil tersenyum bahagia. Di kedua jari mereka tampak sepasang cincin yang mengikat mereka berdua.

“Maaf karena aku tidak bisa menghadiri pernikahan kalian,” Naruto tersenyum lebar, mencoba—dan sepertinya cukup efektif. Hinata dan Gaara tampak tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

“Tidak apa-apa, aku tahu kau sibuk. Kau sudah sangat baik menjaga Hinata selama 10 tahun ini.” Gaara tampak tersenyum pada Naruto.

“Kau memang sahabatku yang terbaik Naruto-kun.”

Sahabat.

“Akhir-akhir ini kau murung, kalau ada masalah aku selalu meluangkan waktu untukmu menghubungiku,” Hinata menatapnya cemas dan tampak Naruto yang menggeleng pelan tanpa mengatakan apapun.

“Kuharap kalian bahagia.” Satu kalimat yang keluar dengan susah payah diantara kalimat-kalimat yang tidak pernah terutarakan.

‘Aku mencintaimu.’

‘Aku ingin kau menjadi kekasihku.’

Dan juga yang lainnya.

“Tentu,” Hinata tampak tersenyum dan menggenggam erat tangan Gaara yang ada di sampingnya. Tampak sangat bahagia berada di samping orang yang dicintainya. Bukan dia—sampai kapanpun bukan dia orangnya.

.

.

Ia tidak mengatakan apapun lagi saat itu, hanya melihat senyuman yang diberikan oleh Hinata, yang tidak akan pernah diberikan untuknya sampai kapanpun.

Dan saat itu ia sadar akan sesuatu.

.

.

“Hinata-chan, aku—“

“Ya?”

.

.

“…tidak.”

.

.

Saat yang paling menyakitkan bisa menjadi saat yang paling membahagiakan.

[ Owari ]
Kembali Ke Atas Go down
Skye di Cielo
Jinchuriki Jyuubi
Jinchuriki Jyuubi
Skye di Cielo


Posting : 1182
Join date : 21.01.12

Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo Empty
#2PostSubyek: Re: Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo Empty4/9/2013, 9:31 pm

Title : Final Stand
Rated : T
Pairing : None
Genre : Friendship/Angst
Warning : Semi!Dark!Naru, OOC!Naru
Naruto © Masashi Kishimoto

.

Rokudaime Hokage Uzumaki Naruto duduk di sebuah kursi yang ada di belakang meja bundar itu. Berhadapan dengan semua orang yang ada di Konoha yang berada di depannya. Semuanya—bahkan teman-teman dan juga orang-orang yang pernah ada di dalam kehidupannya. Duduk dengan tenang, seolah tidak menghiraukan tatapan tajam dan juga sinis dari semua yang ada dihadapannya saat ia harus berada dihadapan mereka sendirian.

Dua tahun ini ia menyandang gelar Hokage—mengubah hampir semua sistem yang ada di dunia Shinobi ini. Memberlakukan sistem baru yang tidak dengan mudah membunuh seseorangpun tanpa ada proses hokum yang diputuskan oleh lembaga yang sudah ditunjuk oleh sang Hokage dalam hal ini adalah pihak polisi Konoha yang dipimpin oleh Uchiha Sasuke.

Membunuh seseorang tanpa keputusan hukum akan mendapatkan hukuman penjara, bahkan membunuh seorang penjahat sekalipun tanpa adanya keputusan hukum.

Semua Kage yang memimpin 5 negara besar setuju dengan sistem itu dan melakukannya juga—sehingga dunia shinobi perlahan tampak menjadi dunia yang tenang tanpa adanya perang terbuka. Itu adalah impian yang diinginkan semua orang sejak dulu, dan berhasil diwujudkan oleh seorang Hokage berusia 20 tahun.

Lalu kenapa semuanya menjadi seperti ini? Saat sang Hokage harus menghadapi semua orang yang ada di depannya sendirian seolah ia melakukan sesuatu yang membuatnya dibenci oleh semua orang di desanya sendiri.

“Kau harus menjelaskan semuanya pada kami Naruto.” Tsunade yang berada dalam pihak netral tampak menoleh pada Naruto yang masih menutup matanya tanpa mengatakan apapun, “atau desa ini akan dalam keadaan yang gawat dengan adanya perpecahan dari dalam.”

Saat melihat mata mereka yang tampak penuh dengan kebencian dan juga rasa ingin membunuhnya membuatnya kembali berfikir kapan terakhir kali mereka masih bisa tersenyum bersama-sama dan melakukan semua dengan senyuman yang terlukis di wajah mereka.

Mengingat semua itu, ia menggeleng pelan saat merasakan sebuah air mata yang akan turun begitu saja. Ia harus kuat—ia tidak boleh menunjukkan sisi lemahnya disini saat ini. Kepalanya menengadah ke atas, melihat seseorang yang ada di depannya—sangat ia kenal dengan baik.

Sabaku no Gaara—sang Godaime Kazekage.

“Aku disini hanya membacakan apa yang difikirkan oleh semua orang yang ada disini. Semua keputusan akan dilakukan oleh para shinobi yang ada disini,” Naruto tersenyum. Gaara adalah salah satu orang yang masih mempercayainya, dan sekarang membantunya untuk mengatakan semua yang ia fikirkan di depan orang-orang itu.

“Jadi, kau bisa memulainya—ceritakan apa yang terjadi 6 bulan yang lalu. Rokudaime Hokage.”

Ah, enam bulan yang lalu—sudah selama itukah ia menahan semuanya?

[ FB ]

“Kau tidak bisa melakukannya bukan Rokudaime-sama?” beberapa orang tampak menyusup dan sekarang berada di rumah dari sang Rokudaime Hokage Konoha. Tiga orang, dan sang Hokage hanya sendirian tanpa adanya pengawalan, “sudah kukatakan ada kelemahan besar pada sistemmu. Bahkan, selama beberapa minggu ini kami menyusup dan meletakkan beberapa fuin peledakpun tidak ada yang curiga dengan keberadaan kami.”

Sistem itu memang mengharuskan semua Negara untuk saling percaya dan tidak ada lagi pemeriksaan bagi semua yang keluar masuk desa. Semuanya bersifat terbuka seolah berada dalam satu Negara yang sama.

Sayangnya, tidak semua orang yang setuju dengan hal itu, dan pada akhirnya beberapa dari Negara kecil membelot untuk melawan dan menemukan kelemahan terbesar dari sistem yang dibuat oleh sang Rokudaime Hokage.

“Aku bisa saja kapanpun mengaktifkan fuin peledak itu di beberapa titik rawan dan mungkin sukses membunuh beberapa orang yang ada di desa ini,” Naruto mengeratkan kepalan tangannya, menahan diri untuk tidak melakukan hal yang *sensor*, “kami tidak takut mati. Karena sistem lama kami membuat kami tidak takut akan kematian.”



“Apa yang akan kau lakukan saat kau tidak bisa membunuh kami begitu saja saat ini sementara kami bisa membunuhmu kapanpun Rokudaime-sama?”

[ End ]

Gaara tampak tenang dan tidak menunjukkan emosi, namun ia sangat puas saat melihat semua orang dari Rookie 11 itu tampak sedikit membulatkan mata mereka. Mereka tidak pernah mengetahui tentang kelemahan sistem dan juga penyusupan dari orang-orang Kusagakure itu. Bahkan tentang kertas peledak yang bisa menewaskan mereka.

“Orang-orang *sensor* yang *sensor* itu—mereka benar-benar meremehkanku…”

[ FB ]

“Apakah kau fikir aku akan diam saja saat kalian melakukan itu?! Aku akan menghentikan kalian dengan cara apapun—“ tawa sinis menggelegar dari shinobi Kusagakure itu. Sementara Naruto yang sudah mengeluarkan kunai di tangannya benar-benar membutuhkan semua yang ia rasakan untuk tidak membunuh semua yang ada disana.

“Menghentikan kami? Hmph, baiklah kami akan memberitahukan satu cara untuk menghentikan kami Rokudaime-sama,” dengan nada mengejek, tampak menatap Naruto yang mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan oleh mereka, “kau harus membunuh kami sekarang juga.”

[ End ]

Keheningan benar-benar menghilangkan semua aura membunuh yang ditujukan pada sang Rokudaime Hokage. Dan saat itu, perlahan mereka sadar akan kesalahan apa yang mereka lakukan saat itu juga. Saat mereka tidak menghiraukan senyuman yang masih diberikan oleh sang Rokudaime saat itu.

Saat mereka memberikan caci maki, mengatakannya pembunuh dan semua hal yang kejam padanya.

Saat mereka membiarkannya sendirian, kembali merasakan dirinya terkucilkan dari semua orang seperti yang dirasakan saat ia masih kecil.

Semuanya, hanya karena salah paham—hanya karena mereka yang naïf mengira kalau Naruto bisa melakukan semua yang dijanjikan oleh dirinya tanpa ada kesalahan sedikitpun. Mereka bahkan lupa kalau Naruto juga hanya manusia biasa yang juga bisa melakukan kesalahan sedikitpun—karena mereka sendiri sadar kalau mereka terlalu bergantung pada pemuda itu.

“Ia menguji kesabaranku. Mengira kalau aku tidak akan bisa membunuhnya saat itu—“ tersenyum dingin sambil menompang kepalanya dengan sebelah tangannya, “itu adalah keputusan dan fikiran yang salah.”

[ FB ]

“Jangan menguji kesabaranku,” ia berdiri, melangkahkan kakinya mendekati orang-orang itu hingga ia berhadapan dengan pemimpin mereka. Tawa pria itu menggema disekeliling tempat yang sepi itu. Ruangan itu berada di pinggir Konoha, tidak akan mungkin ada orang yang mendengar terutama saat ia menghapuskan sistem ANBU di Konoha.

“Aku tidak menguji anda. Aku hanya ingin melihat sampai mana anda bisa bertahan Rokudaime-sama, karena anda hanyalah orang yang naïf yang terlalu banyak berharap dan percaya pada apapun yang menjadi keinginanmu akan bisa kau wujudkan.”



“Aku banyak mendengar tentang kenaifanmu itu Rokudaime-sama,” tersenyum mengejek ia menatap mata Naruto secara langsung seolah menentang sang Rokudaime, “kau memang berhasil hingga sekarang. Namun, apakah kau yakin kau bisa mempertahankannya sekarang?”

Semua yang terjadi sejak dulu hingga sekarang, berputar kembali di kepalanya. Saat ia masih seorang bocah yang percaya bahwa cita-citanya akan terwujud bagaimanapun keadaannya. Dan ia sadar akan sesuatu.

Waktu sudah berlalu sangat lama.

[ End ]

Kursi yang diduduki oleh sang Rokudaime Hokage tampak berdecit saat ia menyenderkan kepalanya di belakang kursi. Menutup matanya dan tersenyum pahit tanpa menyadari bagaimana rasa bersalah yang dirasakan oleh semua yang ada disana sejak ia menceritakan apa yang terjadi malam itu.

“Aku mencoba untuk menahan diri. Aku mencoba untuk tidak melakukan hal *sensor* seperti ini, dan kembali menjadi orang yang naïf yang berfikir kalau ia akan bisa melakukannya tanpa harus membunuh seseorang,” menutup wajahnya dengan sebelah tangan, senyuman masih belum hilang dari wajahnya saat itu, “aku sangat berharap kalau aku tetap menjadi seorang yang naïf. Namun pada akhirnya, waktu yang menjawab, saat aku menjadi seorang Hokage dan sadar kalau aku tidak bisa terus menerus seperti ini.”



“Suatu saat, aku harus menghentikan kenaifan itu.”

Ia berdiri, melepaskan jubah hokage yang ia kenalan dengan perlahan sekali lagi tidak melihat bagaimana semua orang disana membulatkan matanya dan tampak terkejut dengan apa yang dilakukan.

[ FB ]

“Kau tahu, kalau bisa aku ingin terus menjadi orang yang naïf,” satu kalimat yang terdengar di depan telinga, saat tiba-tiba semua orang yang ada disana tampak tumbang dengan darah yang mengalir dari tubuhnya. Nafas mereka terenggut, bahkan saat pria itu baru menarik nafasnya, “menjadi seorang yang percaya kalau aku akan bisa melakukan semuanya dengan lancar tanpa ada keraguan di dalam diriku. Mati dengan kenaifan yang sama. Tetapi aku tahu aku tidak bisa melakukan itu.”

Satu kunai menyayat leher pria di depannya saat tubuh itu terjatuh di depan tubuh sang Rokudaime yang hanya menatapnya dengan tatapan dingin. Kesadaran terakhir pria itu hanyalah sosok dengan mata dingin yang menusuknya—namun dengan setetes air mata yang jatuh begitu saja di wajahnya.

“Aku akan melakukan semuanya—bahkan melanggar prinsipku kalau itu bisa menyelamatkan teman-temanku…”

Dan pria itu kehilangan hidupnya, saat nafasnya berhenti.

[ End ]

Jubah Hokage sudah tersampirkan di atas meja itu, dan Jaket Jounnin serta Hitai Ate yang ada di dahinya menyusul. Ia hanya berdiri di depan mereka dengan sebuah kaus lengan panjang berwarna hitam yang membuatnya tampak seperti orang biasa di mata mereka.

“Kalian menang… Kalian berhasil menghilangkan diriku dari kehidupan kalian.” Langkahnya berbalik dan tampak berdiri di tepi jendela yang ada di belakangnya sedari tadi, “aku tidak akan muncul di kehidupan kalian lagi. Tidak akan kupijakkan kakiku di desa ini. Sampai kapanpun.”

Dan dengan begitu sosok sang (mantan) Rokudaime Hokage itu menghilang dari hadapan mereka tanpa tanda ataupun jejak kepergiannya.



Gaara yang tampak hanya diam dan tidak berekspresi kali ini hanya menghela nafas dan menutup matanya. Berdiri dan berbalik berhadapan dengan semua shinobi yang ada di belakangnya sebelum berjalan melewati mereka.

“Sudah kukatakan—apapun yang dilakukan oleh Naruto. Ia tidak akan melakukannya tanpa ada alasan yang bagus,” membuka pintu ruangan itu dan berjalan meninggalkan mereka setelah berkata satu kalimat panjang untuk mereka disana, “Ia terlalu naïf untuk percaya kalian akan mengerti dia suatu saat. Bersabar untuk menunggu hari itu, namun—sepertinya kalian sudah menekan kesabarannya pada batas akhir.”

.

.

“Kalian tidak akan mendapatkan kesempatan lagi untuk mendapatkan pemimpin terbaik kalian…Konoha.”

[ Owari ]
Kembali Ke Atas Go down
Skye di Cielo
Jinchuriki Jyuubi
Jinchuriki Jyuubi
Skye di Cielo


Posting : 1182
Join date : 21.01.12

Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo Empty
#3PostSubyek: Re: Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo Empty13/9/2013, 5:50 pm

Gadis itu tersenyum manis sambil berdiri di depan pemuda yang berada dalam keadaan setengah mengantuk itu. Seolah tidak menghiraukan pemandangan yang biasanya membuat sang kekasih mengoceh panjang lebar kali tinggi itu, gadis berambut indigo hanya tersenyum manis.

"Mau pergi jalan-jalan Naruto-kun?"

Ia menengadah kearah langit yang kala itu basah oleh hujan. Menghela nafas, ia tidak pernah bisa menolak apa yang dikatakan oleh sang gadis yang memiliki wangi lavender di depannya.

"Baiklah, aku akan memakai pakaianku..."

Dan ia segera berbalik dengan malas, namun sedikit terhenti sambil membuat wajah bingung dan menggaruk kepala belakangnya.

("Tunggu, sejak kapan hujan? Aku baru menjemur pakaianku diluar?")

.

"Naruto-kun?"

.

Dan suara kereta senja tampak membuat lamunannya terbuyar dan dengan segera berjalan meninggalkan gadis itu setelah memberikan seulas senyuman tulus yang entah sejak kapan ia lupakan.

.

Train in The Afternoon
Pairing : NaruHina
Genre : Romance/Angst
Rated : K+
Disclaimed : Naruto by Masashi Kishimoto

.

Gadis itu tampak bersenandung kecil saat mereka berjalan saat itu. Dengan sebuah payung berwarna indigo, ia melangkah ringan di samping pemuda yang hanya bisa tersenyum saat melihat tingkahnya. Siang ini benar-benar dingin, hujan benar-benar datang dan membuat cuaca berubah drastis.

Bahkan ia tidak melihat orang-orang yang biasanya berjalan-jalan saat weekend berlangsung. Hanya ada mereka berdua, dan beberapa orang yang berlalu lalang beserta dengan mobil yang silih berganti melewati mereka.

"Kau ingin kemana Hinata-chan?"

Sekali lagi senyuman itu, dan gadis itu berjalan melewatinya beberapa langkah sebelum berbalik menatapnya sambil tetap berjalan—mundur.

"Kereta yang akan kunaiki akan datang sore ini. Kau mau mengantarkanku bukan, Naruto-kun?"

Entah kenapa debar tak biasa terasa di dadanya, rasa sesak begitu saja datang membuatnya tanpa sadar membekukan senyumannya dengan saliva yang ia teguk dengan susah payah.

"Baiklah, ayo..."

("Tetapi kemana kau akan pergi?"

Entah kenapa pertanyaan itu tidak bisa meluncur dari mulutnya sendiri dan hanya tertahan oleh sesuatu yang tidak kasat mata. Ia mencoba meneguk ludahnya sendiri, mencoba untuk menyamankan kerongkongannya, namun ia tetap tidak bisa mengatakannya.)

.

(Ia melihat sosok cantik yang ada di sebrang rel kereta itu. Berambut indigo, dan memiliki mata yang putih. Cukup unik, tetapi itu adalah iris mata yang indah. Yang sanggup membuatnya tersenyum dan tanpa sadar melangkah melewati rel kereta yang ada di depannya.

"Namaku adalah Uzumaki Naruto—aku boleh berkenalan denganmu?"

Dan gadis itu hanya tersenyum dan mengangguk membuka mulutnya untuk mengatakan jawabannya. Walaupun kereta senja saat itu berbunyi, namun ia tidak pernah melupakan suara indah yang gadis itu berikan untuk menjawab pertanyaan itu.

"Namaku, Hinata Hyuuga...")


.

Entah sejak kapan kaki mereka melangkah menuju ke sebuah stasiun tua yang ada di pinggir kota. Meletakkan payung mereka begitu saja di dekat gerbang kereta, melangkah maju menuju ke dalam bangunan yang ada di sana. Tidak ada siapapun disana, dan hanya ada mereka berdua hingga kaki mereka berhenti dan membawa mereka ke tepian rel.

"Ingat saat kita pertama kali bertemu tidak? Saat kau tiba-tiba saja menyebrangi rel kereta menuju ke preon di sebelah, hanya untuk menanyakan namaku," Jeda kecil dengan tawa manis yang keluar dari mulut gadis itu, "jujur saat itu kukira kau adalah orang gila."

Tentu ia ingat, ia melakukannya seperti seseorang yang kerasukan sesuatu. Ia tahu itu berbahaya, namun ia juga tahu kalau itu akan membawanya pada sesuatu yang baru—bernama cinta.

"Tetapi bukankah itu adalah awal segalanya?"

Dan gadis itu hanya mengangguk seraya menerawang ke depan. Seolah menunggu sesuatu di ujung rel kereta itu. Tentu, gadis itu berkata bahwa keretanya akan datang sore ini—dan mereka disini untuk menunggunya.

Tetapi apakah kereta itu akan datang? Bukankah—

Matanya membulat saat melihat sesuatu di ujung rel kereta itu. Sebuah kereta yang melaju sangat cepat, sementara gadis itu berdiri melewati garis kuning aman yang ada di tepian rel itu.

"HINATA-CHAN!"

.

(Ia tahu apa yang ia lakukan adalah hal *sensor*. Ia bahkan tidak berani untuk melangkah mendekati gadis yang ada di sebrang rel kereta itu. Ia hanya bisa memandanginya sambil sesekali menunduk dan menyembunyikan wajah merahnya. Ia tidak berani menatap gadis itu.

Jam menunjukkan pukul 5 sore—dan ia tahu kereta gadis itu akan berangkat sebentar lagi. Ia tahu kalau ia harus mengatakannya saat ini.

"HINATA-CHAN!" Tidak menghiraukan tatapan bingung orang-orang di sekelilingnya, ia hanya menatap gadis itu yang menatapnya balik dengan wajah bingung, "AKU MENYUKAI—"

Dan kata-kata terakhir tenggelam saat kereta senja memisahkan mereka selama beberapa saat. Ia hanya tertunduk lemas dan menghela nafas, saat melihat kereta itu berjalan menjauh tanpa ada sosok gadis itu di sebrang sana. Tentu, gadis itu sudah pergi dan mungkin saja akan menganggapnya aneh hingga tidak akan menyapanya lagi.

Berbalik lesu, saat berhadapan dengan seorang gadis berambut indigo yang wajah pucatnya kini dihiasi dengan semburat merah di pipi.

"Hinata—"

Gadis itu berjinjit, tampak mencoba untuk membisikkan sesuatu di telinganya. Volumenya bukanlah volume suara orang yang berbisik. Namun terima kasih, karena saat ia berbisik kereta tampak melaju di dekat mereka hingga ia masih bisa mendengarnya mengatakan satu kalimat untuknya.

"Aku juga menyukaimu, Naruto-kun.")


.

Ia memeluk sosok itu dengan erat seolah sosok itu akan menghilang kapanpun ketika ia melepaskannya. Kereta begitu saja pergi melewati mereka, tanpa berhenti sedikitpun. Belum pukul 5 sore, ia belum harus pergi—ia masih bisa bersama dengan gadis ini sampai kapanpun.

“Naruto-kun benar-benar hangat…”

Suara yang pelan itu tampak membuatnya menatap gadis di dekapannya. Gadis yang hanya menutup matanya dan tersenyum lembut, menutup matanya seolah merasakan kehangatan dalam dekapannya. Saat tangannya yang tidak tertutupi oleh kemeja lengan panjang itu menyentuh tangannya—

Rasanya seperti tersentuh oleh sebongkah batu es…

“Kalau aku pergi, berjanjilah untuk tidak bersedih,” pemuda itu mengerutkan dahinya dan menatap mata putih yang tertutup di dekapannya, “dan kuharap kau akan terus mengingatku…”

“Kenapa kau mengatakan hal seperti itu?”

“Soalnya sebentar lagi pukul 5 sore, dan aku harus pergi sih. Makanya aku ingin mendengarkan jawaban Naruto-kun!” melepaskan pelukan pemuda itu dan tampak tersenyum menatap pemuda berambut kuning yang ada di belakangnya.

“Tetapi kau mengatakannya seolah—“

Suara kereta tampak menghentikan perkataannya, saat kereta itu berhenti dan Hinata hanya berdiri di samping pintu masuk kereta yang ada di samping mereka. Senyuman itu biasanya selalu dan selalu membuat pemuda itu bisa merasakan kebahagiaan.

Tetapi entah kenapa saat ini—itu seolah menjadi pertanda akan perpisahan mereka…

“Baiklah, sepertinya aku harus pergi!” Hinata menatap kereta yang tampak ada di sampingnya. Naruto yang merasakan detak tak biasa itu mencoba untuk menghentikannya, tangannya menggapai kearah Hinata yang ada di depannya. Namun sebelum ia bisa mencoba untuk menggapainya, tangannya sudah dipegang oleh gadis itu dan tubuhnya ditarik.

Sebuah kecupan di bibir, singkat namun tampak benar-benar berarti untuk pemuda itu.

“Sayonara, Naruto-kun…”

Dan sebelum ia bisa menjawab ataupun menahan gadis itu, angin kuat berhembus membuatnya menutup matanya erat. Suara kereta senja itu seolah berlalu dengan cepat hingga saat ia membuka mata, sosok Hinata tidak ada disana bersama dengan kereta yang membawanya.

“Hi—Hinata-chan…?”



TRRRRR…

Suara handphone yang berbunyi tampak membuatnya segera mengangkat handphone itu tanpa melihat siapa yang menghubunginya.

“Ya?”

[ Naruto, kemana saja kau?! Aku mencoba untuk menghubungi berkali-kali dan kau tidak pernah mengangkatnya! ]

Pemuda itu masih menoleh ke sekelilingnya. Sejak kapan stasiun itu begitu tua dan tidak terawat seperti ini? Sejak kapan stasiun itu menjadi sepi dengan semua kegiatan dan orang-orang yang biasanya berlalu lalang?

[ Kau tidak lupa ini hari apa bukan? ]

“…minggu?”

[ Kau tidak ingat?! Hari ini Hinata akan dimakamkan! Kau bahkan tidak datang hingga saat terakhir, ia baru saja dimakamkan beberapa menit yang lalu! ]



“H—huh? Pemakaman Hinata-chan?”

Tunggu, tidak mungkin bukan—Hinata baru saja menemuinya pagi tadi, tersenyum padanya, berjalan bersama dengannya, bahkan ia memeluknya dan gadis itu juga menciumnya. Tidak mungkin kalau apa yang dikatakan oleh sahabatnya Haruno Sakura itu benar.

“Tunggu, tetapi Hinata-chan baru saja bersama denganku, dan kami pergi ke stasiun tempat kami biasa bertemu dan—“

[ Stasiun? Stasiun tua itu? Tetapi kau tahu kalau stasiun itu sudah tidak beroperasi sejak 1 bulan yang lalu Naruto. Apakah kau benar-benar yakin tidak apa-apa? ]

“—aku akan segera kesana.”

.

(Mereka berdua menghabiskan waktu bersama, berada di tempat itu walaupun mereka tahu kalau kereta yang menghubungkan mereka tidak akan pernah berhenti lagi di stasiun itu. Tetapi tentu mereka tidak bisa melupakan tempat itu—karena itu adalah awal dari pertemuan mereka.

“Ah, kereta akan melewati stasiun ini…”

Suara kereta yang samar terdengar itu membuat pemuda yang sedang duduk di kursi panjang tampak menoleh mencari gadis yang sedang bermain di pinggir rel kereta itu.

“Hinata-chan, berhati-hatilah!” gadis itu menoleh dan tampak menatap Naruto yang sedikit berteriak, “akan ada kereta yang—“ matanya membulat saat gadis itu terpeleset pada tepi preon yang membatasi antara stasiun dengan gerbong kereta itu.

Sementara yang ia lihat, kereta sudah berada di depan mata. Ia mencoba untuk menggapai saat tubuh gadis itu seolah terjatuh dalam gerakan lambat. Dan saat ia sadar, kereta itu tampak melewati stasiun begitu saja, membawa sosok gadis itu menghilang dari hadapannya.

“HINATA-CHAN!”

Dan saat itu, jam menunjukkan pukul 5 sore, saat mereka bertemu pertama kali, dan akan menjadi saat mereka bertemu untuk terakhir kalinya.)


.

Ia ingat semuanya, saat pertama kali ia bertemu gadis itu, saat pertama kali ia mengungkapkan perasaannya pada gadis itu, dan saat terakhir kali ia bertemu dengan gadis itu. Dan saat ini, ia hanya berdiri mematung di depan sebuah batu nisan yang terukir nama gadis itu.

‘Hinata Hyuuga’

“Apakah—Hinata-chan ada disana?”

Kedua sahabatnya tampak terdiam, semua pelayat sudah pergi bahkan sebelum Naruto datang ke tempat itu. Mereka tahu kalau itu sangat berat untuk Naruto—mereka tahu kalau ia belum bisa menerima kematian dari gadis berambut indigo itu.

“Kau yang terakhir kali bertemu dengannya Naruto. Tetapi kau terus menyangkal kalau Hinata sudah tidak ada…”

Tentu, karena bahkan beberapa saat yang lalu, sebelum ia melangkah kemari—gadis itu masih bersama dengannya. Mereka masih bersama dan bahkan gadis itu sempat menciumnya, tersenyum padanya dan—

(‘Sudah saatnya aku pergi—sayonara, Naruto-kun…’)

Sayonara—

Ia seharusnya sudah tahu kalau itu bukanlah tanda bahwa gadis itu akan bertemu lagi dengan pemuda ini. Itu bukanlah ucapan ‘jaa matta ne’ yang menandakan mereka akan bertemu lagi. Itu adalah ucapan perpisahan yang membuatnya tidak akan bisa bertemu gadis itu lagi.

(“Kalau aku pergi, kuharap kau tidak bersedih dan akan selalu mengingatku…”)

“Bagaimana aku bisa melupakanmu—*sensor*…”

Suara itu tenggelam, bersama dengan suara kereta senja yang lewat—yang akan selalu mengingatkannya pada pertemuan dan juga perpisahan mereka.

[ Owari ]
Kembali Ke Atas Go down
Skye di Cielo
Jinchuriki Jyuubi
Jinchuriki Jyuubi
Skye di Cielo


Posting : 1182
Join date : 21.01.12

Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo Empty
#4PostSubyek: Re: Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo Empty22/9/2013, 11:13 pm

Like a Rainbow Series
Genre : Friendship/Family
Rated : K+~T
Warning : OOC!, Slight Romance, Fluffy gagal, Typo.
Naruto © Masashi Kishimoto

.

'Karena persahabatan memiliki warna yang bermacam-macam seperti sebuah pelangi.'

.

Kumpulan Drabble & Ficlet tentang persahabatan yang dialami oleh Uzumaki Naruto dan yang lainnya.

.

Ficlet #1, The Hero of Konoha
Character : Uzumaki Naruto & Uchiha Sasuke ( Mention of Uchiha Itachi )
Word : 690 (Tanpa judul + A/N)

.

"Tidak akan!"

Naruto mendesis saat mendengarkan apa yang dikatakan oleh para Daimyou yang berhadapan dengannya. Perang baru selesai, dan masalah baru sudah menghadapinya saat itu.

"Itachi Uchiha bukan seorang missing nin sampai kapanpun," Naruto menatap mereka dengan tatapan dingin. Saat para Daimyou menolak untuk mengukirkan nama Itachi di monumen MIA yang ada di Konoha, sang Hokage otomatis sangat geram dengan apa yang dikatakan oleh mereka semua, "semua karena Danzou yang menyuruhnya membunuh semua orang di klannya. Karena misi dari Konoha ia membunuh semua klan Uchiha, dan ia yang menjadi mata-mata Konoha untuk Akatsuki!"

"Kami tidak akan mengukirkan nama seorang missing nin dalam monumen itu, apapun yang terjadi," Naruto mengeratkan kepalan tangannya dan juga giginya. Ia benar-benar menahan diri untuk tidak melempar mereka dengan sebuah rasenshuriken.

"Tetapi kalian tetap mengukir nama Uchiha Obito? Yang jelas-jelas ingin menghancurkan dunia ini. Kalian benar-benar membuatku tertawa..."

"Jangan kurang ajar hanya karena kau adalah seorang Hokage Uzumaki Naruto!" Naruto tampak hanya diam sebelum berdiri dan berbalik sebelum berjalan meninggalkan mereka semua tanpa memperdulikan teriakan dari mereka.

.

"Orang-orang *sensor*, mereka benar-benar tidak mengerti perbedaan antara pahlawan dan juga penjahat," Naruto benar-benar kesal saat kembali ke ruangannya dan duduk di kursinya sebelum mendengar pintunya terbuka dan menunjukkan Sasuke yang ada di depannya.

"Ah, Sasuke..."

"Aku sudah mendengar tentang pertemuan itu," Naruto tidak menatap Sasuke. Ia sudah berjanji pada Sasuke untuk membersihkan nama Itachi di Konoha. Sungguh, ia sudah berusaha untuk melakukan itu tetapi tetap gagal, "pertemuan yang kacau..."

"Maaf, aku sudah mencoba untuk meyakinkan mereka. Tetapi mereka terlalu keras kepala untuk mendengar apa yang kukatakan," Naruto menundukkan kepalanya dan masih tidak menatap mantan missing nin itu.

"Tidak apa-apa, aku tahu kalau mereka adalah orang-orang yang keras kepala," Naruto menatap Sasuke yang gantian tidak menatapnya, "aku juga tidak berharap banyak kalau kau akan bisa memenuhi janjimu. Asalkan semua orang tahu kalau Itachi bukanlah orang jahat itu sudah cukup untukku sekarang."

"Hmph, lihat saja aku pasti akan mengukirkan nama Itachi walaupun mereka menolak," Sasuke menatap Naruto yang tampak tertawa penuh arti. Dan sweatdrop, mencoba memikirkan apa yang akan dilakukan oleh sang Rokudaime Hokage.

.

"Aaah~ sudah lama tidak melakukan ini!"

Mengusap keringat di dahinya, Naruto yang hanya mengenakan kaus lengan pendek berwarna hitam itu tersenyum melihat apa yang ada di depannya.

"Uzumaki Namikaze Naruto! Apa yang kau lakukan gaki?!" Suara itu membahana di belakangnya, hampir membuatnya terjatuh dari tempatnya. Menoleh, melihat Tsunade yang berkacak pinggang di bawahnya, dan siap untuk menghukumnya. Dan tentu saja dengan segera Naruto turun, lagipula pekerjaannya sudah selesai disini. Dan ia tidak perduli kalau ia akan kena marah oleh sang mantan Hokage itu.

"Kau tahu, aku sering mendengar ini, dan aku tidak percaya kalau aku akan melihat dengan mata kepalaku sendiri! Kau berusia 18 tahun Naruto!" Dan beberapa ocehan dari Tsunade yang tidak dihiraukan oleh sang Rokudaime Hokage yang hanya mengorek kupingnya dengan jari kelingkingnya.

"Sudah berapa lama aku tidak melihatnya melakukan ini?" Iruka yang tertawa melihat Naruto hanya bisa berkacak pinggang. Dan Ebisu yang juga melihat itu hanya menghela nafas dan menggelengkan kepalanya.

"Sampai sekarang aku tidak percaya kalau ia adalah seorang Hokage dan anak dari Yondaime-sama..."

Sementara tim tujuh yang baru saja kembali dari misi diluar desa melihat keributan itu, sebelum salah satu murid Sasuke tampak menatap ke salah satu sisi desa sambil menunjuknya dan menoleh pada Sasuke.

"Sasuke-sensei, siapa itu Itachi?"

"Kenapa kau mengatakan hal itu?" Sasuke yang baru akan melaporkan diri pada penjaga tidak memperhatikan apa yang ditunjuk oleh muridnya. Dan para penjaga gerbang tampak tertawa sambil menunjuk kearah depan.

Sasuke yang penasaran tampak menoleh, dan matanya tidak bisa tidak membulat melihat apa yang ada disana.

Di ukiran kepala enam orang Hokage Konoha, tepatnya disamping wajah Naruto tampak gambaran tinta berwarna merah yang tampak menggambarkan wajah kakaknya. Dan satu kalimat yang terpampang di bawah kepalanya yang paling menarik perhatian.

.


'Itachi Uchiha'
'The Hero of Konoha'


.

Ya, tulisan dan gambar itu tidak mungkin tidak terlihat oleh orang lain di seluruh desa. Ia tahu kalau sahabatnya yang melakukan itu, dan tentu itu juga sudah membuatnya menepati janjinya untuk mengukir nama Itachi di Konoha sebagai seorang pahlawan.

"Apakah Itachi Uchiha benar-benar seorang pahlawan Konoha sensei?"

...

"Ya, pahlawan yang paling hebat."


[Owari]
Kembali Ke Atas Go down
Skye di Cielo
Jinchuriki Jyuubi
Jinchuriki Jyuubi
Skye di Cielo


Posting : 1182
Join date : 21.01.12

Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo Empty
#5PostSubyek: Re: Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo Empty28/9/2013, 1:34 am


.

(Di sebuah desa, hiduplah seorang pemuda yang dianggap monster oleh orang-orang di desanya. Bertahun-tahun ia mencoba untuk membuktikan kalau ia bukan monster, ia mencoba untuk membuktikan eksistensinya di dunia itu.

.

Bukan sebagai monster, namun sebagai salah satu warga dari desa itu.
)

.

Happy Ending
Genre :
Family/Hurt/Comfort
Rated : K
Disclaimed : don't own it, Naruto is Masashi Kishimoto's.

.

"Kakek!"

Pria berambut putih yang tercipta karena usia itu menoleh saat seseorang berteriak. Menemukan gadis kecil berambut kuning panjang yang berlari dan memeluknya dengan erat hingga hampir saja ia terjatuh. Namun ia hanya tertawa dan menepuk kepala anak berusia 9 tahun itu sambil mengecup dahinya.

"Halo Shina-chan, kau terlihat lebih cantik saat terakhir kali aku melihatnya!"

Anak itu hanya tertawa pelan mendengar kakeknya yang selalu memuji dan tersenyum padanya setiap kali ia datang ke tempat kakeknya. Pria itu menempatkan anak perempuan itu di pangkuannya, dan baru saja akan lanjut bertanya saat seseorang berjalan juga ke tempatnya.

"Shina, kau tidak seharusnya mengganggu kakek bukan?" Anak laki-laki berambut kuning yang berusia kira-kira belasan tahun itu hanya menghela nafas dan menatap anak perempuan yang menjulurkan lidahnya dan menggeleng, "Shina..."

"Tidak apa-apa Minato, bagaimana kalau kau juga kemari?" Pria itu tersenyum dan menggesturkan tangannya untuk menyuruh anak laki-laki itu mendekatinya. Dengan malu-malu, anak itu berjalan dan menempatkan diri di pangkuan pria tua itu.

"Apakah kakek tidak apa-apa?" Minato Uzumaki adalah cucu pertama dari Naruto Uzumaki sang mantan Rokudaime Hokage yang sudah berusia 60-an tahun. Ia adalah seorang yang dewasa, namun sedikit pemalu. Sifatnya terkadang mengingatkan Naruto dengan ayahnya yang diceritakan oleh Kakashi.

Sementara Minato yang tampak melihat mata kakeknya yang menerawang ke sebuah tempat yang jauh tampak khawatir. Kakeknya adalah orang terakhir yang hidup dalam dunia yang masih dipenuhi oleh para Shinobi, setelah satu tahun yang lalu sahabatnya Uchiha Sasuke yang merupakan orang terakhir sebelum dia yang hidup di masa itu meninggal.

Juubi memang sudah dikalahkan bersama dengan jutsunya yang merupakan perwujudan dari tumbuhan yang semula memberikan energi chakra pada orang pertama di dunia ini. Namun, setelah jutsu itu dipatahkan, seolah sumber dari semua chakra menghilang—semua orang tidak bisa menggunakan chakra mereka sama sekali.

Dunia shinobi berakhir mulai saat itu, semua orang mencoba untuk membiasakan diri dengan dunia tanpa chakra itu.

Awal yang berat, namun para penduduk yang memang sejak awal bukan merupakan shinobi membantu mereka membiasakan diri. Dan bahkan keadaan desa semakin maju dengan adanya alat-alat canggih dan juga kendaraan yang mempermudah mereka.

Para Bijuu? Menghilang bersama dengan Juubi yang dikalahkan.

"Bisakah kau menceritakan lagi tentang buku yang kau tulis ini kakek?" Lamunan Minato buyar saat Shina berbicara sambil menatap buku yang ada di pangkuannya, "aku suka saat pada akhirnya pahlawan itu berteman dengan monster yang ada dalam tubuhnya."

Kurama, Naruto tidak pernah melupakan rubah besar yang pernah ada dalam tubuhnya itu. Ia sudah seperti orang tuanya sendiri, saudara, dan juga teman baginya. Buku yang ia tulis itu memang mengisahkan tentang kehidupannya sebelum ini, dan siapa yang menyangka bakat menulis Jiraiya bisa mengalir dalam tubuhnya.

"Baiklah, aku akan mulai dengan saat pahlawan itu mencoba menyelamatkan monster lainnya..."

.

(—kedamaian yang diinginkan desa dan seluruh dunia tercapai. Walaupun membutuhkan banyak pengorbanan, pada akhirnya semuanya berakhir sesuai dengan apa yang diinginkan oleh semua orang.

.

Sang pemudapun juga mendapatkan apa yang ia inginkan, kehidupan yang bahagia dan juga damai. Saat waktu berjalan, semua yang ada pasti akan pergi. Dan sang pahlawan berada di tempat itu sendiri, saat semua yang ia miliki sudah tidak ada didekatnya.
)

.

Buku itu memang tidak pernah selesai, seolah menggantung di bagian akhirnya ketika semua cerita yang berakhir Happy Ending namun tidak untuknya. Pada akhirnya kedamaian tercapai, namun ia sendiri satu per satu kembali ditinggalkan oleh semua yang ia kenal hingga akhirnya ia sendirian.

"Kenapa buku kakek tidak berakhir dengan cerita bahagia seperti buku-buku lainnya?"

Shina dan Minato lagi-lagi menghabiskan waktu mereka bersama dengan kakek mereka. Minato mengangguk, ingin juga mengetahui kenapa akhir dari buku itu seolah menggantungkan karakter sang pahlawan dari happy ending. Naruto yang melihat mereka berdua hanya tersenyum, dan menepuk kepala keduanya.

"Karena baginya, hidupnya yang semula tidak diawali dengan kebahagiaan, tidak akan mungkin bisa berakhir happy ending."

...

"Tetapi bukankah semua cerita akan berakhir bahagia? Kenapa hanya buku kakek yang berakhir berbeda? Itu tidak adil untuk sang pahlawan," Shina menatap wajah keriput kakeknya yang tampak tersenyum lemah padanya. Ia tidak menjawab pertanyaan itu, tidak mengatakan kalau pemuda di dalam buku itu adalah dirinya yang sudah ditinggalkan semuanya selama beberapa saat sebelum ia berucap dengan nada berbisik.

"Karena ia merasa tidak pantas untuk mendapatkannya..."

.

"Bagaimana keadaannya?"

Pria berambut indigo itu tampak menatap pada salah satu dokter yang ada di kediaman mereka. Dan para dokter hanya bisa menggelengkan kepalanya dan berbicara dengan suara yang berbisik hingga anak perempuan dan laki-laki itu tidak bisa mendengarkan apapun.

Sudah beberapa hari ini kakek mereka tinggal di rumah mereka karena kesehatannya yang menurun. Walaupun masih kecil, Shina sendiri mengetahui kalau kakeknya akan segera meninggalkannya dalam waktu yang sangat lama.

"Mina-nii, bisa bantu aku mengambil buku kakek?" Minato yang seolah mengetahui apa yang diinginkan oleh adiknya dengan buku itu hanya tersenyum dan mengangguk. Keduanya berjalan hingga di sebuah lemari yang dipenuhi oleh buku-buku milik kakeknya. Mengambil salah satunya, dan segera berlari kearah kamar dimana kakeknya beristirahat.

.

Ia tidak merasa sakit, tetapi tubuhnya sangat lelah. Untuk menggerakkannyapun sepertinya terlalu susah untuknya. Ia mengerti kalau waktunya tidak akan lama lagi, dan pada akhirnya ia akan selalu sendiri hingga kegelapan menemaninya dalam keabadian.

"Kakek..."

Suara itu membuatnya menggerakkan kepalanya dan melihat Shina serta Minato yang masuk dengan perlahan. Biasanya ia akan menyambut mereka, tetapi sekali lagi tubuhnya terlalu lemah untuk digerakkan. Dan saat kedua anak itu menaiki tempat tidurnya dan membaringkan tubuh mereka diantara Naruto, pria tua itu hanya bisa tersenyum dan menepuk kepala mereka.

"Kakek tidak tidur?"

"Tidak, bagaimana dengan kalian?" Mencoba untuk tersenyum, Naruto membiarkan keduanya memeluk tubuhnya, "ini sudah tengah malam kalian tahu?"

"Shina ingin membacakan buku kakek supaya kakek bisa tidur!" Naruto melihat buku yang ada di tangan Shina, "aku juga menambahkan ceritaku sendiri supaya cerita kakek lebih bagus lagi."

"Hm? Coba ceritakan pada kakek..."

Shina tampak membacakan dengan terbata-bata dan tidak jelas. Naruto tampak sesekali tertawa mendengar anak itu tidak bisa membacanya atau salah membacanya hingga Minato membantunya untuk membaca buku itu.

"—Sang pemudapun juga mendapatkan apa yang ia inginkan, kehidupan yang bahagia dan juga damai. Saat waktu berjalan, semua yang ada pasti akan pergi. Dan sang pahlawan berada di tempat itu sendiri, saat semua yang ia miliki sudah tidak ada didekatnya," paragraf terakhir yang tidak pernah dilanjutkan kembali oleh Naruto hingga sekarang.

"Pemuda itu terus menunggu dan menunggu," Naruto menatap Minato yang tampak membaca tulisan tambahan yang diminta Shina untuk ditambahkan, "tidak menyerah untuk mencari apa yang menghilang dari hidupnya. Mencari akhir bahagia yang bisa ia dapatkan, hingga ia mencapai akhir dari perjalanannya."

...

Naruto menghela nafas dan tersenyum, berfikir sejak kapan ia bisa mudah menyerah dan putus asa seperti ini. Mungkin karena ia tidak biasa mendapatkan kebahagiaan, dan membuatnya merasa akhir dari hidupnya tidaklah menjadi bahagia seperti pada dongeng-dongeng.

Namun saat ini, baginya yang menganggap kisahnya tidak akan berakhir bahagia, perkataan dari sang cucu tampak seolah membuat beban di dalam dirinya terlepas. Ya, ini bukan akhir dari ceritanya. Semuanya akan kembali seperti sedia kala, saat semuanya masih bersama dengannya.

Dan ia hanya mendengar satu kalimat yang mengakhiri kisahnya, sebelum kegelapan menghampirinya—

"Dan pada akhirnya ia pulang, kembali bertemu dengan semua orang yang ia sayangi."

—dan membawanya pada semua orang yang pernah hadir di dalam kehidupannya.

.

(Saat ia membuka mata sekali lagi, ia melihat gerbang Konoha dulu yang tidak ia lihat selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Bersama dengan semua orang, semua teman-temannya yang berdiri dan menunggu kehadirannya yang masih mematung di depan gerbang itu.

"Kau benar-benar merepotkan kau tahu..."

"Naruto-kun, semuanya sudah menunggumu untuk kembali..."

"Aku akan menghajarmu karena sudah membuat kami menunggu lama Naruto!"

"Dasar dobe, kau benar-benar selalu menjadi yang terakhir..."

"Maa-maa, sebaiknya kita biarkan ia masuk, bukankah semua orang sudah menunggu pahlawan kita?"

Ia hanya terdiam dengan mata membulat saat melihat semua yang ada disana. Melangkahkan kakinya perlahan, melewati gerbang itu saat semua penduduk tersenyum padanya, dan kedua sosok yang tampak berdiri diantara mereka yang menyita seluruh perhatiannya.

Senyuman dan juga tatapan penuh kasih sayang, begitu juga dengan suara yang menyambutnya dengan kata-kata lembut mereka.

"Okaerinasai..."

.

.

.

"—tadaima."
)

[Owari]
Kembali Ke Atas Go down
Sponsored content




Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo Empty
#6PostSubyek: Re: Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo Empty

Kembali Ke Atas Go down
Subject: Re: Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo  None

Anda tidak dapat mengirmkan postingan atau mengomentari pembahasan di topik ini karena masih berstatus sebagai Tamu.
Silakan Mendaftar dan Login agar dapat mengakses segala fitur forum secara penuh.
AgoessNaruto Robot
Forum Bot



Join Date: 16/05/2009
Lokasi: Forum AgoessNaruto
Comments: Bot untuk membantu anda di Forum AgoessNaruto
Kembali Ke Atas Go down
 

Kumpulan Oneshoot Story By Skye di Cielo

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1

 Similar topics

-
» Komen + kalau ada yang mau Request? "Kumpulan Oneshoot by Me"
» <<Alur Cerita Oneshoot Naruto Shippuden Movie 6 - Road to Ninja>>
» kumpulan manga
» Kumpulan Puisi Hanzgazerock
» Kumpulan Puisi Hanzgazerock

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
Forum Indofanster :: Tambahan ::   :: Karangan Cerita & Fanfiction-