Forum Indofanster Forum Tempat Berdiskusi Tentang Manga - Anime Dibuat oleh Agoess Sennin pada 16 Mei 2009Indofanster adalah Keluarga, Bukan Sekedar Tempat Berkumpul |
Welcome to |
| | Pengirim | Message |
---|
AgoessNaruto Robot Forum Bot
Join Date: 16/05/2009 Lokasi: AgoessNaruto Office Comments: Bot's for help you in Forum AgoessNaruto
| | Neivf木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
Posting : 735 Join date : 09.03.12 Age : 28 Lokasi : your heart
Databook SayaWhatsApp/Handphone Number: PIN BBM/LINE ID: Kontak Lain:
| #1Subyek: Cerpen ala Naruto and friend's 12/5/2012, 1:46 pm | |
| Cerpen (story fan)
Morning,sasuke
Sinar hangat mentari yang menerobos celah- celah jendela rumah begitu mengusikku. Membuatku menggeliat tak nyaman di tempat tidur yang masih menyangga tidurku sejak tadi malam.
"Sasuke!" terdengar seseorang berteriak memanggil namaku dari luar. Aku kenal, suara siapa itu.
"Hn." jawabku tak acuh, dan tentu saja ia tak akan mendengarnya.
"SASUKE!" panggilan -lebih tepatnya teriakan-itu terdengar lagi. Memaksa syaraf sensorikku untuk merangsang syaraf motorikku, untuk menutup kedua telingaku.
"Itachi-nii! Tak usah berteriak sepagi ini !" ucapku kesal.
"Pagi kau bilang? Ini sudah jam sembilan, baka otouto!" 'hah? jam sembilan?' aku pun refleks bangun dari tempat tidur dan melihat jam dinding yang terpasang di kamar. Benar rupanya, kedua tangan kecil jam itu sudah menyudut sembilan puluh derajat di posisi barat.
'Kenapa baru dibangunkan sekarang !' protesku dalam hati.
Segera aku turun dari tempat tidur, ke kamar mandi, dan memakai seragam. Bisa dibayangkan bagaimana kondisiku yang mempersiapkan diri dengan sistem SKS, alias Sistem Kebut Secepatnya. Ya, seragamku tak serapi biasanya. Karena tak sempat, blazer pun aku masukkan asal ke dalam tas. Untungnya buku-buku sudah aku masukkan ke tas tadi malam. setelah selesai dengan kekacauan di kamar, aku bergegas turun ke lantai bawah menuju ruang makan. Kulihat, tou-san, kaa-san, dan Itachi-nii, hampir selesai dengan makanan masing-masing. Merasa tak punya waktu, aku menyambar sepotong roti yang sudah disiapkan kaa-san.
"Ohayou, aku berangkat dulu ya!" sapaku tanpa memperhatikan keadaan aneh di sekitar dan bergegas ke pintu depan untuk memakai sepatu. 'Hn. Aku bisa kena omel nih!' gerutuku dalam hati sembari memakai sepati, dan menahan roti di mulutku.
"Sasuke." panggil seseorang dari arah belakang.
"Hn?" jawabku singkat tanpa menoleh, dan beranjak menuju pintu.
"Apa kau yakin mau berangkat?"
"Hn?" ucapku heran dan menoleh pada Itachi-nii. Kulihat dia tersenyum geli ke arahku.
"Ada yang salah?" ucapku tak mengerti sikapnya.
"Lihat!" ucapnya dengan tatapan yang tetuju ke arah celanaku. Aku mengikuti pandangannya, hingga sampai ke resleting yang masih terbuka.
'What the hell !' buru-buru aku berbalik badan, meskipun sebenarnya sudah sangat terlambat, dan menutup resleting yang sudah mempermalukanku! Selesai dengan ganguan itu, aku bergegas keluar rumah.
"Sasuke. . . " panggilnya lagi.
"hn?
"Sasuke."
"Apa!" jawabku kesal.
"Kau mau kemana?"
"Kenapa kau tanya? Sudah pasti kesekolah, Itachi-nii." jawabku kesal.
"Sekolah? Kau lupa, ini hari apa?"
"Hah?" dengan cengo dan tampang !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!, aku melihat ke layar hp-ku. Saturday, xx-x-xxxx
"Aaaarrrrggghhhh!" teriakku frustasi. Bagaimana tidak? Aku kira aku akan kena omel gara-gara terlambat, faktanya hari ini L-I-B-U-R.
"Itachi-nii! Kenapa kau tak memberitahuku sejak tadi!" teriakku sembari melemparkan taS ke arahnya.
"Hahaha!" ledeknya dengan tawa dan menghindari tasku, "Salah siapa, hah? Kau sendiri kan, yang langsung terburu-buru berangkat?"
"Huh!" dengan kesal aku kembali ke kamarku. Sekilas, aku melihat tou-san dan kaa-san yang terkikih geli.
'Pagi yang buruk!' umpatku dalam hati.
TAMAT (?)
|
| | | AgoessNaruto Robot Forum Bot
Join Date: 16/05/2009 Lokasi: AgoessNaruto Office Comments: Bot's for help you in Forum AgoessNaruto
| | Neivf木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
Posting : 735 Join date : 09.03.12 Age : 28 Lokasi : your heart
Databook SayaWhatsApp/Handphone Number: PIN BBM/LINE ID: Kontak Lain:
| #2Subyek: Re: Cerpen ala Naruto and friend's 13/5/2012, 2:28 am | |
| selamanya Cip cip cip Sinar matahari menerobos melalui celah-celah tirai kamar seorang pemuda berambut biru dongker. Ia hanya menggeliat sesaat sekadar menanggapi sambutan selamat pagi dari sang mentari. Tak lama kemudian, ia sudah tenggelam di balik selimutnya. Cklek! Mendengar seseorang yang mendekatinya, rasa malasnya semakin menjadi-jadi. Ia tahu siapa yang datang. Sudah 5 tahun ia bersikap seperti itu. Ia tak bosan, begitu pula dengan wanita yang kini duduk di sampingnya. Benar-benar malas untuk bangun. Bahkan jika bisa, ia tak ingin bangun dan menarik wanita disampingnya untuk kembali ke pelukannya. Ia akan benar-benar melakukan itu jika bukan karena takut tak diacuhkan oleh wanitanya karena ia berani menyeretnya ke tempat tidur lagi. "Tuan Uchiha..." Panggilnya dengan kelembutan, "Aku tahu Anda sudah bangun. Ini sudah cukup untuk bangun siang di hari libur." "Hn..." Ia menjawab dengan nada seolah-olah malas membuka mata. "Aku tahu Anda sudah bangun. Baiklah. Itu berarti Anda melewatkan makanan kesukaan Anda." Godanya. "Eh?" Lelaki itu menyingkap selimut dr wajahnya. Masih berpura-pura malas untuk bangun. "Hm?" Wanita itu tersenyum dengan nada tanya. "Baiklah, aku bangun. Tapi...bisakah aku mendapatkan itu?" "Lima tahun bersamamu, tak mungkin aku tak hafal kebiasaanmu, tuan Uchiha." Ucapnya lalu mengecup singkat bibir tuan Uchiha di depannya. Si Uchiha tersenyum sesaat. "I love you...my lovely..." "Love you too..." Balas wanita itu. Wajah yang tampak dingin jika di mata orang lain itu, tampak ramah jika di depan wanitanya. Senyumnya, tak ia berikan ke sembarang orang. Kehangatan sikapnya, hanya pada wanita yang ia cintai. Ia tak peduli pada wanita-wanita di luar sana yang memuja ketampanan dan sikap cool- nya. Ia tak peduli pendapat wanita lain. Hanya peduli pada pendapat wanitanya. Ia akan menjadi dingin seperti musim salju di depan wanita lain, tapi menjadi sehangat musim semi ketika di depannya. Ia adalah laki-laki yang angkuh untuk wanita lain, tapi begitu romantis untuk nyonya Uchihanya. Ia pun beranjak dari tempat tidurnya. Melangkah menuju kamar mandi, meninggalkan nyonya Uchiha merapikan tempat tidurnya. Setelah itu, ia bergegas menuju ruang makan. Nyonya Uchiha, dan nona Uchihanya sudah menunggunya sedari tadi. "Tou-chan malas! Huh!" Protes si Nona Uchiha sembari menggembungkan kedua pipinya. Gemas. Itulah yang ada di benak Sasuke. "Hukum tou-chan, Hikari." Timpal Hinata, sang Nyonya Uchiha diiringi tawa kecil. "Wah, rupanya tuan putri-tuan putriku berencana menghukumku ya, hm?" "Huh!" Lagi, Hikari menggembungkan kedua pipinya. "Hikari saja sudah bangun dan membantu kaa-chan." "Benarkah?" Sasuke tersenyum. "Iya!" Hikari menjulurkan lidah, menanggapi candaan ayahnya. "Pintar sekali putri ayah." Sasuke tersenyum tulus pada gadis berusia 3,5 tahun di depannya. "Sudah, sudah. Ayo makan. Kalau dingin, tidak enak loh." Sela Hinata. "Selamat makan!" Ucap keluarga Uchiha itu. Begitu hangat atmosfer diantara mereka. Hinata, sudah menikah selama 5 tahun dengan Sasuke dari keluarga Uchiha setelah berpacaran hanya dalam waktu 1 minggu. Singkat bukan? Mereka pun dulu kenal karena ketidaksengajaan. Lima tahun lalu, Sasuke bertemu Hinata saat acara festival kembang api. Saat itu Hinata tengah mencari-cari Hanabi, adik kandungnya, yang tersesat. Saat tengah mencari-cari, tiba-tiba saja tangannya ditarik oleh seseorang. Ia berusaha menarik diri, namun gagal. Laki-laki itu terlalu kuat. Ditambah lagi suasana yang ramai dan karena kimono yang ia kenakan. Tiba di depan sebuah salah satu penjual, barulah laki- laki itu berhenti. "La- eh?" Sasuke tak jadi melanjutkan kata- katanya begitu melihat seorang gadis tak dikenal terengah-engah di depannya. "Kau siapa?" Tanya Sasuke dengan tampang innocent- nya. "Kk...kau yang si...hah..apa?" Jawab Hinata, "Kau tt...tiba-tiba saja menarikku!" Hinata kesal. Tapi ia hanya bisa tertunduk menyembunyikan rona merahnya. Sedangkan yang ditanya justru bengong. Sasuke masih mengamati gadis bermata lavender itu. Wajahnya yang mungil terbingkai beberapa helai rambut indigonya, sedang yang lainnya dijepit ke atas di belakang. Cantik. Pikir Sasuke. Karena tak kunjung menjawab, akhirnya Hinata meninggalkan Sasuke dan kembali mencari Hanabi. Sasuke pun tersadar dari lamunannya. Namun terlambat, gadis itu sudah hilang ditelan kerumunan orang yang memadati festival. Ia pun teringat hal yang harus dilakukannya. Mencari Sakura, saudara tirinya, yang hilang karena dia salah menarik orang. Penasaran akan gadis itu, Sasuke mencari tahu. Bukan hal yang sulit. Tak berapa lama, ia sudah dapat menemukan Hinata. Ternyata ia seorang guru TK di TK Himawari yang tak jauh dari tempat kerjanya. Jatuh cinta pada pandangan pertama. Itulah yang dirasakan Sasuke. Selama satu minggu, ia berusaha mendekati Hinata. Niat dan sikap baiknya, untung saja ditanggapi dengan baik pula oleh Hinata. Entah karena apa, lambat laun ia juga jatuh hati pada Sasuke. Tepat seminggu setelah usahanya mendekati Hinata, Sasuke melamarnya. Diwakili setangkai mawar merah dan sebuah cincin, Sasuke melamar Hinata untuk menjadi istrinya. Ya, istri, bukan pacar. Sasuke sudah benar-benar jatuh hati pada sosok Hinata. Dia tak peduli meski baru mengenal gadis itu sebentar. Ia hanya peduli, ia tak ingin kehilangan gadis itu. Butuh waktu beberapa menit untuk Hinata menerima lamaran Sasuke yang mendadak itu. Tapi tetap saja, akhirnya jari manis Hinata dihiasi cincin dari Sasuke. Bagi Sasuke, cinta bisa dijalin setiap waktu. Hatinya benar-benar sudah terpaut pada bidadari itu. Ia tak ingin kehilangan Hinata. "Sasuke, tadi Naruto menelfon. Dia mengajakmu keluar." Ujar Hinata sembari membereskan meja makan. "Hn. Mau apa si baka-dobe itu?" "Mungkin saja dia ingin sekadar berbicara dengan sesama pria." "Baiklah, aku akan menghubunginya nanti." "Oh iya. Sasuke..." "Hn?" "Nanti aku ke rumah Ino, dia memintaku untuk membantunya bersiap." "Pertunangannya dengan Sai? Perlu aku antar?" "Iya. Eh...tak usah. Aku bisa sendiri," Hinata pergi ke dapur yang tak jauh dari ruang makan. "Hikari, nanti main di rumah Obaa-san dulu ya?" "Baa-chan? Ya, Hikari mau!" Sahutnya kegirangan. "Baiklah, nanti kaa-chan antar." "Hinata, aku pergi pukul 8." "Iya, Sasuke. Tapi jangan lupa kau mandi..." Goda Hinata dengan sedikit tawa kecil, "Jika tidak, Naruto harus memakai masker seperti Kakashi." "Hn? Apa kau sedang mengejekku, Nyonya Uchiha?" Ucap Sasuke, yang entah sejak kapan, tangannya sudah melingkar di pinggang Hinata. Hinata memang sudah terbiasa atas tingkah Sasuke yang sering mengagetkannya. Walaupun sudah terbiasa, ada satu hal yang tak akan pernah hilang darinya, yaitu rona merah yang selalu menghiasi wajahnya setiap Sasuke memperlakukannya dengan mesra. Meski itu hanya sebuah pelukan seperti sekarang ini. "Dasar kepiting rebus," goda Sasuke setelah meninggalkan sebuah kecupan di pipi Hinata, dan tentu saja membuat wajah Hinata semakin merah, "Aku pergi dulu ya...Hinataku." Bisik Sasuke dengan nada mesra. "Ii...iya..." Jawabnya yang masih belum melepas dari rona di wajahnya. Tapi sebelum Sasuke sempat membuka pintu, Hinata menarik bajunya dari belakang. "Ada apa, Hinata, hm?" Tak menjawab, Hinata tiba-tiba mengecup singkat pipi Sasuke. Membuat Sasuke keheranan. Tentu saja ini bukan kebiasaan. Jarang sekali Hinata memberinya ciuman atas kemauannya sendiri. "Hati-hati di jalan ya?" Pesan Hinata. Sasuke tersenyum, "Iya," Ia membuka pintu, "Kau juga, Hinata." Sepanjang perjalanan Sasuke masih teringat perlakuan Hinata tadi. Senyuman geli, senang, dan rasa heran bercampur. Ia lalu membawa mobilnya melaju ke kediaman Uzumaki. Hari ini ia diajak si pirang itu membicarakan sebuah bisnis dan pasti sedikit pembicaraan antar lelaki. Apa itu? Author juga tak tahu, karena bukan laki- laki...hehe *diinjek-injek*. Sasuke memacu mobilnya dengan kecepatan sedang. Tiga puluh menit kemudian, ia sudah sampai di depan kediaman Uzumaki. Naruto pun juga sudah menunggunya. Setelah Naruto masuk ke mobil, mereka melaju ke tempat tujuan. Rupanya mereka pergi ke sebuah cafe yang berada di dekat bukit. Suasana yang nyaman untuk mengistirahatkan pikiran meski sambil membicarakan bisnis. Duk! Sebuah suara yang mengisyaratkan mobil Sasuke menabrak sesuatu, membuat Sasuke melihat kaca spion. Rupanya ia menabrak sebuah pohon saat terlalu mundur memarkir mobilnya. Setelah sedikit memajukan mobil, ia turun untuk mengecek bagian belakang mobilnya. Untung tak apa. Tapi perhatiannya justru lebih tertuju ke bawah, pada ban mobilnya. Rupanya, ban mobil Sasuke berada tepat di sedikit semak lavender, dan membuat beberapa lavender itu patah. Deg! Tiba-tiba ia teringat pada si mata lavender. Sejenak perasaannya menjadi cemas. Tapi segera ia menyingkirkan perasaan itu. "Ada apa, teme?" Tegur Naruto. "Tak apa." Mereka lalu mengambil sebuah tempat di beranda kafe. Empat jam sudah cukup lama bagi 2 pria itu untuk membicarakan masalah serius. Sebenarnya kali ini Naruto ingin meminta pertimbangan Sasuke. Ia ingin memberikan kejutan untuk istrinya, Sakura yang juga merupakan adik tiri Sasuke, 2 minggu lagi di peringatan ulang tahun pernikahan mereka yang ke-5 tahun. "Hei, teme! Bagaimana kalau kita memberikan kejutan untuk Sakura dan Hinata bersamaan?" Usul Naruto tiba-tiba. "Hn?" "Ulang tahun pernikahan kita jatuh di hari yang sama, kita beri saja kejutan bersamaan." "Hn..." Sasuke berpikir sejenak, "tak buruk, kupikir. Baiklah, aku setuju." "Bagus!" Dengan gaya ala bapak-bapak, *digeplak NaruSasu* eh gaya ala pria dewasa, mereka mulai mendiskusikan kejutan untuk istri mereka. Ya, mereka ingin memberikan hal spesial untuk bidadari masing-masing. Tak terasa matahari sudah condong ke barat. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang. Ketika mengemudikan mobilnya, Sasuke tampak gelisah. Perasaannya makin tak karuan. "Hei, teme! Kau kenapa?" "Tak apa, dobe." Ujar Sasuke yang tiba-tiba menepikan mobil di dekat sebuah perempatan jalan. Ia mengambil handphone di sakunya dan menghubungi rumah ayahnya. Ia menanyakan Hikari, namun ayahnya mengatakan bahwa Hikari baik-baik saja. "Hinata..." Ia pun segera menghubungi Hinata. "Moshi moshi?" Sapa suara di seberang telfon. "Hinata, kau dimana?" "Aku di sebuah toko sedang menemani Ino. Ia bingung sekali memilih aksesoris." "Hn. Ya sudah, hati-hati, Hinata." "Iya..." Sasuke menghela napas panjang. Seakan baru lepas dari sebuah kesulitan. "Teme?" "Tak apa, dobe." "Dari tadi kau tampak aneh. Ada masalah?" "Hn. Perasaaku hanya sedikit tidak nyaman." "Aku saja yang mengemudi. Kau istirahatlah." "Hn." Mereka pun keluar dari mobil dan bertukar posisi. Mengemudi dengan kondisi seperti itu, memang tidak baik bagi Sasuke. Ckiiit! Brakk! Tiba-tiba terdengar suara keras dari arah belakang. Spontan Sasuke menoleh ke arah sumber suara. Rupanya terjadi sebuah kecelakaan. Orang-orang tampak berkerumun, mencoba membantu. Awalnya Sasuke ingin tak peduli, tapi ia tiba-tiba melihat sosok wanita berambut panjang. "Ino...Hinata!" Ia segera berlari ke arah kerumunan itu. Begitu menerobos dinding manusia di depannya, tubuhnya kaku seketika. "HINAATAAAAA!" Tanpa aba-aba, ia membawa wanita yang beberapa detik lalu tergeletak di jalan setelah tubunya terhempas karena ditabrak sebuah mobil. Degub jantungnya semakin cepat. Aliran darah Sasuke juga seakan mendesir lebih kencang. Air matanya sudah tak terbendung lagi. Ia membawa...Hinata, wanita yang menjadi korban itu, ke mobilnya. "Dobe! Cepat ke rumah sakit terdekat! CEPAAT!" "Ii...iya, teme." Naruto melaju kencang di jalanan. Ia tak henti- hentinya membunyikan klakson membelah jalanan. Sasuke di belakang, mendekap erat Hinata yang sudah berlumuran darah. "Hinata! Bertahan! Bertahanlah! Kumohon..." Sasuke semakin erat mendekap Hinata. "Sasu...ukh...Sasuke..." "Sudah, diam saja kau!" Ia membentak pelan pada Hinata. "Sa...sasu..." Hinata tampak kesulitan berbicara. "Ya...Hinataku?" Sasuke semakin tak bisa membendung air matanya. "Aishiteru..." Ucap Hinata seakan itu terakhir kalinya ia bisa mengungkapkan rasa cintanya. "Aishiteru yo..." Perasaan Sasuke semakin tak karuan. Setibanya di rumah sakit, Naruto segera memanggil paramedis untuk menolong Hinata tanpa perintah. Sasuke membaringkan Hinata di tempat tidur di ruang ICU. Ingin menemani Hinata. Tapi ia tak mendapat izin. Tak henti- hentinya ia mondar-mandir di depan pintu ICU. "Teme, tenanglah..." "Bagaimana aku bisa tenang? Itu terjadi di depan mataku, tapi aku tak bisa menghindarkannya dari bahaya!" "Itu diluar kuasamu, teme." "Aku benar-benar suami yang tak berguna! Arrgghhh!" Sasuke menjambak frustasi rambutnya. Dinding di hadapannya pun tak luput dari lampiasan kekesalannya pada dirinya sendiri. Ia merasa gagal. Hinata celaka di depan matanya, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. "Tuan Uchiha?" Tanya seorang dokter yang baru keluar dari ruang ICU. "Ya?" Sasuke bergegas menghampirinya. "Silahkan masuk. Yang lain, mohon tunggu diluar." Sasuke bergegas memasuki ruangan. Tak jauh dari pintu, ia melihat istrinya terbaring lemah. Ia mendekati Hinata dan duduk di samping wanita itu. "Hinata..." Panggil Sasuke lemah. "Hm...kk...kau cengeng, Sasuke..." Sasuke membelai lembut pipi Hinata. Diciumnya kening Hinata. Lagi, air mata meleleh di pipi Sasuke, "Ma...af..." Hati Sasuke semakin sakit, "Aku...aku tak bisa menjagamu...hikss..." "Sasuke...bisakah aku mendapat sebuah pelukan?" "Tentu..." Sasuke merendahkan tubuhnya dan mendekap Hinata, "Apapun untukmu..." "Jaga dirimu dan Hikari baik-baik ya, Sasuke?" "Diam! Jangan bicara seperti itu." "Tapi..." "Tidak ada kata tapi! Kau sudah janji akan menemaniku. Kau tak boleh ingkar janji..." "Nghm.. Iya..." Jawab Hinata. Lalu Sasuke merasakan tangan Hinata membalas pelukannya, "Maaf..." Ucap Hinata lirih. Tapi tak sampai ke telinga Sasuke. "Aku mencintaimu. Tak akan aku biarkan kau mengingkari janjimu," Sasuke tercekat, "Kau pasti akan baik-baik saja, Hinata. Pasti!" "Uhm..." "Kau harus! Aku tak bisa kalau tak ada kau." Sasuke mempererat dekapannya, "Aku sangat mencintaimu. Aku tak ingin sendiri..." Dekapan Hinata melemah, "Aku mengantuk, Sasuke..." "Tidak!" Sasuke melihat monitor Kardiograf, "Jangan, kumohon. Tidak...! Dokter!" Terlambat. Sesaat sebelum dokter menyentuh Hinata, monitor yang memantau detak jantung Hinata sudah menjadi garis lurus. Alat pacu jantung pun sudah tidak bisa memberikan harapan untuk wanita berambut indigo itu. "HINAAATAAAA!" Sasuke kembali histeris. Ia mendekap erat-erat tubuh Hinata, "Bangun, Hinata! Kau pasti bercanda, kan? Bangun, Hinata!" Hanya suara Sasuke yang memenuhi ruangan itu. "Tou-chan..." Hikari mendekati Sasuke, "Kaa-chan?" Tanya Hikari yang entah mengapa air mata membasahi pipinya. Sasuke kembali memeluk erat Hikari, "Ma...af, Hikari..." Desis Sasuke. Hanya maaf. Hanya kata maaf yang Sasuke bisa ucapkan untuk mewakili rasa bersalahnya, kesedihannya, juga merasa !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!! atas dirinya. Sedangkan Hikari, ia hanya bisa terdiam. Sejak Hinata disemayamkan sampai dimakamkan, ia tak menampakkan diri. Ia tak mampu menatap tubuh rapuh istrinya yang kini terbujur kaku itu. Kesedihan dan rasa bersalahnya terlalu egois untuk bisa membuat Sasuke mengalah melepaskan wanita itu. Dua minggu kemudian... Hari ini, tepat dua minggu setelah meninggalnya Hinata. Hari ini pula, tepat lima tahun ia dan Hinata hidup bersama, andai Hinata masih di sisinya. Greek.. Sasuke mengambil sesuatu dari dalam laci. Ia berjalan tanpa semangat hidup meninggalkan kamarnya. Tak ada orang yang ia jumpai ketika mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan. Hening. Sepi. Sunyi. Tak acuh, ia melanjutkan langkah. Cuaca tampak mendung seperti akan turun hujan. Lagi-lagi ia tampak tak acuh. Ia berjalan ke tempat istrinya. Makam. Lima belas menit kemudian, ia sudah berdiri di depan sebuah nisan. Ia meraih sesuatu dari sakunya. Rupanya sebuah kalung. Ya, rencananya itu adalah hadiah kejutan untuk Hinata. Sasuke meletakkan kalung itu di depan nisan Hinata. "Selamat hari ulang tahun pernikahan kita yang ke-5, Hinata..." Ucap Sasuke dengan senyum miris. Ia lalu diam. Hingga hujan turun, ia tak beranjak dari tempatnya. "Aku mencintaimu. Aku membutuhkanmu. Tapi kau meninggalkanku. Sendiri." Rutukan kesedihan masih menyelimuti sang Uchiha. Sendiri. Separuh napasnya bagai diambil paksa. Belahan jiwanya telah diambil kembali. Tapi mau tak mau, ia harus menerima itu. *** omake: Rintik hujan masih setia menemani sosok lelaki yang tengah terdiam di depan makam itu. Uchiha Hinata Sebaris nama yang mampu membuat air matanya meleleh seketika. Wanita indigo itu, kini tak ada disisinya lagi. Tak akan ada lagi senyuman hangat dan kecupan mesra setiap pagi. Tak akan bisa ia lihat lagi rona merah di pipi wanita yang paling ia cintai. Tak akan ada lagi yang selalu menenangkannya saat ia tengah tertelan emosi. Dan...tak ada lagi sosok yang selalu ada untuknya. Perlahan ia mendekat. Dikecupnya batu nisan itu, "You are the first and the last. Love you forever..." Ya, tak akan ada pula yang mampu menggantikan wanita itu dihatinya. Lelehan dari matanya kini bercampur air hujan yang semakin deras. Hari pun semakin gelap. Tapi tak se-inchi-pun ia berniat beranjak dari tempat itu. Tak peduli meski dingin menyelimutinya. Tak seberapa jika dibandingkan dinginnya tubuh wanita yang ia dekap di terakhir kali kesempatannya. Begitu dingin. "Kami-sama, kini Kau telah meminta dia kembali," ia mengatur napasnya yang tersengal, "tapi kuharap, dia masih bisa hadir di hidupku." Air matanya semakin tak terbendung. Begitu berat dirinya melepaskan orang yang begitu ia cintai. Tap tap tap Terdengar suara langkah kecil berbarengan dengan kecipak air yang semakin mendekat ke arahnya. "Tou-san..." Panggilnya pelan pada lelaki yang masih bergeming di tempatnya itu, "Tou-san..." ulangnya. Bukan karena tak mendengar, tapi karena ia sudah tau siapa yang memanggilnya. Tak lama ia tak merasakan lagi tetes hujan. Rupanya sebuah payung menghalanginya. Ia menoleh. Ditatapnya gadis kecil itu. Dibelainya dengan sayang pipi mungilnya. Dalam hitungan detik, gadis kecil itu tenggelam dalam pelukannya. "Tou-san jangan menangis," ia balas memeluk, "Nanti Kaa-chan sedih." Ucapnya penuh kepolosan, namun terdengar seakan ia tau semuanya. "Iya, Hikari." Kini senyum lembut menghiasi wajah stoicnya. 'Kami-sama, ternyata kau tak mengambil ia sepenuhnya. Aku lupa masih ada Hikari. Sosoknya yang persis seperti ibunya. Mata lavendernya, senyum hangatnya, juga kelembutan tutur katanya.' Batinnya. "Tou-san, ayo pulang. Tou-san bisa sakit." "Iya..." Dan ia pun beranjak dari tempatnya. "Kaa-san, Hikari dan tou-san pulang dulu ya..." Lelaki itu hanya tersenyum kecil. "Ayo, Hikari!" "Iya!" Mereka pun berjalan pergi. Lelaki itu kini merasa lebih baik. Masih ada Hikari, cahaya cinta mereka berdua. Ia harus bisa bangkit kembali, dan menjaga Hikari. "Kaa-san juga mencintai kalian..." Ucap seorang wanita berambut indigo dari makam itu tadi. Kedua orang yang ia cintai, selalu mencintainya. Sebuah senyuman hangat terlukis di wajahnya. Dan sosoknya pun menghilang bersamaan dengan berhentinya hujan. ~OwAri~
|
| | | AgoessNaruto Robot Forum Bot
Join Date: 16/05/2009 Lokasi: AgoessNaruto Office Comments: Bot's for help you in Forum AgoessNaruto
| | Neivf木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
Posting : 735 Join date : 09.03.12 Age : 28 Lokasi : your heart
Databook SayaWhatsApp/Handphone Number: PIN BBM/LINE ID: Kontak Lain:
| #3Subyek: Re: Cerpen ala Naruto and friend's 15/5/2012, 5:54 am | |
| jemput aku sasuke By: khanief malam yg dingin ini sakura tiba2 menelpon sasuke yg sedang sibuk bekerja.. Sakura pulang dari jakarta karena menghadiri gathering bersama anak2 FAN.. Ia telah sampai di airport.. Kemudian ia menelon sasuke..
Pukul 19:15 ditelepon.
Sakura: sayang..Aku sudah di airport.Kamu jemput aku ya?
Sasuke: kamu sdh ada di airport?kok gak ngabarin dlu sih? Aku lmbur ni,ada kerjaan penting yg harus aku selesaikan..mungkin 2 jm lg bru selesai..
Sakura: gpp sayang,aku tungguin..
Sasuke: lagian kamu pulang kok mendadak,gag ngasih tau lagi!!.
Sakura: maaf sayang, kakak lg diluar kota,mama lagi gag enak badan, Lagipula pengennya yg pertama kali aku liat itu kmu..Maaf kalo aq nyusahin qm..
Sasuke: iya gpp,tunggu 2 jam lagi ya .. 1 jam kemudian..
Sakura: halo sayank, blom selesai ya kerjaannya?
Sasuke: gimana mau selesai kalo kamunya nelpon mulu! Udah ya tunggu sejam lagi, bye!
Sakura: hallo sayang..Yah.....Udah dimatiin.
Melihat hpnya terus berdering panggilan dr sakura,dia pun mematikan hpnya.. Pukul 22:00 setelah pekerjaannya selesai sasuke pun langsung menuju bandara tanpa mengaktifkan hpnya terlebih dahulu. Sesampainya dibandara dia mencari sakura, tapi gak ditemukan. Lalu dia m'aktifkan hpnya ada 5 sms yg diabaikannya.. Sasuke menelpon sakura dan hpnya pun sudah gak aktif lagi.
''kalo hanya gag dijemput, kenapa mesti marah sampai mematikan hp sih!"Gerutunya..
Sasuke pun menuju rumah sakura namun tak ada orang, dia ingin melangkahkan kakinya pergi namun, terhenti ketika ambulance datang..
Kakaknya sakura :kemana saja kamu! Penjahat itu sudah menusuk adikku. Dia nungguin kamu, bukan nungguin kematiannya! berkali kali aku memintanya pulang, tapi dia tetap bersikeras nungguin kamu.. Kalo gini jadinya, siapa yg kehilangan dia, bkn kmu,tapi kita semua ..
Sasuke pun hanya diam mematung tanpa suara.. Dibacanya cmz dr sakura..
20:25 sasuke sayang koq hpnya dimatiin?
20:30 sayang, belom selesai ya?
20:40 sayang ada yg merhatiin aq terus..
20:45 aku takut, kamu dimana sayang?
20:50 ya sudah aq pulang sendiri, sebenarnya aku pulang cuma mau ngucapin happy anniversary untuk kita, makanya gak mau dijemput siapapun.. Makasih sasuke untuk waktu 2 tahunnya. I Love U, maafkan aku sasuke.
Owari (the end)
|
| | | AgoessNaruto Robot Forum Bot
Join Date: 16/05/2009 Lokasi: AgoessNaruto Office Comments: Bot's for help you in Forum AgoessNaruto
| | Neivf木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
Posting : 735 Join date : 09.03.12 Age : 28 Lokasi : your heart
Databook SayaWhatsApp/Handphone Number: PIN BBM/LINE ID: Kontak Lain:
| #4Subyek: Re: Cerpen ala Naruto and friend's 16/5/2012, 8:12 am | |
| Make him smile, Naruto! Make him smile! Tittle: Sasuke, Senyum! Disclaimer: Masashi Kishimoto Pair: Namikaze Naruto x Uchiha Sasuke Status: Complete Length: word(s), oneshot Genre: Romance Warning's: Don't like?Don't Read!
Happy reading!
Adalah sebuah peristiwa tak lazim mendapati salah satu rumah di jantung kota Konoha ini dalam keadaan sunyi. Padahal magnet kerusuhan sedang menapakkan kaki dalam rumah itu. Ya, siapa lagi kalau bukan Namikaze Naruto? Pemuda yang telah lahir ke dunia dua puluh satu tahun yang lalu itu kini sedang duduk di sofa lembut dalam ruang tamu rumahnya—ia dan kekasihnya. "Teme, mau makaan~" Nah, sudah terdengar lagi suaranya setelah beberapa waktu lalu rumah sederhana—dalam pengukuran seorang dengan garis keturunan Namikaze— dilanda kesunyian. "Fungsi tubuhmu belum mati. Buat sendiri." Seseorang di sebelahnya berujar dengan nada menyebalkan. Majalah teknologi edisi terbaru tampak lebih menarik atensinya daripada makhluk kuning di sampingnya. "Biasanya 'kan kau yang memasak. Lagi pula aku lelah sehabis pulang dari praktek di klinik, Teme." Naruto menyandarkan kepalanya di pundak sang kekasih yang telah menemaninya selama dua tahun hidupnya. Mencoba merayu kekasih tercintanya yang telah jatuh dalam tingkatan mood paling rendah. "Bukan urusanku. Lagi pula siapa yang mau makan?" "Tapi 'kan itu kewajibanmu sebagai istriku." –Patut dipertanyakan pernyataan yang satu ini. "Kau saja bisa mengurus orang lain. Mengapa tak bisa mengurus dirimu sendiri? Tidak usah jadi dokter." "Eh? Lho, mengapa membawa-bawa pekerjaanku? Kau juga yang setuju 'kan?" "Hn." Sebuah majalah berhalaman tebal mendarat di wajah kecokelatan milik Naruto. Majalah… 275 halaman. Bagaimana tidak sakit? "Teme!" Naruto menggeram, mencoba dengan keren untuk merobek buku itu agar menjadi dua bagian. Namun apadaya, hasilnya tangannya malah memerah karena tidak kuat. Dasar !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!. Mungkin memang benar, emosi hanya menyakitkan diri sendiri. Jangan mencoba jadi keren kalau tak mampu. "Apa? Apa?" Sasuke menjawab dengan nada sedkit sewot. Terlalu terlihat ia menahan sesuatu. Di tangannya telah tergenggam erat sebuah gelas kaca yang tadinya ingin ia minum isinya "Kau itu kenapa, sih?" Naruto berujar lembut dengan sorot mata heran melihat seorang Uchiha Sasuke yang biasanya tenang kini menjadi agak tak terkendali. "Tanyakan saja pada jas milikmu dengan harum parfum wanita yang sangat menyengat itu. Juga dengan mawar putih di saku kiri jas putihmu. Dan cokelat warna merah muda di saku kanan jasmu." Dengan sekali sentak sang pemilik helai raven itu berdiri dan berjalan terburu lalu— BRAK! —salah satu engsel pintu terpental hingga sampai di sofa tempat Naruto duduk sekarang. "Kau kenapa lagi, Teme sayang? Memang ada benda- benda itu di jasku? 'Kan yang pernah memegangnya hanya kau dan aku." Naruto merosot lemas. Ya, dia memang tidak pernah suka miliknya dipegang-pegang atau disentuh oleh orang lain selain kekasih dan orang tuanya. Dan hari ini jadwalnya jas putih itu dicuci, jadi ia membawa barang itu pulang. Lalu apa masalahmu, Sasuke? Sekarang 'kan jasnya sudah ada di mesin cuci. Bagaimana aku melihatnya? Naruto mendengus frustasi. Ingatannya berputar keras berusaha mengingat tentang apa yang telah dilakukannya hari ini hingga kekasih tercantiknya itu nampak berwajah merah menahan amarah. Ia hanya memeriksa pasien, lalu tersenyum pada pasien, menuliskan resep pada pasien, lalu— AH! Menerima cokelat dan bunga dari pasien, lalu memberikan pelukan pada pasien. Naruto menghela napas lemas. Pantas saja Sasuke mencapai tingkat mood terendah begitu. Dan mengapa aku baru mengingatnya? Naurto menjerit dalam hati. Sasuke yang sudah seperti ini terlalu sulit dan butuh banyak ide untuk menariknya keluar dari kamar mereka dan menjelaskan semuanya. Ia sudah kehabisan ide dan tenaga untuk membuat Sasuke tersenyum dan keluar dari kamar hari ini. Bengkel manusia—klinik— yang merupakan tempat prakteknya menerima banyak pasien hari ini. Dan ia juga sedang malas berpikir—kapan ia pernah rajin berpikir? Biarlah. Besok juga akan kembali seperti semula—dan ia pastikan sofa akan menjadi tempat tidur ternyaman untuk malam ini. . . Langkah kakinya yang tegap terdengar menggema di dapur kosong rumah mereka—biasanya Sasuke yang ada di sana untuk membuatkannya makanan hangat dan sungguh lezat. Ia tersenyum kecut mengingat kekasihnya yang mungkin sedang mengeluarkan boneka voodoo untuk mengutuknya. Ia membuka lemari pendingin yang terletak di dekat lemari tumpukan piring, mengeluarkan sebotol besar jus jeruk dan menuangnya ke gelas yang sudah ada dalam tangannya. Kemudian duduk di keramik dekat kompor dan meminum sari menyegarkan itu. Matanya meneliti ke seluruh pelosok dapur. Rapi. Tidak mungkin begitu jika bukan Sasuke yang merawat dapur ini. Safir biru itu berhenti bergerak dan bertumpu pada satu tempat silinder di pojokan dekat kompor. Tempat sampah. Bukan, bukan silindernya itu yang menarik. Melainkan sampah yang ada di dalamnya, yang baginya tak pantas dibuang. Ia berjalan mendekati tempat silinder itu. "Dasar si !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!! itu. Sembarangan saja, ya. Yang benar saja, mengapa cokelat dan bunga dibuang—" Ia langsung tersedak dan menyemburkan jus jeruk yang ada dalam mulutnya begitu menyadari inilah 'sampah' yang menyebabkan Uchiha Sasuke melempar buku dengan ratusna halaman ke wajahnya. Cokelat berbentuk hati, diikat dengan pita merah muda. Dan sebuah bunga mawar putih yang sudah terpisah-pisah antara kelopaknya dengan tangkainya —pasti dihancurkan Sasuke. Terlintas sebuah pemikiran untuk meredakan amarah kekasihnya. Sasuke membating dirinya ke ranjang nyaman di kamar miliknya—dan milik Naruto juga. Rasanya ingin meremas, meremukkan, membuang sesuatu. Tak puas hanya bunga dan cokelat itu saja yang ingin ia lenyapkan. Tapi juga jas praktek Naruto yang walau sudah diberikan takaran 10 tutup botol pemutih pakaian agar bau parfum wanita itu hilang. Ia memang seperti ini. Dalam hati ia sadar kalau ia memang terlalu egois untuk bertanya terlebih dahulu, bagaimana dua benda dan satu aroma itu bisa ada di jas Naruto. Tapi –ia benci mengakui ini— inilah dia. Ia jarang bisa berpikir jernih untuk makhluk kuning berjalan itu. Sasuke menutup wajahnya dengan bantal, ia menghela napas pelan. Kendalikan dirimu, wahai Uchiha yang Terhormat. "Sasuke." Ia menyingkirkan bantal untuk menajamkan pendengarannya. "Sasuke, buka pintunya. Aku mau bicara." Ia bangun dan menatap pintu dengan datar. "Aku tahu kau mendengar, 'Suke. Aku mau bicara." Sasuke mendengus pelan, "Bicara saja." Naruto yang di luar sana menghela napas. Mereka bicara dengan pintu di antara mereka. "Sasuke, maafin Naruto, ya?" Sasuke menggerundel pelan, dikira iklan operator, kali. "Sasu-chan, tahu persamaannya antara kau dengan cokelat?" Sasuke mengernyit samar, "No. What?" Terdengar jawaban dari luar, "Sama-sama bisa meleleh." [1] "Apaan? Maksudmu?" Ia makin mengernyit. "Tapi itu juga berbeda, sih." Terdengar ketukan jari pelan, mungkin Naruto sedang berpikir dan itu makin memusingkan Sasuke. "Serius, Dobe." "Ah, 'kan kalau cokelat itu melelehnya dalam mulutku. Tapi kalau kau—" "Apa?" Sasuke bertanya tak sabar. "—meleleh dalam pelukan dan ciumanku." "BAKA!" Satu bantal mendarat indah menabrak pintu, telinganya sedikit memerah. Ia tahu Naruto sedang cekikikan di luar sana. "Hei, Teme, Teme, kau tahu tidak, mengapa pelangi itu hanya setengah?" Raut datar kembali menghiasi wajahnya, "Apa? Kau mau bilang karena setengahnya ada di mataku? Hah. Basi. Lagi pula mataku ini berwarna hitam. Bukan warna-warni seperti pelangi." Yang di seberang sana bungkam, Sasuke tersenyum penuh dengan aura kemenangan. "Temee, aku mau jadi lilin, ah. Nanti kau jadi apinya, ya?" Setelah beberapa menit terdengar lagi suara dari seberang. "Mengapa?" "Karena aku rela meleleh agar kau terus memancarkan cahayamu." Andai Naruto yang sedang cekikikan itu tahu kalau Sasuke sedang berusaha keras menahan senyumnya. "Hn. Biasa saja." Sasuke membuang wajahnya sambil memasang raut datar seolah tak ada raut merah yang bersemayam semu di kedua pipinya. Didengar Sasuke kalau ada tinjuan pelan di pintu berwarna cokelat penghalang mereka itu. "Aku 'kan sudah berusaha, baka Teme!" "Hn." Hening kembali meraja di antara mereka, "Dobe." Naruto mendongak menatap cokelatnya pintu, "Ya?" "Paman Minato seorang atlit lari 'kan?" Pemuda dengan kilat safir itu mengangguk pelan, "Iya. Kenapa?" "Tidak. Aku mengerti sekarang." "Apa?" Naruto mengernyit hingga tiga lipatan nampak di keningnya. "Pantas saja anaknya bisa membawa lari hatiku." [2] "T—TEME?" Rona merah itu berpindah dari latar putih ke cokelat. END |
| | | AgoessNaruto Robot Forum Bot
Join Date: 16/05/2009 Lokasi: AgoessNaruto Office Comments: Bot's for help you in Forum AgoessNaruto
| | Neivf木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
Posting : 735 Join date : 09.03.12 Age : 28 Lokasi : your heart
Databook SayaWhatsApp/Handphone Number: PIN BBM/LINE ID: Kontak Lain:
| #5Subyek: Re: Cerpen ala Naruto and friend's 18/5/2012, 5:57 pm | |
| genre: friendship. romance updet by: my hp title: Love you too, Naruto
#Sasuke Pov Dengan malas aku memarkirkan motor digarasi rumah. Tubuhku terasa sangat lelah sekali setelah seharian tadi mengikuti kuliah. Saat aku tiba, Hari beranjak malam. Seperti biasa, rumah sepi. Aku pun langsung masuk ke dalam rumah, hingga seseorang mengagetkanku di ruang keluarga. "Dobe!" teriakku saat melihat Naruto duduk diatas sofa sambil memakan sesuatu. "Eh Teme. Dirumah sedang tidak ada makanan, jadi aku mencarinya disini. Tadi aku menemukan ramen ini terus aku memakannya." Ucap Naruto polos. Aku hanya bisa menghela nafas. Sudah menjadi pemandangan yang wajar jika ia masuk rumahku tanpa permisi. Dia adalah Naruto, tetanggaku yang sudah kuanggap seperti Saudaraku sendiri bahkan mungkin lebih dari itu, kami telah bersahabat sejak kecil. Dia sudah sangat mengenalku dan juga keluargaku. "Kau baru pulang?" "Hn."sambil meletakkan tas disampingnya. "Tidak ingin mandi dulu?" tanyanya padaku. "Hn." Ucapku lalu beranjak ke kamar untuk mandi. Belum lama aku masuk kamar mandi, Naruto sudah meneriakkiku dari lantai bawah. "Temeee, ada telepooonn!" Aku mendengarnya, namun aku tak menjawab. "Nee Temee, apa boleh ku angkat?" teriaknya lagi. Lagi-lagi aku hanya diam. Sesaat kemudian aku keluar dari kamar mandi dan menemukan Hpku sudah diatas tempat tidur. Aku mengeringkan rambut dan tubuhku sambil berkaca didepan cermin. Wajahku hari ini benar-benar kusut. "Eh? Kenapa tidak ada suara dari lantai bawah? Apakah Naruto sudah pergi? Oh iya, HP ku?" batinku Lalu aku beranjak mengambil HP itu, kulihat ada 20 missed call dan satu sms masuk. Semuanya dari Sakura. Akupun membaca sms singkat dari Sakura. "Aku ingin kita putus." Glekk! Rasanya seperti disambar petir disiang bolong. Setelah dua tahun menjalani hubungan, apakah hanya dengan kalimat ini dia bisa mengakhirinya? Aku benar-benar tak menyangka. Aku tidak pernah menduganya. Hatiku mendadak sakit saat ini. Aku pun mencoba untuk menelepon Sakura namun, HP nya tidak aktif. Tanpa pikir panjang, aku langsung mengambil jaket dan juga kunci motor. Ingin sekali aku menanyakan apa maksud dibalik semua ini. Namun langkahku seketika berhenti saat aku mendapati Naruto berdiri tepat didepan pintu kamarku. Dia tersenyum lebar. "Temee. Kau mau pergi lagi?" Aku tak tahu harus menjawab apa. Yang jelas Naruto tak mengerti apa yang sedang kualami sekarang terlihat dari wajahnya yang nampak kebingungan. "Teme, kau tidak apa-apa kan?" kepalanya miring. Sepertinya dia mencurigai sesuatu. "Tidak Dobe , aku hanya ingin ke taman bermain. Kau mau ikut?" Dia tersenyum sangat manis. Demi Tuhan, senyumnya mampu membuat rasa kalutku mencair dalam sekejap. Kami berjalan kaki menuju kesana. Selama di jalan, Naruto terus menceritakan pengalamannya selama di sekolah tadi. Dan aku hanya mampu menjawabnya dengan "Hn" dan "Benarkah?" "Sasuke, apa kau masih ingat dulu aku pernah jatuh di ayunan itu?" "Hn." Jawabku singkat. "Teme. kau tidak lupa kan? Sebentar lagi aku akan tampil perdana bermain piano dalam festival sekolah nanti." "Hn Dobe. Aku tidak akan lupa" Jawabku lagi. Aku terdiam. Kali ini Naruto juga ikut terdiam. "Nee Teme, tadi ada temanku yang menghampiriku dan menyatakan cintanya padaku." "Benarkah?" "Ya, namun aku tak tahu harus menjawab apa. Dia terus mendesak agar aku mau menerimanya. Tapi aku tetap diam." Dia mengambil nafas sejenak, " aku benar-benar bingung, bagaimana aku bisa menerimanya sedangkan aku tak tahu apa itu?" Naruto menunduk lalu menoleh padaku, "Apa kau tahu, cinta itu apa?" Degh! Jantungku seperti berhenti berdetak saat itu. Pertanyaan Naruto benar-benar sesuatu yang tak ingin kudengar saat ini. Aku pun menjawab, "Kau tidak benar-benar bisa merasakannya sebelum kau merasakan sakitnya, Naruto." Naruto mengerutkan dahi. Sepertinya dia tidak mengerti. "Dasar Dobe." "Aku tidak !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!! Teme. Cuma bingung." "Yang namanya Dobe tetaplah seorang Dobe." "Terserah kau sajalah Teme." Semenjak saat itu, Sakura menghilang seperti ditelan bumi. Aku tak bisa menemukannya dimanapun. Tapi, hari ini nampaknya aku beruntung. Sepulang dari kuliah, aku melihatnya sedang berjalan di trotoar pinggir jalan. "Sakura!" panggilku dengan keras. Dia pun menoleh. "Jelaskan isi sms terakhir yang kau kirim padaku!" ucapku to the point. Aku benar-benar tidak sabar ingin mendengar penjelasannya sekarang juga. "Ikut aku." Dia menggandeng tanganku. Kami berhenti di sebuah gazebo pinggir jalan. Dia menatapku serius. "Aku sudah tidak tahan dengan hubungan kita yang diam-diam ini." Aku tersentak. Tak menyangka ia akan membahas tentang ini. "Kesabaranku sudah benar-benar habis sekarang." Ucapnya dengan tegas. "Kau bilang orang tuamu tak ada masalah." Katanya . "Namun kau terus melarangku datang ke rumahmu." Tambahnya lagi Aku menatapnya ragu. Kuharap dia tidak melanjutkannya. "Dan sekarang, aku tahu apa yang menjadi alasanmu Sasuke!" nada bicaranya meninggi. "Pemuda itu kan? Dia yang mengangkat teleponku sebelum aku mengirimkan sms padamu. Ya kan?" Kali ini jantungku berdetak sangat keras. Semua yang dikatakannya adalah benar. Aku memang tak pernah mengijinkan Sakura mengunjungi rumahku karena aku tak ingin ia berfikir negatif tentangNaruto . Malah sebaliknya, aku sangat takut Naruto akan menjauhiku jika ia tahu kalau aku sudah memiliki Sakura. Aku sangat menyesal tidak pernah mengungkapkannya. "Kau tidak perlu menjawabnya Sasuke. Aku sudah tahu kalau dugaanku memang benar." Nada suara Sakura mulai lembut. " Maaf jika aku tak pernah mengerti perasaanmu. Dan semuanya sudah berakhir sekarang." Katanya lalu memelukku kemudian dia pergi. Begitu sampai dirumah aku langsung pergi kekamark dan merebahkan diri diatas kasur dan mengistirahatkan pikiranku dengan tenang lalu aku pun membuka Hpku dan kulihat ada sebuah sms di layar HP. Dari Naruto "Acara Festival disekolahku akan dimulai sebentar lagi. Kasan dan Tousan tidak bisa datang karena sedang berlibue keluar kota .Hanya kau yang bisa kuharapkan." Sms itu dikirim 2 jam yang lalu. Astaga! Kenapa aku bisa melupakannya? Aku pun bangkit lalu pergi ke sekolah Naruto. Suasana disana sudah mulai sepi. Acara selesai beberapa waktu lalu. Aku tahu aku sangat terlambat. Aku pun bertanya pada salah satu temannya Naruto lalu dia menjawab "Aku tidak melihat dia tampil." Aku mulai panik. Kucari Naruto diseluruh penjuru sekolah. Apa benar dia tidak jadi tampil? Diluar dugaanku, aku justru menemukan Naruto di taman bermain saat perjalanan pulang. Dia masih terduduk di ayunan yang sama. "Naruto Uzumaki." Ucapku penuh sesal. Dia justru tersenyum manis menyambut kehadiranku lalu berkata. "."Hai Sasuke Ketika melihat wajahnya, aku tidak tahu harus bagaimana untuk menebus rasa bersalahku yang begitu besar. "Saat kau tidak menjawab telepon dan smsku tadi, aku sempat takut kalau ada sesuatu yang buruk terjadi. Hingga membuatku mencarimu berkeliling kota." Aku pun . Aku tidak menyangka Naruto melakukannya. Dia rela meninggalkan penampilan perdananya hanya untuk mencariku. Naruto terdiam sejenak lalu kembali melanjutkan ucapannya, "Namun aku merasa lega saat menemukanmu di gazebo itu. Sepertinya kau baik-baik saja dalam pelukannya." Entah kenapa tenggorokanku tercekat. Ingin sekali aku membalas ucapannya. Atau bahkan memeluknya sekarang. Namun kenyataannya aku masih diam saja. Hanya mampu menatapnya. "Kau benar Sasuke. Aku memang orang yang !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!! bahkan tidak akan mengerti apa arti cinta jika belum merasakan sakitnya. Entah kenapa, kurasa aku merasakan sakit saat melihatmu dengan gadis itu. Sakitnya ada disini." Katanya polos Dia menunjuk dadanya. Nada bicara Nruto terdengar begitu datar. Padahal aku tahu, dia sekuat tenaga menahan emosinya. "Dan kau tahu? Sepertinya sekarang aku tahu arti cinta itu apa." Ucapnya sambil tersenyum. Disela kelopak matanya menggenang air yang kemudian terjatuh. Dadaku mendadak terasa sesak. Tak terasa air mataku mulai mengalir lagi. "Teme, aku tak bermaksud untuk menangis." Ucapnya dengan polos. Padahal jelas sekali sekarang air mata juga meluncur deras di pipinya. Naruto tak dapat menahan tangisannya. Dia sudah tak peduli lagi menjadi perhatian orang – orang yang berada ditaman. Dia sudah tak peduli lagi kalu hal ini terlalu kekanak-kanakan bahkan jika aku mengejekknya. Naruto pun menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dadaku terlalu sakit melihat Naruto seperti ini. Aku lebih suka dia yang ceria dan bersemangat seperti biasanya bahkan jika Naruto lagi kesal dan marah kepadaku. #End Sasuke Pov Sasuke pun memeluk Naruto erat sambil berusaha untuk menenangkannya. Naruto pun membalas pelukkan Sasuke. Sebisa mungkin Sasuke berusaha memberikan kehangatan kepada Naruto. Mereka pun terdiam sejenak.. "Dobe." "Apa Hiks.. Teme Hiks…" "Kau tau Dobe. Sebenarnya aku sangat menyayangimu Naruto dari dulu.. Aku takut jika aku menyatakan perasaanku padamu kau akan menjauhiku. Kau adalah orang yang sangat penting dalam hidupku. Apalagi saat aku pernah melihatmu jalan bersama pemuda aneh itu yang bernama Sai. Hatiku sangat sakit Dobe. Aku berusaha untuk melupakan perasaan ini dengan berpacarang dengan Sakura namun tetap saja tidak bisa." "Hahaha. Teme, sejak kapan kau berbicara sangat panjang?" Naruto pun menatap Sasuke. Oniks bertemu Shappire. Kemudian Naruto pun tersenyum. Sasuke pun membalas senyuman itu. Senyuman yang selalu menyejukkan hatinya. Sasuke pun menyentuh kedua pipi Naruto dengan tangannya. "Arigatou Naruto." END takut dopost anne gabungin.. hp jd super lemot.. genre: romance Updet by: my hp Media: opmod Title: The Easy Way to Say Goodbye
A bit Song from Loveless Party (How can I help you to Say Goodbye) Naruto © Om Kishimoto Hanya suara hujan dan juga pemandangan yang dipenuhi oleh warna merah pekat yang kau ingat. Tidak, ada sosok yang hanya kau ingat siluetnya saja. Seorang pemuda, senyumannya yang selalu bisa membuatmu tenang dalam situasi apapun. '…kura…Sakura…' Tetapi entah kenapa senyumannya terlihat tampak dipaksakan. Dan saat itulah kau sadar cairan hangat tampak membasahi tubuhmu—bukan darimu, tetapi dari pemuda yang ada dihadapanmu. 'Sakura…aku akan melindungimu apapun yang terjadi —' Tubuhmu tampak bergetar, ingin bergerak tetapi tidak bisa—dan kau sama sekali tidak tahu siapa yang ada di hadapanmu. '…kura…Sakura…' "Sakura-chan!" tubuhmu tampak terasa tergoncang cukup keras. Matamu langsung melebar saat pemandangan disekelilingmu tampak berubah. Sebuah ruangan yang tampak seperti sebuah kamar—ya, itu adalah kamarmu. Dan kau bisa melihat seorang pemuda yang mengguncang tubuhmu untuk membuatmu sadar. Pemuda berambut kuning dengan mata biru laut—Naruto Uzumaki. "Na—Naruto…?" "Hah, kau tampak kepayahan saat tidur Sakura-chan, apakah kau tidak apa-apa?" menghela nafas lega, pemuda bernama lengkap Naruto Uzumaki itu tampak duduk di sisi ranjangmu dan mengusap kepalamu lembut. Ia adalah kekasihmu, yang selalu bisa membuatmu merasakan tenang dan juga nyaman. "Ya, aku hanya bermimpi buruk—" kau tampak sedikit memaksakan tawamu dan ia tampak mengusap pipimu sambil mendekatkan wajahnya—semakin dekat, kau bisa mendengar detak jantungmu semakin keras. Kau menutup matamu dan menunggunya untuk melakukan apa yang kau inginkan. Cup… Kecupan hangat mendarat di dahimu, ia tampak menyeringai dan menyilangkan kedua tangannya di belakang kepala. Kau tidak bisa berbicara apapun, sebelum akhirnya wajahmu memerah dan kau tampak seperti orang !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!! yang menginginkan sesuatu yang tidak pernah bisa didapatkan olehmu. "Na—Naruto, jangan menggodaku!" "Gomenne, aku hanya senang melihat wajahmu yang memerah saja kok," jawab pemuda itu sambil tertawa lepas. Kau hanya menghela nafas—ia memberikan semua yang kau inginkan dari seorang kekasih. Tetapi —Naruto selalu saja menghindar saat kau ingin ia menciummu atau sekedar menunjukkan perasaan mereka didepan orang lain. "Tumben kau sudah kembali—kukira kau berada di Sunagakure untuk menemui Gaara," tanyamu. Sebagai seorang pemimpin sebuah negara kecil, kekasihmu memang sangat sibuk sehingga susah untuk meluangkan waktu banyak bersama denganmu. Tetapi, setiap bersamanya selalu membuatmu senang dan juga bahagia walaupun itu hanya sejenak. "Aku membatalkan meeting itu, lagipula Gaara adalah sepupuku jadi tidak apa-apa membatalkan meeting dengan alasan untuk kencan denganmu Sakura-chan~" wajahmu seketika memanas saat tahu kalau Naruto melakukan itu untuk bersama denganmu. Padahal ia tahu kalau tidak akan mudah untuk menghadapi kakak dari Gaara yang seakan lebih berkuasa di Sunagakure—Kankuro dan juga Temari. "Jadi—apa yang ingin kau lakukan bersamaku di hari liburmu yang langka ini?" … "Bagaimana kalau makan siang? Aku yang akan memasak!" jawab Naruto percaya diri. Terkadang kau tidak terlalu percaya kalau usia kekasihmu itu sudah menginjak 25 tahun. Sifatnya yang kau kenal sejak kecil itu tidak pernah berubah sampai sekarang. Tetapi itulah yang kau suka dari seorang Naruto Uzumaki. "Baiklah, sesekali kau memanjakanku tidak apa-apa kan?" jawabmu dengan nada bercanda. "Ajak Sasuke juga? Sudah lama kita tidak berkumpul bersama bukan?" Naruto tampak tersenyum—entah kenapa kau merasa kalau senyuman itu tampak dipaksakan. Uchiha Sasuke, adalah seorang kepala keamanan di negara yang dipimpin oleh kekasihmu itu. Kalian bertiga adalah sahabat sejak kecil, tetapi semenjak Naruto menjadi seorang pemimpin, kau hanya bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama dengan Sasuke. "Eh—baiklah, aku tidak masalah…" "Kalau begitu akan kutunggu kau di apartmentku, jangan terlalu lama oke?" dan iapun berdiri dan segera berbalik untuk berjalan keluar dari apartmentmu setelah memberikan kecupan singkat di pelipis kananmu. … "Sasuke-kun," mengetuk sebuah kamar yang berada di satu apartment yang sama denganmu, kau tampak berdiri dan menunggu jawaban dari sang pemilik kamar. Beberapa menit berdiri—tidak ada balasan, dan kau mencoba untuk membuka pintu kamar itu. Terbuka… "Sasuke-kun, kau ada di dalam?" kau berjalan masuk ke dalam ruangan itu dan menoleh kekiri dan kekanan untuk mencari sang pemilik kamar. Saat kau berada di tengah perjalanan, kau merasakan seseorang memelukmu dengan erat dan mengecup lehermu. Tanpa perlu kau menoleh—kau sudah tahu siapa yang berada di sana. "Kukira janjian kita baru nanti malam," suara yang tampak pelan dan juga dingin itu tampak membuatmu geli karena desahan nafasnya berada di depan lehermu. Kau menggeliat, mencoba untuk melepaskan pelukan dari pemuda berambut hitam itu, "apakah kau sebegitunya merindukanku Sakura?" "H—hentikan itu Sasuke-kun, Naruto tidak jadi pergi ke Sunagakure—" perkataanmu sukses membuatnya terdiam dan menatap wajahmu dengan tatapan datar. Menghela nafas berat, ia melepaskan pelukannya darimu, "—Naruto memintamu untuk ikut makan siang dengan kami, kau pasti ikut bukan?" "Hn—" dua kata yang selalu keluar dari seorang Uchiha Sasuke, tetapi kau sudah bisa menebak kalau itu adalah pengganti jawaban ya dari tawaranmu yang baru kau ajukan. Kau tahu apa yang kau lakukan ini salah—saat kekasihmu berada di dunianya, kesibukan yang membuatmu tampak hampa dan merasa seolah tidak memiliki kekasih yang baik sepertinya, kau malah berpaling dan memutuskan untuk berhubungan dengan sahabat kalian—Sasuke Uchiha. Sasuke sendiri—yang tidak bisa ia percaya sampai sekarang adalah ia yang memintamu untuk menjalin hubungan ini secara diam-diam tanpa perlu menyakiti kedua belah pihak. Kau tidak perlu meninggalkan Naruto—dan kau tidak akan merasakan kehampaan itu lagi dengan hadirnya Sasuke. "Kalau begitu—sebaiknya kita berangkat sekarang saja," tersenyum dan berbalik untuk membuka pintu, saat tangan Sasuke yang cukup besar itu menahannya, membuatmu refleks melangkah ke belakang dan menabrak tubuh Sasuke, "a—ada apa Sasuke-kun?" "Aku ingin gantinya pembatalan janji kita malam ini," mendekatkan wajahnya kearahmu, dan pada saat itu hanya ciumannya yang panas yang bisa kau rasakan saat itu. Kau menutup matanya, dan bisa merasakan lidahnya yang mencumbumu dan bermain di dalam rongga mulutmu. Seolah tidak memberikan waktu untukmu mengambil nafas selama beberapa menit. "Sasuke-kun—Naruto bisa mencari kita," menutup mulut Sasuke dengan tangannya saat kau bisa melepaskan ciumannya. Kau memalingkan wajahmu dan segera membuka pintu ruang milik pemuda itu untuk menemukan Naruto yang akan mengetuk pintu yang kau buka. "Na—Naruto-kun, kenapa disini?" "Ah, karena kau lama—aku ingin menyusulmu tidak apa-apa bukan?" tersenyum lebar sambil menyilangkan kedua tangannya di belakang tanganmu. "Kau sudah sedaritadi di sini?" "Tidak—baru saja sampai, hei teme sudah lama tidak bertemu!" Naruto menepuk punggung Sasuke dan hanya dibalas dengan dua kata khas Sasuke, "kalau begitu ayo kita pergi!" Ia merangkul bahumu dan mendekatkannya pada tubuhnya. Tentu saja kau tidak menolak—karena bagaimanapun kehangatannya tidak akan pernah tergantikan, bahkan saat bersama dengan Sasuke sekalipun. Saat tanganmu berada di belakang, Sasuke yang tampak berada di samping Naruto memegang tanganmu diam-diam. Kau tampak terdiam—senyumanmu tampak sedikit memudar, tetapi kau tidak melepaskan genggaman itu. Kau membalas genggaman itu, dan membiarkan kalian berdua bergandengan dibelakang tubuh Naruto yang memisahkan kalian. Dan sampai kapanpun— kalian mengira ia tidak akan pernah tahu. … "Aku sudah membuat kaldu ramennya, tinggal memasak mienya saja," membuka pintu di sebuah apartment yang walaupun tidak satu gedung dengan milik kau dan juga Sasuke jaraknya cukup dekat untuk berjalan kaki. Sebuah ruangan yang sangat sederhana namun tampak apik dan tertata dengan rapi. Kau merasakan punggungmu didorong dari belakang, "kalian berdua tunggu saja di sofa, aku akan segera kembali!" Kau menurutinya, duduk di salah satu sofa yang ada di sana diikuti dengan Sasuke yang berada di sampingmu. Bisa kau dengar suara langkahnya yang menjauh menuju ke dapur, dan hanya keheningan yang melanda kalian berdua. "Hei, Sasuke…kun…" kau baru saja akan memulai percakapan saat melihat pemuda yang berada di sampingnya mendekatkan tubuhnya dan akan mengecup bibirnya lagi. Kali ini, kau tidak bisa melawan saat tangannya menahan tubuhmu dan membuatmu berbaring di atas sofa itu, "Sa—Sasuke- kun, Naruto bisa melihat kita…" "Hn—tidak akan…" mengecup bibirmu, membuatmu terbuai dengan lidahnya yang memanjakan rongga mulutmu. Kau hanya bisa menutup matamu dan mencoba untuk mengatur nafas di sela ciuman kalian. Kau tidak bisa melawannya, kau menyukai ciuman yang ia berikan padamu. PRANG! Suara sesuatu yang pecah sukses membuatmu membelalakkan mata. Mencoba untuk bangkit sedikit memaksa Sasuke untuk menjauh darimu. Asal suara yang kau dengar tadi adalah dari dapur—dan kau tidak perlu berfikir lama untuk segera berlari dan melihat apa yang terjadi. "Naruto, kau tidak apa-apa?" kau mencoba untuk mendekat saat kau melihat tubuh kekasihmu tampak hampir saja limbung. Naruto hanya diam dan memegangi dahinya dengan sebelah tangan dan tangan lainnya memegangi kitchen set agar tubuhnya tidak langsung terjatuh ke lantai, "Naruto!" "E, Eh—ada apa Sakura-chan?" "Harusnya aku yang menanyakan hal itu, ada apa denganmu?" kau tampak sangat panik saat melihat wajah kekasihmu yang sangat pucat dan tangannya tampak dipenuhi oleh keringat dingin. Seolah ia menahan sakit sedaritadi—yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. "A—aku tidak apa-apa, hehehe tenang saja Sakura- chan, Teme!" "Biar aku saja yang memasak—kau tidak akan bisa memasak dengan tanganmu seperti itu dobe," Sasuke tampak menghela nafas dan mengambil celemek putih yang tergantung di dekatnya. Kau menoleh, menyadari bahwa telapak tangan Naruto tampak berdarah terkena pecahan kaca. "Aku akan mengambilkan obat untuk tanganmu," kau mencoba untuk membantunya berdiri dan menyuruhnya duduk di sofa yang berada di tempatmu duduk tadi. "Eh, tetapi aku tidak ap—" kata-katanya terhenti saat kau memberikan tatapan tajam padanya yang membuat ia tersenyum dengan bulir keringat membasahi seluruh wajahnya. … "Kalau tidak salah, kotak obat ada di kamarnya," kau berjalan memasuki kamarnya yang tampak cukup berantakan dengan seprai yang tidak tertata rapi, dan beberapa pakaian yang berserakan dimana-mana. Saat matamu mencoba menelusuri dan juga mencari dimana kotak obat itu, kau menemukannya berada di atas lemari. Tersenyum—dengan segera kau mencoba untuk menggapai dan mengambil kotak berwarna putih itu dan membukanya. Beberapa perban dan juga obat merah, dan sebuah botol mencurigakan yang tidak pernah kau lihat sebelumnya. Hei—bagaimanapun kau juga punya kotak obat seperti ini, dan kau tidak pernah melihat obat seperti ini. Mengambil dan membacanya… Oxycondone— Entah kenapa rasanya kau pernah mendengar obat itu. Kau yang merupakan seorang mahasiswi di bidang keperawatan tentu saja belum terlalu hafal dengan nama-nama obat itu. Kau memutuskan untuk tidak memikirkannya, dan menaruhnya di atas meja kecil yang ada di dekat tempat tidur itu. … Setelah penemuan obat itu, kau melanjutkan kegiatan seperti biasanya, bercanda gurau dengan kedua pria yang ada di hadapanmu. Hingga beberapa hari kemudian, kau memutuskan untuk mengunjungi kekasihmu lagi dengan alasan bahwa ia selalu makan ramen dan kau ingin memasakkannya masakan lain. "Naruto, apakah kau ada di dalam?" mengetuk pintu kamar Naruto, kau tidak mendapatkan jawaban apapun sama sekali. Merogoh saku rokmu, mengambil kunci cadangan kamar miliknya dan membuka pintu itu. Kau melihat beberapa minuman kaleng yang berserakan di meja depan sofa miliknya, dan kau memutuskan untuk membersihkannya saat kau menemukan sosok Naruto yang tertidur di atas sofa sambil menggenggam botol yang kau temukan di kotak obat saat itu. Berjongkok, mengusap kepala Naruto dan tersenyum lembut. Tanganmu mencoba untuk mengusap tangannya dan melepaskan dengan hati-hati botol itu dari tangannya. Kau membacanya ulang—benar-benar bertuliskan Oxycondone. Kau sudah mencari tahu tentang obat itu di buku yang kau miliki. Itu adalah obat untuk menghilangkan rasa sakit— semacam pain killer. Tetapi untuk apa ia menggunakan obat itu—apakah ia merasakan sakit yang tidak pernah kau ketahui? Apakah ada sesuatu yang ia sembunyikan darimu? "Sakura-chan?" suara itu muncul bersamaan saat kau menaruh botol obat itu di mejanya. Tubuhmu masih membelakanginya beberapa saat ketika ia memanggil namamu, "kapan kau datang? Kau tidak apa-apa?" Kau berbalik—mencoba untuk menunjukkan senyumanmu seperti biasa. "Ya, aku baik-baik saja—aku hanya sedang membereskan mejamu saja, dasar berantakan sekali!" "Hehehe, maaf-maaf…" … Sebagai mahasiswa di keperawatan, kau harus bekerja di Rumah Sakit yang ada di kota ini. Tentu saja kau menyukai pekerjaan yang banyak membantu orang lain ini. Tidak jarang juga kau menemui Sasuke yang tampaknya baru saja terluka saat bertugas. Tetapi—untuk hari ini, tidak biasanya kau menemukan Naruto yang baru saja keluar dari sebuah ruangan yang ada di sana. Berbicara dengan kepala rumah sakit, dan tampaknya pembicaraan mereka sangat serius. Saat mereka selesai berbicara, kau segera menghampiri Naruto dan bersikap layaknya kau tidak melihat dan kau bertemu dengannya seperti biasa. "Naruto, tumben aku melihatmu disini…" tersenyum dan mendekap buku yang ada di tanganmu, kau mencoba menghilangkan semua yang mengganjal fikiranmu, "kau punya urusan dengan dr. Tsunade?" Ia hanya mengangguk—tetapi kau tidak bisa melihat senyumannya yang biasa ia tunjukkan padamu. "Naruto, kau tidak apa-apa?" … "Sakura—" tidak ada kata –chan yang biasa ia berikan saat menyebutkan namamu, "—sebaiknya, kita putus saja… Aku sudah tidak menyukaimu lagi…" "Eh?" … "Sebenarnya apa yang ia fikirkan," perempuan berambut kuning pucat panjang yang diikat satu menjadi kuncir kuda itu tampak berada di sebuah ruangan bersama denganmu yang sedang menutup wajahmu dengan kedua tangan—menyembunyikan tangis yang meluncur saat itu, "kenapa ia bisa tiba-tiba memutuskanmu! Apalagi dengan alasan yang tidak jelas—" "Aku tidak mengerti—apakah karena ia mengetahui tentang hubunganku dengan Sasuke?" "Naruto bukan orang seperti itu—" Ino, sahabatmu yang juga mengenal Sasuke dan juga Naruto tampak menghela nafas dan menatapmu—mencoba menenangkanmu, "yah—tetapi melihat sifatnya yang sekarang, aku jadi tidak tahu sifat aslinya yang mana…" … "Aku akan mencoba menghubungi Tsunade-san…" … "Jangan !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!! Sakura, kau tahu kalau aku tidak akan bisa memberikan hasil pemeriksaan seseorang pada orang lain bukan," seorang perempuan yang cukup berumur tampak terlihat sedikit bingung saat kau masuk dan mencoba untuk mencari tahu maksud dari kedatangan Naruto yang ternyata ingin memeriksakan kesehatannya. "Kumohon Tsunade-san, aku benar-benar khawatir padanya, akan kulakukan apapun agar aku tahu apa yang sebenarnya menjadi alasannya memutuskan hubungannya denganku," menundukkan kepalanya, tidak mengatakan apapun lagi setelah itu. Keheningan melanda kalian—hingga suara desahan nafas berat terdengar dari perempuan di hadapanmu. "Apakah kau masih ingat tentang penyanderaan di Rumah Sakit 1 tahun yang lalu?" kau tampak mendongakkan kepalamu, mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh perempuan di hadapanmu. Dan perlahan ingatanmu kembali memenuhi kepalamu, "saat kau menjadi salah satu sandera yang ada di tempat itu…" Kau ingat—mimpi itu, bau darah bercampur dengan bau obat-obatan… Tetapi—bukankah itu hanya mimpi? "Baik Sasuke maupun Naruto mencoba untuk menyelamatkanmu," Tsunade tampak melanjutkan ceritanya, kau hanya mendengarnya dalam keadaan setengah sadar. Kau tampak masih memikirkan mimpi yang beberapa hari ini selalu menghantuimu. … "Dimana Sakura-chan!" suara Naruto tampak menggema saat beberapa orang petugas keamanan mencoba untuk melindunginya. Ia tidak butuh perlindungan—yang ia inginkan hanyalah tahu kalau kau dalam keadaan selamat. "Naruto-sama, beberapa perawat masih ada yang disandera di dalam, kami akan mencoba untuk— Naruto-sama!" perkataan salah seorang dari mereka tampak terputus saat sosok itu berlari ke dalam untuk menemukan sosokmu yang memang masih ada di dalam. "Sakura-chan!" mencoba untuk membuka sebuah pintu di lantai 5, sebelum mendapatkan tembakan yang hampir saja mengenainya pada jarak yang cukup dekat. Beberapa orang tampak memakai sebuah penutup wajah dan mengacungkan senjata pada pelipismu, "lepaskan dia!" "Kalau kalian menuruti apa yang kami inginkan—kami akan melepaskannya, apakah kalian bawa apa yang kami inginkan?" Beberapa orang tampak datang, dan Naruto mencoba untuk berbicara dengan mereka sebelum mereka memberikan sebuah tas berwarna hitam. Dengan segera ia mengulurkannya walaupun jarak mereka tidak cukup dekat. "Satu juta Yen, kontan…" "Dekatkan kemari—biarkan kami kabur dan perempuan ini akan kubebaskan…" "Biarkan Sakura-chan bebas, dan aku akan menjamin kalian akan keluar dengan selamat," suasana hening tercipta sebelum akhirnya penjahat itu mengendurkan pegangannya. Kau tidak menyia-nyiakan kesempatan itu dan segera berlari kearah kekasihmu. Saat Naruto melemparkan tas itu, tiba-tiba sang penjahat tampak mengacungkan senjatanya kearahmu yang baru saja sampai di depan Naruto. "Sakura-chan, AWAS!" BANG! Hanya suara pistol dan juga teriakan dari Ino serta Naruto yang terdengar sebelum akhirnya kegelapan memenuhi pandanganmu. … "Apakah saat itu terjadi—" Tsunade mengambil sebuah hasil X-Ray yang menunjukkan batang kepala dari Naruto. Menunjukkan sebuah tonjolan di bagian leher belakangnya, seolah sebuah penyumbat antara udara luar dan juga bagian dalam kepala Naruto. "Saat penjahat itu menembakkan peluru kearahmu, Naruto dengan segera menarik tubuhmu dan ia sendiri tertembak tepat di kepala belakangnya," menunjuk bagian kepala belakang, sementara kau tampak tidak percaya dengan apa yang kau dengar, "ia berusaha untuk melindungimu—sangat ajaib ia bisa bertahan hingga sekarang, dengan peluru yang masih bersarang di kepalanya…" "Ke—kenapa kau tidak mengambilnya Tsunade-san?" "Peluru itu, memiliki dampak timbal balik—seperti dua mata pedang yang bertolak belakang," memberikan jeda sebelum melanjutkan perkataannya, "satu sisi, peluru itu menghentikan pendarahan di otaknya, tetapi itu tidak akan bertahan lama. Otaknya merespon benda asing yang berada dalam jarak yang cukup dekat, membuatnya merasakan mual, muntah, dan juga sakit kepala hingga mimisan. Tidak akan menunggu waktu lama sebelum terjadi infeksi dan malah akan membunuhnya perlahan…" … "Ia bisa mati kapanpun juga…" "Tidak…mungkin…" Tsunade menatapmu yang tampak shock sebelum menghela nafas panjang. "Karena peristiwa itu membuatmu shock, kau mengalami amnesia ringan—tidak mengingat kejadian itu sama sekali," menggenggam tanganmu, Tsunade menatapmu dengan tatapan serius dan juga sedih, "ia melakukan semua ini hanya untuk membuatmu bahagia—menjauhimu, memutuskan hubungan denganmu, bahkan—" Kau terkejut mendengar kata terakhir yang disebutkan oleh Tsunade. Dan saat kau sadar, kau sudah berlari dengan sebuah amplop cokelat berisi file kesehatan kekasihmu itu. … Hujan tampak turun membasahi kota kecil itu… "Kau hanya akan menyakiti dirimu sendiri Naruto," pemuda berambut merah itu tampak menatap Naruto yang tersenyum sambil melihat kearah luar—jendela apartmentnya. "Tidak apa-apa Gaara, dengan begini ia tidak akan susah memiliki kekasih yang sekarat sepertiku bukan," Naruto berusaha untuk tertawa seperti biasa, menunjukkan deretan giginya saat itu, "sudah kukatakan aku melakukannya untuk—" BRAK! Baik Gaara maupun Naruto tampak terkejut saat pintu apartmen tempak Naruto tinggal terbuka dengan kasar menunjukkan dirimu yang tampak menatap tajam Naruto, dengan tubuh yang basah oleh guyuran air hujan. "Sakura-chan, apa yang—" PLAK! Tanganmu bergerak, memberikan tamparan yang 'cukup' keras untuk membekaskan tanda merah di pipinya. Naruto tampak menatapmu dengan tatapan bingung sebelum akhirnya kau melempar amplop cokelat miliknya didepannya. Ia tidak mau percaya— apa yang dikatakan oleh Tsunade, semuanya bohong… 'Ia melakukannya untuk membuatmu bahagia— memutuskanmu, berpisah denganmu, bahkan—' "Kalau kau tahu—" '—bahkan ia membiarkanmu saat ia tahu hubunganmu dengan Sasuke…' "—kalau kau tahu apa yang kulakukan, kenapa kau hanya diam dan menyakiti dirimu sendiri!" matamu sudah berkaca-kaca, tidak bisa membendung tangis yang kau tahan selama dalam perjalanan kemari, "tentang semua ini—penyakitmu, apa yang sudah kuperbuat padamu. Kenapa kau masih bisa tertawa merasakan semua itu!" "Sakura-chan, aku—" ia mencoba untuk menyentuh tubuhmu saat tubuhmu menolak sentuhannya dengan mundur selangkah sebelum kau berbalik dan berlari keluar dari apartment itu. "Sakura-chan!" … Kau berdiri di depan pintu depan gedung apartment itu, mendongak keatas mencoba untuk membiarkan hujan membasahi wajahmu dan menyamarkan air matamu. Kau hanya ingin diam disana, membiarkan hujan menghapus semua memori yang ada di dalam dirimu. Tampak juga Naruto yang berada di belakangnya menyusul, terdiam dan berada di belakangmu. "Kenapa kau masih bisa tersenyum—saat kau harusnya bisa menangis melihat bagaimana aku memperlakukanmu," walaupun kau tidak berbalik, kau tahu ia bisa mendengarmu. Beberapa detik, sebelum kau berbalik dan menatap mata birunya, "apakah kau tidak mencintaiku?" … "Aku mencintaimu—" suaramu semakin meninggi saat itu, "—aku mencintaimu Naruto, apakah itu tidak cukup! Aku mencintaimu dan hanya kau!" Tangismu pecah, bahkan mengalahkan suara hujan yang membasahi kalian. Naruto hanya bisa menatapmu dengan tatapan sedih tanpa mengatakan apapun. Kau terduduk, menutupi wajahmu dengan kedua tanganmu. "Karena aku mencintaimu, aku hanya ingin kau bahagia Sakura-chan…" … Kali ini bukan memori masa lalu yang kau dapatkan— semua yang kau lihat hanyalah padang bunga yang sangat indah dengan sebuah bunga yang tampak berguguran kelopaknya. Kau tersenyum, menikmati semua keindahan yang ada di sekelilingmu. Saat kau sedang berjalan melihat semua padang bunga itu—sebuah batu menarik perhatianmu. Kau berjalan perlahan sebelum menyadari itu adalah batu nisan yang berukirkan sebuah nama. Nama yang sangat tertanam di dirimu—satu-satunya yang tidak kau harapkan terukir di batu itu. 'Uzumaki Naruto—' … Kau tampak terbangun dan sedikit tersentak— menatap sekeliling untuk menemukan kamarnya yang kau tempati saat ini. Tempat tidurnya yang saat ini kau pakai, tetapi tidak ada sosoknya berada di sana. "Naruto—?" Suara batuk yang menyiksa mengalihkan perhatianmu ke kamar mandi yang ada di dekatmu saat itu. Berlari dengan segera untuk melihat Naruto yang tampak terbatuk dan membungkuk, memuntahkan semua isi perutnya di wastafel. Tangannya memegangi kepalanya yang terasa pusing, dan hampir saja ambruk kalau kau tidak segera menangkapnya. "Kau tidak apa-apa Naruto?" "Sakura-chan, maaf aku membangunkanmu—" masih dengan tawa hangat itu, tetapi kali ini membuatmu merasa sakit. Kau tahu kalau tawa itu ia paksakan untuk menyembunyikan rasa sakit itu. "Apakah sakit?" … "Apakah biasanya selalu seperti ini?" saat pertanyaanmu yang kedua, baru pemuda itu menjawabnya dengan anggukan pelan. "Tetapi aku sudah biasa dengan semua ini—tenang saja Sakura-chan!" menggaruk kepala belakangnya, tertawa lepas sebelum kau memegang tangannya dengan erat, "Sakura-chan?" "Maaf—" menundukkan kepalanya, kau hanya bisa diam beberapa saat sebelum melanjutkan perkataanmu, "—maaf aku tidak bisa melakukan apapun untukmu…" Kau diam—begitu juga dengannya, sebelum tangannya mengusap pipimu dan bibirnya yang hangat tampak menyentuh bibirmu. Ciuman pertamamu dengannya—walaupun rasa anyir darah dan juga nafasnya yang memburu adalah yang kau rasakan, kau juga merasakan kehangatan yang tidak pernah kau rasakan sebelumnya. "Kau memberikanku semua yang aku butuhkan— Sakura-chan…" … "Neh Sakura-chan," kau menjaga kekasihmu itu dan membiarkannya tertidur nyenyak saat kau duduk di sisi tempat tidurnya dan malah tertidur. Pemuda itu hanya tersenyum dan menepuk pelan pipimu sambil menatapmu. "A—ah Naruto, maaf aku tertidur!" "Aku tidak melarangmu untuk tidur, tetapi—" menggeser tubuhnya menjauh darimu, dan menyisakan spasi diantara kalian, "—tidurlah disampingku…" Kau bisa merasakan wajahmu yang memanas karena permintaannya. Ia malah tertawa seperti biasa dan menepuk kepalamu. "Aku tidak akan menyerangmu—kenapa kau takut?" "Aku tidak takut Naruto!" dengan segera menempatkan dirimu berbaring di sebelahnya, memiringkan badannya untuk menatapnya yang berada sangat dekat dengannya saat ini. Keheningan melanda saat tatapan kalian bertemu untuk beberapa menit. "Kau mau berjanji satuhal padaku?" "Hm—apa itu?" … "Lupakan aku—" kau membelalakkan matamu saat ia mengatakan dua kata itu, "—saat aku sudah tidak ada di kehidupanmu, lupakan bahwa kau mengenalku. Dengan begitu, kau bisa kembali menjadi Sakura-chan yang aku kenal!" "Apakah dengan aku melupakanmu, kau akan bahagia disana?" … "Ya—aku akan bahagia, karena aku tahu dengan melupakanku kau akan bahagia Sakura-chan…" kau menggigit bibir bawahmu sebelum menyunggingkan seutas senyuman tipis yang tentu saja kau paksakan. "Kalau begitu—aku akan melupakanmu, aku tidak akan mengingatmu sampai kapanpun…" Walaupun kau tahu kalau apa yang kau janjikan tidak akan bisa kau tepati, asalkan pemuda ini bahagia ia akan mengatakannya meskipun itu sakit. … Jarum pendek dan panjang tampak menyatu pada angka 12 saat kau terbangun dari tidurmu. Tangannya masih melingkar di lehermu, dan kau tidak ingin melepaskannya. Maka kau hanya menggser tubuhmu agar dalam posisi duduk, dan mengambil sebuah handphone yang tergeletak di samping tempat tidurmu. Membuka, lalu mengarahkannya pada kekasihmu. "Matanya—" memotret saat matanya terzoom pada mata Naruto, "—hidungnya—" turun kebawah saat di bibirnya, "—mulutnya—dan wajahnya…" … Kau terdiam—menggigit bibir bawahmu mencoba menahan tangis yang akan keluar. Tetapi tidak bisa, saat kau merasakan cairan hangat itu membasahi pipimu. Kau menangis tanpa suara—menatap wajah kekasihmu yang mungkin saja tidak akan bisa kau lihat lagi beberapa bulan setelah ini. Kau bohong saat mengatakan bisa melupakannya— kau tidak akan bisa melupakannya sampai kapanpun. Walaupun ia tidak ada, kau tidak akan mungkin bisa sama seperti saat ia masih ada di sampingmu. Membaringkan tubuhmu lagi, melihatnya bergerak membelakangimu—pada akhirnya kau memutuskan untuk menutup mata dan kembali tertidur. Tidak menyadari kalau mata biru itu tampak terbuka sejak pertama kau memotretnya hingga sekarang… … "…kura…" suara itu tampak membangunkannya dari tidurnya, matanya mengerjap—mencoba untuk mengumpulkan kesadarannya agar bisa melihat seseorang yang sangat ingin ia lihat masih membuka matanya dan tersenyum untuknya, "Sakura…" Tetapi yang ia lihat bukan sosoknya yang kau lihat melainkan sosok Uchiha Sasuke yang tampak diam dan menatapmu dengan senyuman samarnya. "Sasuke-kun, kenapa ada disini—dimana Naruto?" … "Ia menyuruhku untuk menemanimu, ia berkata kalau ia akan pergi dan tidak akan pernah kembali ke hadapanmu…" … Di sebuah tempat—tampak seperti sebuah padang rumput yang dipenuhi oleh rumput ilalang yang cukup tinggi untuk menutupi tubuhnya yang sedang berbaring. Tersenyum sambil menatap langit yang kala itu cerah, pemuda berambut kuning itu tampak menjadikan kedua tangannya sebagai bantal dan terdiam sejenak. Mengambil sebuah handphone dari sakunya, melihat beberapa pesan dan juga missed call darimu. Ia tampak menggenggam erat handphonenya sebelum meletakkannya begitu saja di sampingnya. Tidak menghiraukan apa yang kau lakukan kala tidak melihatmu berada di sampingnya. … Kau terus berlari—mencoba untuk mencari keberadaan kekasihmu yang menghilang entah kemana. Walaupun ia mengatakan untuk melupakannya, walaupun ia mengatakan tidak akan kembali ke sampingmu, tetapi tetap saja—minimal, biarkan kau bertemu dengannya untuk yang terakhir kalinya. "Naruto—" mencoba untuk menghubungi pemuda itu lagi saat kau menyadari sesuatu. Wallpaper handphonemu berubah dari wajahnya saat tidur menjadi kosong—bahkan foto yang kau potret semalam dan juga foto-fotonya yang ada di folder handphonemu semuanya menghilang. Hanya ada sebuah tulisan yang sepertinya dipotret oleh kekasihmu. 'Maafkan aku, Sakura-chan—lupakan aku…' Kau menggeleng, mencoba untuk menghilangkan Gambar itu dan terus berlari meskipun kau tidak tahu dimana ia berada. Kami-sama, kumohon untuk sekali ini. Biarkan aku bertemu dengannya… … Ia merasakan nafasnya semakin berat—detak jantungnya semakin pelan dan pandangannya semakin kabur. Sudah saatnya… Itulah sebabnya ia meninggalkanmu—ia tahu waktunya tidak akan lama lagi. Dan ia hanya tidak ingin melihat wajahmu yang bersedih. Itulah sebabnya ia menjauh darimu, disaat waktunya sudah habis— agar memori yang diingatnya tentangmu yang terakhir adalah saat kau masih tersenyum. Menatap kembali handphone yang lagi-lagi menyala karena kau menghubunginya—kali ini kau mengangkatnya tanpa mengatakan apapun. 'Naruto!' … Kau terkejut saat tiba-tiba ia mengangkat telponmu. Kau tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini dan tanpa sadar malah berhenti ditengah jalan yang sepi saat itu. Menunggu beberapa detik sebelum yang terdengar olehmu hanyalah suaranya yang tampak lirih dan juga pelan. And through my tears, I asked again why we couldn't stay You whispered softly, Time will ease your pain Life's about changing, nothing ever stays the same And she said, How can I help you to say goodbye? … Kau tahu lagu itu belum habis—dan kau juga sadar saat mendengar suaranya yang lirih dan juga berat. Nafasnya yang berhembus kasar juga bisa kau dengar saat itu membuamu sadar kalau waktumu bersamanya sudah habis. It's OK to hurt, and it's OK to cry Come, let me hold you and I will try How can I help you to say goodbye? Kau melanjutkan nyanyiannya, mencoba untuk menyembunyikan suaramu yang bergetar menahan tangis. "If it's hard to say goodbye by yourself—let me help you…to say goodbye…" tangismu pecah, tetapi kau masih mencoba untuk diam dan menutup mulutmu agar tangismu tidak terdengar olehnya di sebrang sana. Tawanya yang lemah terdengar—tetap menghangatkan dan kau mencoba untuk mengingat setiap nafas dan juga suara yang terdengar saat itu. "Sayonara—Sakura-chan…" Dan itulah kata terakhir dari kekasihmu sebelum yang kau dengar hanyalah suara angin yang berhembus di sebrang sana. Kau tampak sibuk untuk menghentikan tangismu. Tidak bisa mengumpulkan kesadaranmu sepenuhnya dengan keadaan disekitarmu. "Sakura!" Suara Sasuke bisa kau dengar—tetapi hanya suara itu, dan juga sesuatu yang melaju kearahmu yang kau ingat— CKIIIT! DHUAK! … "SAKURA!" —sebelum semuanya menjadi gelap gulita. …5 Years Later… Di sebuah padang rumput yang juga ditumbuhi oleh bunga-bunga yang bermekaran, tampak sebuah batu nisan yang ada di pinggir bukit tempat padang rumput itu berada. Batu itu tetap diam, meskipun angin berhembus dengan kencang saat itu. Walaupun sudah 5 tahun berlalu, batu itu tetap sama—tetap menjadi bukti bahwa sosok kekasihmu sudah tenang berbaring di bawahnya. Sosok perempuan berambut panjang berwarna pink—kau yang tampak setiap hari mengunjunginya sambil membawa sebuket bunga lili putih tampak kembali dan tersenyum sambil menatap batu nisannya. Tersemat sebuah cincin emas di jari manismu, dan kau hanya diam sebelum sebuah tangan menepuk pundakmu pelan. "Kau kemari lagi Sakura?" "Sasuke-kun?" kau hanya tersenyum dan menghela nafas melihat pemuda berambut hitam yang tampak tidak berubah sejak 5 tahun yang lalu dan memakai cincin yang hampir sama denganmu, sebelum menatap kembali batu nisan disana, "sudah 5 tahun berlalu—dan…" … "Dan aku tetap tidak bisa mengingat saat terakhirku bersama dengannya…" … "Aku tetap mencoba untuk berfikir—kalau saat aku memotretnya dengan kamera, adalah saat terakhirku melihatnya dalam keadaan hidup," mengatur jeda panjang, kau menghela nafas panjang. Karena sebuah mobil menabrakmu saat itu, kau tidak mengingat peristiwa apapun setelah kau memotretnya saat tidur dan kau terlelap, "tetapi—tetap saja rasanya ada yang kurang…" "Apakah kau ingin mencari tahu?" "Tidak—" menggelengkan kepalanya dan tersenyum, "—entah kenapa aku malah merasa bersyukur untuk tidak mendengarkan dan mengingat apa yang kulakukan dengannya…" … "Kau masih ingin berada disini?" kau hanya mengangguk. "Kalau begitu, tidak apa kalau aku meninggalkanmu?" "Tentu saja—lagipula Hinata-chan sudah menunggumu bukan?" tertawa, pemuda yang adalah sahabatmu itu sejak 3 tahun yang lalu sudah menikah dengan gadis pujaan hatinya. Ia hanya tersenyum samar seperti biasanya dan mengecup dahimu sebelum berbalik dan meninggalkanmu sendirian. "Jadi—apa yang akan kulakukan sekarang ya?" … "Ah, hampir lupa!" merogoh dengan cepat tas kecil yang kau bawa untuk mengeluarkan sebuah kotak kecil yang berisi cincin yang sama dengan milikmu, "sudah 5 tahun dan aku selalu lupa membawa cincin ini!" Meletakkannya perlahan diatas batu nisan itu… "Meskipun—aku tidak bisa mengingat kata perpisahan darimu," menggenggam tangannya sendiri dan tersenyum, "tetapi aku kira ini sudah cukup." "Karena menurutku—jalan termudah untuk mengucapkan selamat tinggal adalah, dengan tidak mengucapkannya…" …Owari(?)…
|
| | | AgoessNaruto Robot Forum Bot
Join Date: 16/05/2009 Lokasi: AgoessNaruto Office Comments: Bot's for help you in Forum AgoessNaruto
| | Neivf木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
Posting : 735 Join date : 09.03.12 Age : 28 Lokasi : your heart
Databook SayaWhatsApp/Handphone Number: PIN BBM/LINE ID: Kontak Lain:
| #6Subyek: Re: Cerpen ala Naruto and friend's 19/5/2012, 2:52 pm | |
| Bagaikan setangkai bunga Cinta dapat merekah… Juga Dapat layu… . Merekah, karena jatuh cinta… Layu, karena berpisah… . Bagaimana Kisah Cinta SasuSaku, Yang berjalan bahagia, Namun berakhir Tragis..? . . . namikaze . . Presents . Just You By: namikaze . .
Di sebuah taman kota, tampak sepasang insan sedang memadu kasih dibawah terangnya rembulan, dibawah kertas hitam yang dihiasi oleh benda-benda terang yang bernama bintang, dan dikelilingi oleh tanaman- tanaman indah yang sedang bermekaran. Seakan menyampaikan kepada dunia bahwa cinta dari sepasang insan di tengah mereka sedang bermekaran. "Sakura!" panggil Sang Pemuda yang merupakan satu- satunya pemuda di tengah taman itu sambil memandang langit dan memeluk sang gadis. "Hm?" Gadis yang mereasa dirinya dipanggil oleh sang kekasih pun mengadahkan kepalanya kearah sang pemuda. "Aku mencintaimu." Kata sang pemuda tanpa memandang lawan bicaranya, hanya tangannya yang bergerak membelai kepala bermahkotakan pink kepunyaan sang gadis. "Aku tahu, Sas." "Aku sangat mencintaimu." Lanjut sang pemuda lagi. "Aku tahu." "Ssts… Jangan memotong perkataanku, Sakura." Kata pemuda itu sambil menggerakkan telunjuknya ke bibir sang gadis. "Biarkan aku bicara." Lanjutnya. Lalu hanya keheninganlah yang tertangkap telinga sampai sang pemuda kembali menggerakan mulutnya. "Saku, Aku sangat mencintaimu." Lalu ia kembali diam. "Mencintaimu hingga tak tertahankan, bahkan hingga dadaku serasa ingin meledak… Aku mencintaimu, sepenuh hatiku, seumur hidupku… I love you till My Last breath." Kata pemuda tersebut sambil menatap mata emerald lawan bicaranya. "Bolehkah aku bicara, Sasuke?" tanya sang gadis. "Hn." Sang gadis mengartikan kata ambigu yang diucapkan pemuda itu sebagai tanda persetujuan. Sehingga ia mulai berbicara… "Sasuke, aku juga menyayangimu, mencintaimu hingga akhir hidupku." "Hm." Pemuda tersebut hanya tersenyum tipis, lalu mengecup cepat bibir ranum milik sang gadis hingga membuat sang gadis merona dan merutukinya. . . ~Andry~ . . "Kau bisa turun sekarang, hime." Kata Sasuke ketika mereka telah sampai kedepan rumah Sakura. "Hm… Arigatou, Saske!" "Hn." Lalu pemuda itu tersenyum tipis dan memutar arah sepeda motornya. "Jaa…!" teriak sang gadis sambil memandang motor sport berwarna merah yang mulai menjauh hingga tak kelihatan, baru ia berjalan masuk kedalam rumahnya. . . . . "Oyasuminasai, hime." Sakura tersenyum melihat oesan singkat dari sang kekasih, sesegera mungkin ia mengetik balasannya. Tak lama ia menunggu, ponselnya pun kembali berdering, hanya kalimat "Hn.' Lah yang diterima oleh sang gadis. Lalu gadis itu pun berjalan menuju tempat tidur berukuran king dan berseprai pink tersebut. Perlahan ia membaringkan tubuhnya diatas tempat tidurnya itu. Memandang ke langit-langit kamarnya dan akhirnya terlelap. Captured: Nama: Sasuke Uchiha Umur: 19 tahun. Tanggal Lahir: 23 Juli Status: In relationship with Sakura Haruno Pendidikan: Semester 1, jurusan kedokteran, National University of Konoha. Captured: Nama: Sakura Haruno Umur: 17 tahun Tanggal Lahir: 28 Maret Status: In relationship with Sasuke Uchiha Pendidikan: Grade 3, Science, Konoha High School. Matahari mulai bangun dari tidur panjangnya, dan langit pun mulai membuka lembaran barunya. Burung- burung mulai berkicau seakan mengucapkan selamat pagi di depan jendela kamar sang pemuda berambut raven. Cahaya matahari yang menerobos masuk dari jendela kamar itu pun mulai menggangu tidur sang pemuda. Ia melenguh perlahan dan berusaha untuk tidur kembali. Tapi saat matanya berhadapan dengan benda penunjuk waktu itu pun, matanya langsung terbuka lebar. Dengan tergesa-gesa ia melompat menuju arah kamar kecil untuk membersihkan dirinya. Setelah menyelesaikan runtinitas paginya, ia segera menyambar tas hitam miliknya dan berlari kearah garasi rumahnya untuk mengambil motor merah kesayangannya. Tanpa ia sadari, ia melupakan buku bersampul coklat yang berisi tugas dari Asuma, dosen killer berjanggut dan pecandu rokok tersebut. . . . . "Sakura!" teriak seorang gadis berambut pirang dikucir satu. "Apa pig? Berisik!" jawab Sakura sambil menutup telinganya. "Dasar Forehead! Hey! Pinjam PR Kakashi-sensei dong." "Hm! Ini!" jawab Sakura sambil menyodorkan buku bersampul pink yang dikeluarkannya dari tas berwarna putih miliknya. . . . . Pagi di Konoha University yang sunyi dan sepi itu terpecahkan saat seorang mahasiswa berambut pirang datang dan meneriakkan kata "Teme..!" kepada Sasuke. Sasuk yang merasa dirinya dipanggil menoleh kearah si pembuat onar. Lalu menjitak sekuat tenaga kepala si pemanggil yang telah ada disampingnya. "Aduh… Kau tega sekali sih teme!" kata pemuda pembuat onar sambil mengelus kepalanya. "Hn… ada apa dobe?" tanya Sasuke. "PR dari Asuma-sensei… pinjam!" kata pemuda dobe yang diketahui bernama Uzumaki Naruto. "Hn…" kata Sasuke sambil menyelusupkan tangan kirinya kedalam tas hitamnya. 'Mati aku! Aku lupa membawa tugasku!' batin Sasuke sambil menepuk dahinya pelan dan berlari kencang kearah tempat parkir meninggalkan Naruto si dobe yang sedang sibuk melongo. . . Happy . Setekah keluar dari area parkir, Sasuke langsung menancap gas menuju rumahnya. Saat mengendarai motor merah kesayangannya, Sasuke tanpa sadar memikirkan Sakura. Sambil tersenyum tipis dia menggumamkan nama Sakura. Saat itu konsentrasinya buyar, ia tidak menyadari adanya mobil dari depan yang juga melesat kencang kearahnya. Tidak dapat dielakkan lagi, Motor merah Sasuke terpelanting jauh dengan posisi tubuh Sasuke yang jatuh tertimpa motor. . . There . . 'Degg' jantung Sakura tiba-tiba berdebar kencang. Perasaannya tidak enak, tiba-tiba ia memikirkan Sasuke. Ponselnya berdering, dan saat ia mengangkat dan mendengarnya… Ia langsung merasa lemas, tangannya terkulai dan menyebabkan poselnya jatuh terbanting ke lantai. Segera ia menyambar tasnya dan berlari kearah parkiran sekolah, memerintahkan supirnya untuk mengantarkannya dengan cepat ke Konoha International Hospital. . . 7 . . "Sasuke! Bangun!" gadis pink itu berkata sambil menggoncangkan badan Sauke, air matanya mengalir dengan deras melihat sang kekasih terbaring lemah di tempata tidurnya. "Sabar ya, Sakura. Ssuke pasti kuat kok." Kata Itachi, yang merupakan Aniki dari Sasuke sambil mengelus kepala Sakura pelan. . . February . . Hari silih berganti, berpuluh-puluh jam, berhari-hari dan malam, telah dilalui Sakura dengan Sasuke yang masih terbaring koma, Sakura masih setia menunggu disampingnya. Saat ini gadis pink itu sedang tertidur mengenggam tangan kekasihnya. Tiba-tiba tangan sang kekasih bergerak pelan. Sakura yang merasakan pergerakan dari sang kekasih sontak terbangun dan menatap wajah sang kekasih, Sasuke. Tampak Sasuke yang sedang mengejapkan matanya pelan tanda ia telah terbangun dari tidur panjangnya. Segera saja Sakura memeluk erat tubuh Sasuke. "Sasuke! Kau sudah sadar!" "Hm… B-berat Sakura..!" suara baritone milik Sasuke mulai menyapa indera pendengaran milik Sakura, tangan hangatnya pun mulai menyentuh pucuk kepala Sakura. "Aaa… gomen… Aku terlalu bahagia kau sadar, tunggu disini Saske. Akan kupanggilkan Sasori-niisan." Kata Sakura sebelum beranjak keluar memanggil anikinya Sasori, yang juga merupakan dokter yang menangani Sasuke. "Hm…" kata Sasuke sambil tersenyum tipis. . . 2012 . . Ruang praktek Dokter Sasori Haruno Sp.S "S-sakura, I-I'm so sorry to say this, b-but-" kata-kata Sasori terbata-bata, lidahnya terasa begitu kelu saat melihat adik perempuan satu-satunya langsung tertunduk dan menangis di depan ranjang kekasihnya. Berbilur-bulir air mata bening tanpa henti terus mengalir dari kedua mata emerald Sakura tanpa ada usaha untuk membendungnya sama sekali. "S-sakura..." kedua tangan Sasori bergerak memeluk Sakura. Mata Hazel nya berkaca-kaca... Bertahun-tahun ia menangani pasien kecelakaan, gegar otak, sampai kanker otak. Berpuluh-puluh kali ia melihat kematian, turut simpati melihat keluarga pasiennya yang berduka. Namun ini pertama kalinya ia merasakan sakit seperti ini di hatinya. Sasuke sudah Sasori anggap sebagai adiknya sendiri, seorang teman yang sama-sama menyayangi Sakura. Seorang rekan yang dapat senantiasa menjaga Sakura saat Sasori sedang bekerja. Seseorang yang tak pernah singgah di pikirannya untuk bisa terbaring dengan lemah di tempat tidur seperti ini. Tak pernah Sasori membayangkan Sasuke Uchiha akan menjadi pasiennya... Sasori mengelus pelan punggung Sakura, Dia benar-benar bisa merasakan sakit yang dirasakan Sakura saat ini. Sakura sudah sangat sabar menunggu Sasuke sadar. Sakura benar-benar rajin berdoa, rajin berbicara padanya, dan Sakura sangat senang dan lega saat Sasuke sadar. Namun Sasuke hanya sadar dalam lima menit itu saja, Sasuke menghembuskan nafas terakhirnya di pelukan Sakura... Flashback "Sasuke-kun, aku sudah memanggilkan Sasori-nii..." kata Sakura seraya masuk ke ruangan Sasuke dan duduk di kursi di samping tempat tidurnya. "Sakura..." panggil Sasuke pelan. "Hm?" "Aku mencintaimu..." kata pemuda bermata onyx itu, wajahnya yang pucat tak lagi dihiasi sepasang batu onyx tajam yang dingin. Kedua mata bak batu onyx itu memancarkan sinar yang mententramkan, menenangkan... Penuh kedamaian, dan tentunya, penuh cinta kasih... "Aku sangat mencintaimu." lanjutnya lagi, Sasuke perlahan-lahan duduk bersandar di tempat tidurnya dengan dibantu Sasori. Dan Sasuke pun memeluk Sakura dengan erat, tampak onyx nya sekarang telah berkaca-kaca, dan air matanya pun segera mengalir turun membasahi kedua pipinya. Sulit di deskripsikan dengan kata-kata... Perasaan Sasuke dan Sakura benar-benar campur aduk, terutama Sasuke. Karena dia tahu, waktunya tak akan lama lagi. Pemuda itu masih belum rela meninggalkan gadisnya sendirian di dunia ini, sementara dia sudah terlebih dahulu pergi ke dunia lain nun jauh disana. "Saku, Aku sangat mencintaimu." kata Sasuke lagi, mengulang perkataan yang pernah ia katakan pada Sakura beberapa waktu yang lalu, di sebuah taman di bawah sinar rembulan. Tak pernah terbayangkan di otak jenius kedua insan tersebut saat itu, bahwa Sasuke akan mengatakan kalimat-kalimat romantis namun menyakitkan itu saat ini. Di rumah sakit Konoha, di sela-sela isak tangisan dan tekanan mental yang berat, diiringi oleh mesin yang menunjukkan detak jantung Sasuke yang perlahan-lahan mulai melambat dan tidak teratur. Tiittt... tiit... tiiitt... tit.. tiiitttt... Sasuke kembali mengatur nafasnya, tangannya membelai pucuk kepala Sakura dengan lembut. "Aku Mencintaimu hingga tak tertahankan, Sakura. Bahkan hingga dadaku serasa ingin meledak… Aku mencintaimu, sepenuh hatiku, seumur hidupku… I love you till My Last breath, Sakura. Please continue to live a happy life, for me, and for yourself too..." ... ... ... ... . "Sasuke-kunn..!" Dan ruangan tersebut pun dipenuhi dengan suara tangisan Sakura yang sudah tak tertahankan. Tangan Sakura yang tadinya masih memeluk Sasuke melemah, tubuhnya serasa sama sekali tak bertenaga lagi. Sebagian dari jiwanya sedikit demi sedikit seperti melayang pergi, pergi jauh, bersama dengan Sasuke dan cinta Sakura yang ia bawa pergi bersamanya... End of Flashback "S-sasuke-k-kun... jangan tinggalkan aku..." gumam Sakura pelan pada Sasuke yang masih terbaring kaku di tempat tidurnya. Sakura menutup matanya, berusaha menahan isak tangis yang tak henti nya mengalir. Sakura masih muda, kehilangan pacar pertamanya dan pacar satu-satunya sangat berat baginya. Perkataan terakhir Sasuke masih tergenang di pikirannya. Ruangan pasien ini sekarang terasa sangat hampa, hanya Sakura sendirian menghadapi malam yang dingin dan sunyi, bahkan tanpa dentingan jarum yang jatuh sekalipun... Tanpa Sasuke yang memeluknya, menemaninya, membuatnya merasa senyaman mungkin. Tak ada Sasuke yang selalu mengombalinya, dan tak ada Sasuke yang menjahilinya... Mulut Sakura perlahan-lahan terbuka, suaranya bergetar. Wajahnya yang putih masih dipenuhi air mata, dan kedua mata beriris viridian itu menatap wajah Sasuke, pemuda yang begitu dicintainya... "A-aku... Aku juga mencintaimu, Saske. Sangat-sangat mencintaimu... Aku juga sangat menyayangimu, sepenuh hatiku, dan juga hingga akhir hidupku. I'll also love you till my last breath. I'll miss you, Sasuke... I'll try to stay happy, Saske, Just for you... Just You..." ~OWARI~ |
| | | AgoessNaruto Robot Forum Bot
Join Date: 16/05/2009 Lokasi: AgoessNaruto Office Comments: Bot's for help you in Forum AgoessNaruto
| | Neivf木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
Posting : 735 Join date : 09.03.12 Age : 28 Lokasi : your heart
Databook SayaWhatsApp/Handphone Number: PIN BBM/LINE ID: Kontak Lain:
| #7Subyek: Re: Cerpen ala Naruto and friend's 20/5/2012, 5:32 am | |
| . . . Butterfly Girl . Kesepian . . Kupu-kupu selalu kesepian . . . . . Benar bukan? present by namikaze Hinata, ya, gadis yang memiliki rambut biru itu sudah bangun dari tidurnya. Segera Ia berangkat ke sekolah, jarak rumahnya ke sekolah tidak begitu jauh maka Ia dapat berjalan kaki. Hinata sebenarnya gadis yang pintar namun, pendiam dan pemalu. Setelah menaruh tas di kelas, Ia selalu pergi ke lantai 3 dan diam memandangi awan. Ting tong. . . . "bagi kelas 9 harap ke ruang doa di lantai 3." Hinata masih kelas 8, Ia tidak perlu repot-repot ke ruang doa. Dari arah tangga lewat sebagian besar kakak kelasnya. . "Naruto." "Pagi Naruto." "Jangan diem aja, cari pacarmu si Naruto dong." Ejekan buat Hinata, banyak kakak kelasnya yang tahu kalau Hinata menyukai Naruto. Naruto berada di kelas 9c, Memang tidak terlalu tampan tapi menurut Hinata, Naruto itu sangat baik dan juga sangat pintar di pelajaran matematika. Hinata memang sudah dekat dengan Naruto sejak kelas 6, tapi, baru semester 2 pada kelas 8 ini Hinata mulai menyukai Naruto, sebelumnya sewaktu kelas 6 cinta pertamanya adalah Sasuke, hanya saja Sasuke tidak mencintai Hinata. Kalau saja Naruto tidak menyayangi Hinata, Hinata pasti masih mencintai Sasuke sekarang. Sekarang asalkan Hinata sudah dapat merelakan Sasuke, Ia dapat melupakannya, lagipula Ia sangat mencintai Naruto, bagus juga sih sekarang Hinata sudah melupakan Sasuke, Sasuke sekarang ini sudah pacaran dengan Sakura. Well, kembali lagi ke Hinata. Hinata juga dekat dengan Ino, Ino adalah teman sekelas dengan Naruto, Naruto yang memperkenalkan mereka. Seiring berjalannya waktu, mereka semakin dekat. Bahkan mereka punya julukan untuk masing-masing orang, Ino mendapat julukan Beo (cerewet), Naruto mendapat sebutan Mongkeh (setengah orang, setengah kera gak jelas alasannya) dan Hinata mendapat julukan Kupu-kupu (kalau di Taman demen banget nyariin nectar dari bunga). Pada semester 1 mereka selalu online untuk chatting ber-3 hingga lupa waktu untuk tidur. Kalau 1 orang saja offline maka yang lainnya akan ikut offline juga. Tapi, kini di semester 2 hubungan mereka mulai renggang karena Ino dan Naruto selalu sibuk untuk UN. Pada akhirnya suatu malam Hinata chat dengan Naruto. . . "Malam Naruto-san." "Malam juga." "Lagi ngapain?" "Lagi download sesuatu." "Download apa?" "You don't have to know." "Ok, Naruto-san boleh gak aku nanya sesuatu?" "?" "Naruto-san, akhir-akhir ini aku ngerasa kalau Naruto- san menjauh dari aku dan Naruto-san juga diemin aku, kenapa Naruto-san begitu sama aku? Apa salah aku?" "Itu aku punya alasan pribadi." "Ok, tapi kenapa?" "Sebaiknya kamu cari tau sendiri." "Gimana caranya aku tahu?" "Terserah." "Naruto-san, please dong, jangan diemin Hinata-chan terus. Klo gini Hinata-chan sedih banget dan kecewa sama Naruto-san. Dan biarpun Naruto-san diemin Hinata-chan, Hinata-chan harap Naruto-san gak tinggalin Hinata-chan." Setelah itu Hinata tidak dapat berkata apa-apa langsung logout, Ia berlari menuju kamarnya. Di dalam kamarnya, Hinata hanya dapat menangis.. 2 jam sudah berlalu, Hinata yang masih menangis mengambil secarik kertas dan menuliskan sebuah surat untuk Naruto. . Dear Naruto-san, Maaf jika selama ini aku punya salah sama Naruto- san, aku tau Naruto-san kecewa sama aku, aku nyebelin ya? Naruto-san, aku gak nyesel kok kalo aku pernah mencintaimu walaupun Naruto-san cuek sama aku, aku juga gak nyesel kalo pernah nangis buat Naruto-san karena Naruto-san memang berarti buatku. Aku hanya menyesali 1 hal yaitu karena aku membuatmu kecewa. Aku gak mungkin selamanya bisa disamping Naruto-san, tapi aku senang kita pernah menghabiskan waktu bersama-sama. Selesai menulisnya, awalnya Hinata ingin mengirim surat tersebut ke Naruto, namun Ia mengurungkan niatnya. Ia menyelipkan kertas tersebut di buku diary berwarna biru kesayangannya. Perlahan Hinata yang semestinya merupakan kupu-kupu ramah kini seakan berubah menjadi kupu-kupu yang pendiam bagaikan kupu-kupu hitam yang bersembunyi diantara daun kering agar dirinya tidak terlihat. Nilai Hinata perlahan turun, ia sering melamun di kelas. Hinata tidak berhenti berpikir kenapa Naruto menjauh darinya, sesekali dalam benaknya ia berpikir.. "Kenapa denganku?" "Toh, manusia tidak ada yang sempurna?" "Kenapa kau menjauh Naruto?" Malam-malam sebelumnya, ia selalu mengisi waktu dengan online namun kini ia hanya menyendiri di kamar. Begitu masuk sekolah, melihat Naruto yang cuek merasa seakan semua yang telah dialaminya hanya mimpi, mimpi yang indah yang tidak akan pernah terjadi. Walaupun Hinata masih mencintai Naruto, ia merasa sia-sia saja karena Naruto kini telah berubah. Suatu siang sepulang sekolah seperti biasanya Hinata diam menunggu jemputannya Naruto yang sedang asik ngobrol dengan teman-temannya tidak menyadari ia sedang berada di tengah jalan, sebuah mobil melaju kencang. . . BRAAAAKK..! terdengar bunyi tabrakan, tubuh Hinata terlempar karena tertabrak mobil, Naruto yang berada di belakang Hinata hanya bisa bengong melihat Hinata sengaja menabrakkan diri ke mobil tersebut demi menyelamatkannya. Sesudah itu Hinata langsung dilarikan menuju rumah sakit terdekat. Hinata langsung masuk ICU, Hinata koma dan lukanya cukup parah dan ada beberapa tulangnya yang patah. "Maafkan Naruto-san ya, Hinata." Terdengar suara Naruto berbisik pelan di telinga Hinata yang terbaring di kamarnya. Kini waktu terasa seperti berhenti, penyesalan memang datang terakhir.. Naruto yang berada di kamar Hinata hanya bisa diam, tanpa sadar Ino mengintip Naruto, dilihatnya Naruto menangis terisak-isak air mata Naruto mengucur dengan derasnya, tak pernah dilihatnya Naruto menangis seperti itu. 2 minggu telah berlalu, keadaan Hinata tidak kunjung membaik, Hinata masih terbaring lemas di rumah sakit. Matanya tak kunjung terbuka, biarpun Naruto menjenguk Hinata setiap hari, tapi sepertinya suara Naruto tidak dapat mengetuk pintu hati Hinata dan membangunkannya… "Hinata, kau !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!..! Sebaiknya aku saja yang terbaring di ranjang ini..!" "Kemana kau pergi Hinata..? Apakah suaraku tidak dapat membangunkanmu..? Tolonglah Hinata, bangun.." "nggg,, Naruto-san..?" Hinata membuka matanya dan berbicara dengan suaranya yang sangat pelan. "Hinata..!" Naruto menghapus air mata di pipinya, namun itu hanya kebahagiaan sesaat. Belum sempat Hinata dipeluknya Hinata sudah menangis.. "Naruto-san,, good bye. . . . ." Naruto mendengar perkataan terakhir Hinata, setelah itu Hinata pergi ke alam sana.. "HIINAAAATTAAAA!" Naruto berteriak sekencang kencangnya dan memanggil dokter, tapi terlambat sudah. Hinata meninggal dalam dekapan Naruto dan dengan senyuman manis di wajah Hinata. Esoknya Hinata dimakamkan, bersamaan dengan itu seekor kupu-kupu hinggap di pundak Naruto seakan berbisik.. "Kini aku bebas Naruto-san,, terima kasih atas cinta yang kau pernah berikan padaku…" Akhirnya . . . Si kupu-kupu bebas terbang kemanapun… ..Dan.. Pergi ke semua tempat yang ingin didatanginya. . . ~o0o~.END.~o0o~ |
| | | AgoessNaruto Robot Forum Bot
Join Date: 16/05/2009 Lokasi: AgoessNaruto Office Comments: Bot's for help you in Forum AgoessNaruto
| | Neivf木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
Posting : 735 Join date : 09.03.12 Age : 28 Lokasi : your heart
Databook SayaWhatsApp/Handphone Number: PIN BBM/LINE ID: Kontak Lain:
| #8Subyek: Re: Cerpen ala Naruto and friend's 22/5/2012, 10:18 am | |
| -Is She?- ~0~
Hey, selamat pagi dunia. Arigatou telah menyapaku dengan sinar surya yang indah ini. Aku selalu ingin tersenyum di mana pun ku berada. Aku tidak mau terlihat bersedih, karena menurut ku, itu hal yang tidak seharusnya dilakukan oleh pria. Ya, dia adalah pemuda yang baik, orang yang murah senyum, ceria, penyayang dan masih banyak lagi sifat lainnya. Ia pemuda yang memiliki rambut pirang yang cerah, dengan mata biru langit seperti permata. Uzumaki Naruto, itu adalah nama sang pemuda itu. Meski begitu, dia juga manusia. Memiliki masalah. Masalah…. Ya, masalah yang kata sang dokter ia terluka parah. Flashback Dia sedang bermain di sebuah taman bersama dengan teman baiknya, Shikamaru. Saat itu, mereka sedang menikmati indahnya sore sana. Mereka bermain bersama sejumlah anak-anak. Menurut mereka, itu hal yang menyenangkan. Bisa melihat anak-anak yang baru lahir dari surga yang masih di jaga oleh para malaikat. Mereka pun mencoba untuk bermain bola bersama. Naruto bersama Shikamaru, dan anak-anak itu yang berjumlah 7 orang. Naruto berpura-pura cemberut pada anak-anak itu karena jumlah yang tidak adil. Namun yang di dapat hanya juluran lidah dari anak-anak itu. Dan permainan pun dimulai Skor sementara 5-4, dengan dimenangkan oleh anak- anak itu. Karena tentunya Shikamaru dan Naruto mengalah "aduhhh… aku kalah." Kata Naruto sambil memegang kepalanya. "aku kalah karena dia tidak bisa bermain, merepotkan." Timpal Shikamaru. Dan Naruto berencana untuk memilih permainan lain lagi. Tapi, hal itu tidak terjadi. Ia langsung pergi ke arah jalan raya, karena melihat seorang anak sedang mengambil bola di tengah jalan. Dan terlihat ada mobil besar melaju dengan kecepatan cukup tinggi. Mobil itu semakin mendekat ke arah sang anak. Pengendara mobil yang baru melihat ada anak, karena tadi di kaca mobil itu ada sebuah kertas yang menghalangi penglihatannya. Ia langsung menginjak rem dengan sekuat tenaganya sambil terus membunyikan klakson CKITTTTT… DUARRRRKKKK…. Terdengar suara rem yang masih tidak bisa menghentikan mobil itu sehingga terdengar suara orang yang tertabrak. Dan orang-orang yang ada di sana langsung berlari ke arah tempat kejadian tersebut. "hey, kau tidak apa-apa?" suara Naruto sangat lemah. Ia membuka pelukan nya, dan terlihat seorang anak yang bergetar sambil menangis. "syukurlah, kau tidak terluka." Keadaan Naruto sangat parah. Banyak darah di tubuh Naruto, terutama pada bagian kepalanya. Tidak lama kemudian, terdengar suara ambulan mendekat. Dan penglihatan Naruto pun menghilang meski samar-samar ia mendengar suara Shikamaru memanggil namanya. Dan akhirnya, semua itu berubah menjadi hitam gelap tanpa ada suara yang terdengar. "ini…. Di mana ini?"tanya Naruto yang tiba-tiba berada di sebuah tempat yang sagat gelap. Kepalanya sangat pusing, badannya terasa sangat berat. Hingga ia mencoba untuk beristirahat di tempat gelap itu. "hey anak muda, sedang apa kau tidur di sana?"terdengar suara lembut, dan terdengar baik mendekat ke arah Naruto. Naruto yang tidak mengenali suara apa atau siapa itu, langsung membuka matanya. Ia terkejut, ia melihat sebuah tempat yang indah, banyak pohon, bunga dan hal indah di sini. Kenapa ia tiba-tiba berada di tempat yang indah ini? Sementara, tadi ia sedang berada di tempat yang luar biasa gelap. "maaf, di mana ini? Tadi aku sedang berada di tempat yang gelap, tapi kenapa aku tiba-tiba berada di tempat seperti ini? Apa ini surga?"tanya Naruto pada seseorang yang memakai jubah berwarna putih. Namun orang yang memakai jubah putih itu hanya tersenyum pada Naruto sambil menggeleng. "bukan, ini bukan surga anak muda. Surga akan berkali lipat lebih indah dari ini. Ini adalah tempat di mana seseorang yang sedang dalam keadaan kritis atau sekarat. Dan jika kau mau, kau juga bisa mengunjungi dunia mu. Tapi, jika kau pergi ke sana, kau tidak bisa di lihat atau pun di dengar." Naruto memiringkan kepalanya. Ia sangat tidak mengerti dengan hal ini dengan hal ini. Jika yang di katakan oleh orang berjubah putih itu benar, berarti sekarang ia sedang sekarat. Orang itu berjalan mendekat ke arah Naruto. "jadi, kau mau melihat keadaan di dunia mu?" tanya orang itu. Naruto berfikir sejenak hingga akhirnya ia mengangguk. Ia ingin tahu bagaimana keadaan teman-teman mereka. Sambil tersenyum ramah, orang yang mengenakan jubah putih itu memegang pundak Naruto dan mereka pun menghilang. Dan di sini mereka mulai, ia sedang berada di taman di mana tadi ia tertabrak. Di sana ia melihat anak-anak yang tadi tersenyum bahagia, sekarang menangis karena kejadian yang baru saja terjadi. Naruto terlihat sedih. Orang berjubah putih itu menatap Naruto dengan tatapan menyesal. "maafkan aku Uzumaki-san, lebih baik kita pindah ke tempat lain saja." dan mereka pun menghilang dari tempat itu Mereka berada di sebuah ruangan dengan hiasan khas pesta ulang tahun. Naruto terlihat tersenyum. Di sana Naruto melihat teman - temanya sedang tertawa bahagia. Mereka mengadakan pesta ulang tahun Sasuke. "Uzumaki-san, kenap kau tidak datang ke sana?" tanya orang si samping Naruto. Naruto membalas menatapnya dengan menggaruk kepala bagian belakangnya yang tidak gatal. "hehehehe, aku lupa. Dan mungkin Shikamaru tidak mau mengingatkan ku karena hal ini akan membosankan baginya." Wajah Naruto berubah menjadi sebal mengingat hal itu. "hihihihi, kau lucu, Uzumaki-san. Mudah sekali kau berubah." Dan Naruto kembali tersenyum. Pandangannya beralih ke arah teman-temannya itu. Ia tertawa melihat tingkah teman-temannya yang lucu. Melihat ke jailan Kiba dan semangat Lee yang tidak padam, di tambah kerakusan makan Chouji yang melahap jatah makan yang lainnya, dan masih banyak lagi tingkah lucu teman-temannya. "Arigatou karena telah membawa ku ke tempat ini." Kata Naruto menatap ke arah orang di sampingnya sambil memasang senyum. Dan orang itu hanya membalas dengan senyuman. "bagaimana kalau kita ke tempat lain lagi?" kata Naruto yang sudah cukup bahagia melihat tawa dari teman-temannya itu. Dan dalam sekejap mereka menghilang dari tempat itu. 'Naruto….' batin Semua teman-teman Naruto, yang berada di sana merasakan hawa Naruto. Dan langsung melanjutkan kegiatan mereka. Tiba-tiba ia berada di sebuah taman padang bunga lavender yang luas, disini sangat wangi."hey siapa ini? Aku tidak mengenalnya?" tanya Naruto yang melihat seseorang wanita cantik berambut indigo dengan warna mata Lavender yang tidak ia kenal. "dia? Oh ya… maaf aku membocorkan ini, tapi dia itu pasanganmu. Dia juga sedang bersedih karena ibunya baru meninggal 2 hari yang lalu." Naruto sedikit terkejut dengan pernyataan itu. Ia lalu memandangi orang itu. Ia begitu cantik, lucu, tapi Naruto tidak menyukai sesuatu. Ia tidak menyukai tangis-nya. "jadi, dia pasanganku?" tanya Naruto memastikan. "ya, itu yang tertulis di takdir jika tidak ada masalah, bencana atau apa yang menghalangi kalian. Ia adalah pasanganmu, dan sudah seharusnya kalian bersama." Dan Naruto menatap sang gadis itu lagi. Ia merasakan sesuatu, ada suatu perasaan yang berbeda dari yang lainnya. Ia merasakan kalau gadis itu sangat dekat dengannya, ia merasa sangat nyaman walau hanya bisa memandanginya. Tersenyum…. Naruto lalu tersenyum sambil menatap seseorang di sebelahnya. "kalau begitu, jika aku sadar, aku akan menjaganya, melindunginya, dan tidak akan aku biarkan ada air mata kesedihan di matanya lagi. jadi, bisakah kau menyelamatkan ku dari kematian?" Yang di tanya hanya terkikih mendengar itu. "Naruto, aku bukan dewa atau Tuhan, aku juga manusia seperti mu. Namun, nyawaku sudah di ambil. Karena aku masih baru dicabut nyawa, aku masih bisa berada di dunia ini, atau melihat saja. Jadi… aku tidak bisa membebaskan mu dari kematian, kau harus berjuang sendiri. Lawan semua masalahmu itu."masih dengan senyum di wajahnya "Tapi, aku suka dengan kata- katamu tadi. Bisakah kau berjanji terhadap hal itu?" tanya orang itu. Dan dengan cepat, Naruto mengangguk dengan pasti sambil memegang dadanya. "ya, aku berjanji." Dan orang yang di sampingnya itu tersenyum puas mendengar hal itu. "baiklah, ayo kita pergi ke tempat lain." Dan langsung mendapat persetujuan dari Naruto. Mereka pun pergi ke tempat lain. Dan Naruto sedikit terkejut dengan tempat ini. Ini adalah sebuah kamar di mana Naruto sedang di obati dari kecelakaan tadi. "kenapa kau membawaku ke sini?" tanya Naruto yang cukup bingung di buatnya. Di sini tidak ada yang ia kenal dan hanya ada seorang dokter dan perawat yang membantunya. "kau selamat, Uzumaki-san." Balasnya dengan senyum hangat "tapi, sebelum itu ada seseorang yang ingin bertemu dengan mu, Uzumaki-san." Dan munculah dua orang yang sangat Naruto kenal dan sayangi. "kaa-chan… Tou-san…" dan Naruto langsung menghambur memeluk orang tuanya itu. Dan mereka pun berpelukan melepas kerinduan. "bagaimana kabarmu Naruto?" tanya seseorang berambut pirang seperti Naruto. "baik, Tou-san. Selalu baik." Balasnya dengan pasti "hey baka, lalu kenapa hal ini bisa terjadi?" timpal seseorang yang memiliki rambut merah panjang. "ehmm…. Itu…" dan perempuan berambut merah itu langsung memeluk Naruto erat sambil menitikkan air matanya. "kau harus menjaga dirimu baik-baik, Naruto." Dan Naruto mengangguk sambil melepaskan pelukan hangat itu. "bagaimana kalian bisa ada di sini?" tanya Naruto yang masih terheran - heran mengapa orang tuanya bisa ada di sini. "kami masih memiliki kekuatan untuk mengunjungimu, Naruto. Dan juga karena kau sedang dalam keadaan sekarat kami bisa bertemu dengan mu atas bantuan Hyuuga-san ini." Balas sang ibu. Yang di bicarakan hanya tersenyum. "oh ya, waktu kami sudah tidak banyak lagi, Naruto. Jaga dirimu baik-baik, jangan lupa makan, hidup sehat, mandi teratur, dan bersikap baiklah pada orang lain, Naruto." Pesan sang ibu. Dan mereka pun mulai memudar. "heheheh, tenang saja, Kaa-chan. Aku akan lakukan itu."balas Naruto matanya menitikkan air mata namun dengan cepat di gantikan oleh senyum cerianya. Orang tua Naruto pun menghilang, kembali ke sana, tempat yang lebih baik bagi mereka. Namun, saat ia menengok ke arah kiri, ia melihat seseorang berjubah putih masih berada di sana. "ne? kenapa kau masih berada di sini?" dan perkataan itu lagi-lagi membuat yang bersangkutan tertawa "aku baru akan menghilang jika kau sudah benar- benar kembali ke dunia mu, Uzumaki-san." Jawabnya. Dan tidak lama kemudian, mereka melihat dokter dan para perawat itu ke luar, dan langsung di sambut oleh Shikamaru dengan wajah cemas. 'Shikamaru…' batin Naruto sangat terharu karena Shikamaru peduli padanya. Dan sedikit demi sedikit Naruto mulai memudar "kau harus memegang kata-katamu itu, Uzumaki-san. Tolong jaga anak ku, Hyuuga Hinata. Buat dia tersenyum seperti biasa lagi, Uzumaki-san. Aku percayakan padamu. Sampai jumpa, Uzumaki-san." Naruto terkejut, namun langsung mengacungkan jempol pada orang yang telah membuka jubahnya itu. Dan yang terlihat adalah sesosok wanita cantik dengan tubuh maupun muka sama dengan gadis yang ia lihat beberapa waktu lalu itu. "tenang saja, Kaa-san. Aku berjanji." Dan orang itu pun menghilang dengan senyum yang menghiasi wajah cantiknya itu. "Arigatou gozaimasu, Uzumaki-san." FLASHBACK off Arigatou Kaa-chan, Tou-san, dan Kaa-san. Aku akan menepati janjiku ini. Aku tidak mau jatuh terlalu lama, aku mau bangkit dari semua ini. Masalah ini tidak bisa menghalangi hidupku. Sekali lagi, Arigatou gozaimasu (^o^) Dan saat telah membuka matanya, Naruto melihat teman-teman mereka sedang menatapnya dengan tatapan khawatir. Dan hujan perkataan pun di mulai. "Naruto, kau tidak apa-apa?" "hey Naruto, mana semangat mudamu? Jangan berlemas seperti itu!" "Naruto, kenapa kau tidur di sana? Ayo kita berlomba bersama akamaru!" "hey Naruto, ayo makan ramen bersama." Tersenyum…. Ya, Naruto tersenyum. Dia sangat senang, teman-temannya peduli padanya. Mereka lalu saling bercanda satu sama lain, tidak mempedulikan tentang kejadian yang mengerikan itu lagi. mereka bercanda seperti biasa, begitu pula dengan Naruto. Ia tidak pernah merasakan rasa sakit akibat dari kecelakaan itu. Teman-temannya telah menyembuhkannya. Mereka membuat Naruto sehat hanya dengan mereka berada di sisi dan peduli pada Naruto. Itu cukup membuat Naruto kembali sehat. "baiklah, kami pulang dulu, Naruto." Dan teman-teman Naruto pun keluar dari kamar rumah sakit itu. Naruto menatap ke arah luar, ia melihat sang langit telah merubah warnanya menjadi warna orange kemerah- merahan yang sangat indah. Lalu ada suatu objek yang sangat menarik perhatian Naruto. Seorang gadis berambut Indigo panjang. Wajahnya sangat begitu mirip dengan ibunya. Naruto pun melangkahkan kakinya keluar dari kamar yang dipakai untuk istirahat setelah perawatan akibat kecelakaan itu. Di lorong rumah sakit, ia melihat seorang gadis berambut Indigo itu masuk ke sebuah kamar rawat. Setelah beberapa lama ia menunggu, akhirnya gadis itu keluar dari kamar itu. Naruto terus mengikuti gadis itu, hingga berhenti di sebuah taman yang berada di lingkungan rumah sakit itu. Sang gadis langsung duduk di sebuah bangku taman di sana. Naruto yang dari tadi hanya mengikutinya terus, akhirnya ia mendekati sang gadis itu. "selamat sore. Boleh aku duduk d isini bersamamu?" kata Naruto pada sang gadis yang sekarang berwajah sedih. Sebagai balasan, gadis itu hanya mengangguk kecil. "kalau boleh aku tahu, apa yang membuatmu sedih?" tanya Naruto ramah pada sang gadis itu. Gadis itu menoleh ke arah Naruto dan menatapnya. Air mata mulai keluar dari matanya. "hiks…hikss…hiks…" itu yang keluar dari mulut sang gadis itu. Ia menutupi mukanya dengan telapak tangannya. Sepertinya ia sudah tidak bisa menahan rasa sakitnya itu. "kalau tidak boleh, itu tidak apa-apa." Naruto merasa bersalah karena telah menanyakan sesuatu yang membuat sang gadis menangis. "hiks… 4 hari yang lalu, ibuku…hiks…. Meninggal dunia. Dan sekarang…hiks.. ayahku sedang sakit parah…" dan tangis itu tumpah. Naruto yang mendengar dengan jelas tangisnya itu, langsung mendekap sang gadis yang menangis dengan tersedu-sedu itu. Ia mengelus kepala sang gadis dengan lembut dan penuh kasih sayang. "aku turut berduka dengan meninggalnya ibumu. bersabarlah… Dan juga… ayahmu pasti kuat menghadapinya." Kata Naruto sambil terus memeluk tubuh sang gadis itu. Tak lama kemudian, sang gadis itu berhenti mengeluarkan cairan bening dari bola mata yang indah itu. Gadis itu menatap Naruto dengan sedikit merona. "oh ya, na-namamu si-siapa?" ucap gadis itu terbata-bata karena ia masih dalam pelukan sang pemuda. Naruto melepaskan pelukan nya lalu menatap ke arah sang gadis dengan hangat. "hey, mukamu manis sekali… aku Uzumaki Naruto. Kau siapa?" tanya Naruto sambil tersenyum karena melihat wajah gadis itu yang manis di tambah dengan rona merah di pipinya, itu menambah kesan imutnya. Sang gadis yang mendengar kata 'manis' itu, mukanya bertambah merah. "a-a-aku Hyuuga Hinata. Salam kenal Uzumaki-san." "hihihihih, kau jangan memanggilku seperti itu, Hinata- chan. Panggil aku Naruto." Ucap Naruto karena mendengar Hinata menyebutnya dengan menggunakan nama keluarganya. "ba-baik, Naruto- kun." Dan dengan ini muka Hinata sudah lebih merah dari darah segar. "baiklah, Hinata-chan. Rumahmu di mana? Biar ku antar pulang." Sebenarnya, Naruto belum boleh keluar dari rumah sakit. Dan dia harus kembali ke rumah sakit ini sebelum hari mulai malam. Dan Naruto pun mengantarkan Hinata pulang. Rumah Hinata tidak jauh dari rumah sakit itu, hanya beberapa ratus meter dari sana. Setelah Naruto mengantarkan pulang Hinata, ia melangkahkan kakinnya ke arah rumah sakit tempat ia di rawat. Tapi tiba-tiba, kepalanya terasa sangat berat dan pusing. 'mungkin ini karena kecelakaan waktu itu. Pusingnya baru terasa sekarang, aku harus cepat sampai di kamarku.' Batin Naruto. Ia pun akhirnya sampai di depan pintu kamarnya itu. Tapi pandangannya mulai kabur, dan akhirnya ia ambruk di sana. Keesokan paginya, Naruto hanya bisa menatap pagi yang indah itu dari kamar itu. Tubuhnya masih sangat lemas akan kejadian kemarin malam. Untung perawat langsung memanggil dokter dan langsung memeriksanya. Kalau tidak, mungkin sakitnya bertambah parah. Ia menatap ke luar sana. Ia bisa melihat lingkungan rumah sakit, di sana ada sebuah taman dengan banyak bunga yang sedang mekar. Banyak orang yang senang dengan pagi ini. Tok…tok…tok… "masuk saja, tidak di kunci." Orang itu mengintip ke dalam kamar untuk memastikan kamar yang ia tuju benar. Dan sekarang Naruto melihat seorang wanita dengan rambut indigo, bermata lavender yang ia kenal. Naruto sedikit bingung, kenapa Hinata pagi-pagi datang ke sini? Tapi, hal itu langsung di tepisnya. Ia melihat Hinata mengeluarkan air matanya lagi. sepertinya hal yang tidak di inginkan terjadi. "ada apa, Hina-" Hinata langsung menghambur memeluk Naruto yang masih tidak tahu apa yang terjadi. "hikss…hikss… Tou-san…" air mata mulai membasahi pundak Naruto. "ada apa dengan ayahmu, Hinata?" nada suaranya di pelankan, takut ia menyakiti perasaannya. "dia sehat….hikss.. dia sudah sadar..Naruto- kun." Senyum mengembang di wajah Naruto. Ia bahagia, karena orang yang penting bagi Hinata sehat. Naruto membalas pelukan hangat Hinata itu. Mereka sangat senang hingga tidak mendengar suara pintu terbuka. "Oi Naruto! Pagi-pagi kau sudah bermesraan!" Naruto langsung melepaskan pelukan hangat itu. Hasilnya, muka Naruto dan Hinata langsung memerah. "dasar Dobe." "wow, kau hebat Naruto! Menyambut pagi yang cerah dengan bahagia!" "siapa dia Naruto?" Naruto pun menatap teman-temannya. Mereka belum mengenal Hinata, jadi lebih baik ia mengenalkannya. Naruto menatap Hinata sebentar dan langsung menatap teman-temannya lagi. "hehehe, dia temanku. Namanya Hyuuga Hinata." Teman-teman Naruto kecuali hanya melengo dengan pernyataan Naruto tadi. 'teman?' dia teman Naruto? Aku tidak percaya.' Batin teman-teman Naruto yang ada di sana. "Naruto, sudah… jangan berbohong. Dia pacarmu, kan?" kata pria berkulit putuh pucat "aku membaca di buku, kalau dua orang sedang berpelukan di kasur. Pasti hubungannya lebih dari teman, ya kan?" pernyataan yang aneh. Ya memang, Hinata memeluk Naruto. Dan Hinata memeluknya dengan naik ke kasur walau hanya di pinggir kasur. Dan hal itu adalah kesalahan berat yang dilakukan oleh seorang Hinata. Tiba-tiba Naruto memegang tangan Hinata. "Ya benar, dia adalah pacarku." Teman-teman Naruto dan Hinata dibuat sangat terkejut dengan pernyataan itu. Apalagi Hinata, ia sudah tidak bisa mengatakan apa pun lagi, mukanya sangat merah. "Baiklah! Kalau begitu, setelah kau keluar dari rumah sakit ini, kau harus mentraktir kami makan!" teriak wanita berambut pirang dengan gaya rambut ekor kuda. Chouji yang mendengar kata 'makan' langsung berapi-api, dan mengunyah kripiknya dengan cepat. "ya itu benar! Kau harus mentraktir kami makan!" ucap pemuda berambut coklat penyuka *hewan yg menggonggong* itu. "oh ya, aku Haruno Sakura. Salam kenal Hinata-chan." "aku Yamanaka Ino." Dan yang lainnya pun berkenalan dengan Hinata yang berstatus 'pacar' dari Naruto itu. Dan mereka pun mengobrol kecuali Hinata yang masih terkejut dan hanya bisa mengangguk atau menggeleng jika di beri pertanyaan oleh teman-teman Naruto. Setelah beberapa jam mereka mengobrol, akhirnya tema-teman Naruto memutuskan untuk pulang. "Naruto, meski kau yang harus mentraktir kami, kami memberikan beberapa buah-buahan untuk kau makan agar kau cepat sembuh. Tapi, jangan lupa! Kau harus mentraktir kami makan!" ucap gadis berambut pink itu. Dan akhirnya mereka pun keluar dari kamar Naruto. "emm… Hinata-chan.. maafkan aku soal yang tadi." Kata Naruto sambil membukuk duduk di kasur itu. Namun Hinata masih saja diam. Ia lalu menatap Naruto dengan wajah merah. "ti-tidak apa Naruto-kun.. Dan, apa yang di ucapkan Naruto-kun tadi serius?" terlihat wajah Hinata cukup serius dengan pertanyaan ini. Namun, sang pemuda hanya memiringkan kepalanya, tak mengerti apa yang dikatakan oleh Hinata. "ehmm, tidak juga." SLEBBB….. Dada Hinata terasa sesak dengan kata-kata itu. Tanpa disadari oleh Naruto perkataan yang simple itu, telah membuat hati Hinata sangat sakit. Mata Hinata mulai berair, dan tak lama kemudian, rasa sakit itu tidak bisa di tahan lagi. Hinata dengan cepat pergi keluar kamar itu dengan wajah yang berlinang air mata. Sementara Naruto, ia yang tidak menyadari apa yang telah dikatakannya, apa yang telah membuat Hinata menangis, masih diam melengo. Dan beberapa detik kemudian, dengan cepat ia keluar dari kamar itu untuk mengejar Hinata. 'dasar !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!…! Kenapa aku itu sangat !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!! sekali!' batin Naruto deselah larinya sambil terus memukul kepalanya. '… dan, kenapa Hinata itu cepat sekali larinya?' ia terus mencari Hinata di sekitar rumah sakit, ke taman, seluruh pelosok rumah sakit. Karena tidak menemukannya, ia keluar dari rumah sakit itu, menuju rumah Hinata. Dan hasilnya sama, nihil. Ia masih terus mencari Hinata, sementara hari sudah sore menuju malam hari. '!!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!! Kenapa aku bisa berkata semudah itu pada Hinata, dasar !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!!' gerutu Naruto dalam hati sambil terkadang memukul kepalanya. Ia beristirahat di sebuah bangku di pinggir jalan. Tenaganya sangat terkuras. Ia menutup matanya dengan nafas masih terengah-engah. Ia berfikir tempat seperti apa yang mungkin Hinata datangi. Tapi, bagaimana mungkin ia mengetahui tempat yang Hinata biasa kunjungi sementara ia baru tahu Hinata beberapa hari. Dan mata biru langit itu tiba-tiba membuka dan dengan cepat ia bangkit dari duduknya, ia langsung melesat pergi dari tempat itu. 'ya, mungkin. Tempat itu…' mata Naruto menunjukan keyakinan yang besar tentang ini. Lalu ia pergi ke sebuah taman bunga yang ada di kota itu. Taman bunga yang sangat besar dan luas. Ia melihat berbagai macam bunga, sangat banyak. Tapi ia tak tak menemukan bunga Lavender itu… Ia terus melangkahkan kakinya, terus mencari. Ia memasuki sebuah hutan, dan ia mencium bau bunga yang sangat ia cari. 'ini…' dengan cepat, Naruto mendekati ke arah asal bau tersebut. Dan sekarang, di depan matanya terlihat padang bunga Lavender yang sangat luas. Yang ia cari bukan lavender ini, ia mencari seseorang yang menyukai lavender ini. Ia terus mencari tapi tak ada seorang pun kecuali dirinya di sana. Ia sudah sangat kehabisan tenaganya. Dan ia menjatuhkan tubuhnya di padang bunga lavender itu. '!!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!! !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!! Kenapa kata itu harus keluar dari mulut sialan ini.' Naruto menutup matanya untuk mengistirahatkan mata yang dari tadi ia pakai ini. 'maaf… aku mengingkari janjiku-' "Na-Naruto-kun…? Sedang apa kau di sini?" suara itu… suara yang sangat lembut, menenangkan. Suara dari seseorang yang ia cintai. Perlahan Naruto membuka matanya, dan terlihatlah gadis dengan paras yang sangat cantik sedang menatap ke arah Naruto dengan tatapan khawatir. "Hinata-chan." Dengan cepat Naruto langsung memeluk Hinata dengan erat. "maafkan aku, Hinata-chan. Aku begitu !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!, !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!, aku tidak mengerti dirimu. Maafkan aku, Hinata-chan. Aishiteru Hinata-chan, Aishiteru, aishiteru…" dan kata sederhana itu telah membuat Hinata menitikan air mata, ini beda. Ini air mata bahagia dari seorang Hinata, ia bahagia karena Naruto meminta maaf padanya, ia juga bahagia karena Naruto mencemaskannya, dan sangat bahagia karena Naruto…. Mencintainya. Hinata membalas pelukan Naruto. "aishiteru mo, Naruto-kun." Dan setelah itu, akhirnya mereka melepaskan pelukannya itu. Dan mereka duduk bersama sambil memandang matahari sore yang indah itu. "Naruto-kun, kenapa kau tahu kalau aku disini?" tanya Hinata sambil memandang wajah Naruto yang sedang memandangi matahari. "hmm… ibumu memberi tahuku tempat ini." Balas Naruto yang sekarang memandang wajah Hinata yang sedang bingung. "kaa-chan..?" Naruto hanya tersenyum mendengar kata itu "dan aku tahu, kalau 'kaa-san' sedang tersenyum di sana." Setelah Naruto menceritakan semua yang dia alami selam beberapa waktu lalu setelah kecelakaan itu. Sekarang perasaan Hinata campur aduk, sedih, bahagia, malu, khawatir dan masih banyak lagi perasaan yang sedang menghinggapi gadis ini. "Na- naruto-kun, kenapa kau memanggil kaa-chan dengan sebutan 'kaa-san' juga?" wajah Hinata sudah sangat memerah karena mempertanyakan hal itu. "ah.." Hinata sedikit mendesah karena tiba-tiba Naruto menabrakan keningnya ke kening Hinata. "karena…" "aku adalah menantunya, Hinata-chan." Dan sekarang wajah mereka hanya tinggal beberapa centi lagi, sangat dekat. "a-apa..?" wajah Hinata sudah berada dalam setatus AWAS. Dan tiba-tiba, Naruto mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna hitam. Dan saat di buka, Hinata tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. "Hinata-chan… maukah kau menjalani hidup bersama ku?" Hinata menutup mulutnya yang ternganga dengan telapak tangannya. Air mata kebahagiaan menitik untuk kesekian kalinya dari mata Hinata. Dan Hinata hanya membalas dengan anggukan kecil dan cincin itu langsung di pasangkan oleh Naruto ke jari manis kanan Hinata. Dan tanpa di duga oleh Naruto, Hinata langsung mencium Naruto. Naruto yang awalnya tak percaya dengan tindakan Hinata, akhirnya membalas itu. Ciuman yang lembut, penuh dengan cinta, kasih sayang dan segalanya. Setelah beberapa menit, akhirnya mereka melepaskan ciuman itu. "wow! Dari tadi kami cari ternyata kalian disini sedang bermesraan?" "Yosh! Hebat Naruto! Kau melamar seorang gadis yang kau cintai di hadapan sang surya." "aku tidak percaya, kau bisa melakukan itu, Dobe." "jadi, traktir makan kita akan bertambah megah, ya kan?" Teman-teman Naruto tiba-tiba keluar dari sebuah semak-semak. Dan ternyata, mereka menyaksikan kegiatan Naruto dari awl sampai akhir tanpa di ketahui oleh Hinata dan Naruto. "tapi, bagaimana kau bisa tahu kami ada disini?" tanya Naruto karena dia sendiri susah menemukan tempat ini. "kami membuntutimu dari rumah sakit. Sebenarnya, sewaktu siang tadi kami tidak pulang. Melainkan menunggu di depan kamar Naruto." Terang Kiba. "dan jangan harap kalau kami tidak melihat saat kau membuat Hinata menangis, Naruto baka!" ucap Sakura dan Ino bersamaan. Mereka melakukan pemanasan mereka untuk bersiap memukul Naruto, dan…. BLETAKKKKK. "awww…." Dua buah benjolan besar sudah terbuat di kepala Naruto. Kiba, Lee, Chouji, Shikamaru, Sasuke dan Sai yang meski sangat takut, ia masih memasang senyum palsunya itu. "menyeramkan…" ucap Kiba pelan, sangat pelan. Namun sayang, Kami-sama tidak menolongnya. Kiba yang mengetahui akan ada bahaya besar mendekat, langsung lari terbirit-birit. "WHOOAAAA! Tolong aku!" teriak Kiba yang dikejar oleh kedua wanita itu. Dan Lee yang sangat aneh, malah ikut-ikutan mengejek kedua wanita itu. "Na-Naruto-kun, kau tidak apa-apa?" tanya Hinata khawatir denga keadaan Naruto yang masih memgang kepalanya kesakitan. "hehehe, tenang saja, Hinata-chan. Aku tidak apa-apa." Kata Naruto sambil berhenti memegangi kepalanya. "baiklah, sebaiknya aku traktir kalian makan malam ini saja!" teriak Naruto. Teman-teman Naruto yang mendengarnya, langsung menghentikan kegiatan mereka dan menatap ke arah Naruto. "apa? Kalian tidak mau?" tanpa di suruh, mereka langsung meninggalkan tempat itu. "Daging PANGGANG SEPUASNYA!" "malam yang sangat indah!" "aku akan mengisi seluruh perutku tanpa tersisa!" "sake!" Dan Naruto dengan langkah gontai, menyusul mereka menuju sebuah restoran tempat mereka makan seperti biasa. "ayo cepat, Naruto-kun. Kita tidak boleh mengecewakan mereka." Hanya dengan melihat senyumnya. Ya, hanya dengan melihat senyumnya sudah membuatku bahagia. Hanya dengan melihat senyumnya aku bisa bersemangat lagi, cukup dengan melihatnya tertawa adalah hiburan yang paling besar dan baik untuku. Terima kasih, 'kaa-san'… terima kasih karena telah melahirkan ku, dan telah melahirkan 'nya'. Terima kasih karena telah merawatku, menjagaku dan dia. Terima kasih karena telah menyayangi kami 'kaa-san'. Tou-san, Kaa-chan… Arigatou. Sekali lagi Arigatou Gozaimasu. OWARI
|
| | | AgoessNaruto Robot Forum Bot
Join Date: 16/05/2009 Lokasi: AgoessNaruto Office Comments: Bot's for help you in Forum AgoessNaruto
| | Neivf木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
Posting : 735 Join date : 09.03.12 Age : 28 Lokasi : your heart
Databook SayaWhatsApp/Handphone Number: PIN BBM/LINE ID: Kontak Lain:
| #9Subyek: Re: Cerpen ala Naruto and friend's 29/5/2012, 7:45 am | |
| NAMIKAZE present Naruto © Masashi Kishimoto
. Haruno Sakura : The Memorial of Geisha . . .
Wajah tua lelaki itu memandang sendu pada sebuah lukisan yang terpajang rapih di dinding kamarnya. Sebuah lukisan yang menggambarkan seorang wanita berambut merah muda yang cantik dan berkimono putih bercorak bunga krisan sedang memetik bunga. Sangat sederhana dengan latar belakang putih polos namun tetap begitu indah. Lelaki itu masih ingat siapa tepatnya wanita itu. Wanita yang mengartikan cinta dalam hidupnya pada masa lalu. Namun sayang, mereka berdua belum menyatakan arti cinta dalam sesungguhnya. Suatu saat sebuah desa yang asri dan nyaman, Tinggal lah seorang lelaki perjaka berambut merah di sebuah rumah yang sederhana. Sasori, masyarakat setempat memanggil lelaki itu dengan nama Sasori. Lelaki berambut merah ini tengah dilirik para gadis di desa itu maupun dari desa lain. Pekerjaannya hanyalah seorang pelukis tersohor di negeri Jepang. Lukisan karya yang begitu artistik dan mendetil selalu berhasil menarik minat bangsawan-bangsawan. Meskipun hasil karyanya dihargai sangat mahal oleh bangsawan, Sasori tetap bermurah hati dan menerima pesanan rakyat jelata yang bahkan karyanya tidak dibayar. "Sasori-kun, bisakah kau melukis gambar diriku?" Berbagai rayuan dilontarkan para gadis yang sedang melihatnya bekerja. Sasori menoleh ke samping lalu tersenyum. "Nona-nona semua memiliki tubuh yang bagus dan mudah untuk diingat," ucap Sasori begitu ramah. Ia sering menolak permintaan yang satu itu. Baginya, lukisan itu adalah gambar yang hanya bisa dibayangkan oleh diri sendiri dan sering terlupakan keindahan di dalamnya. Kekehan tawa keluar dari mulut para gadis itu. Wajah mereka merona setelah ditanggapi Sasori seperti itu. Namun sayang, langit yang sedari tadi sudah mendung kini menurunkan rintik hujannya. Para gadis itu terpaksa pulang ke rumah mereka masing-masing agar tidak kebasahan. Beruntung Sasori sedang melukis di dalam rumah, sehingga lelaki itu tidak kebasahan namun tetap bisa melihat rintik hujan di luar. Tak sengaja mata itu menangkap sesosok wanita berkimono merah muda dan bertopi lebar yang membawa bungkusan kain tengah berlari mencari tempat teduh. Sasori segera berdiri dan berjalan ke dekat pintu. "Nona! Berteduh di sini saja dahulu!" Ia berteriak cukup keras. Nampaknya wanita itu mendengar teriakan Sasori dan segera mendekat. Setelah dipersilahkan masuk, wanita berkimono merah muda itu membuka topi lebarnya. Sasori terdiam kagum pada sosok wanita yang ada di depannya. Surai merah muda yang sepadan dengan kimono membuatnya sangat cantik. Ditambah mata emerald yang Sasori yakin tidak ada lagi pemilik mata itu selain wanita itu. "Arigatō Gozaimasu," ia menunduk dalam. "Kau mengijinkan ku untuk berteduh di rumahmu." "Aa... iya." Sasori merasa gugup berada di dekat wanita itu. "Siapa namamu, Nona?" Wanita itu mengerutkan keningnya dan menunjukan raut yang sedikt was-was pada Sasori. Sasori yang cepat menyadari perubahan itu langsung tertawa kecil, membuat sang wanita terheran-heran. "Sumimasen, watashi wa Sasori desu," ucap Sasori memperkenalkan diri. "Sasori?" wanita itu membeo. "Kau Sasori si pelukis terkenal itu?" Sasori tersenyum. "Benar sekali, Nona... dan jikalau saya berkenan tahu, siapakah nama anda?" "Ah ... maafkan kelancangan saya, Sasori-san. Namsaya Haruno Sakura." Bibir tipis merah muda itu melengkung tersenyum. "Sakura..., nama yang pantas untuk seorang wanita sepertimu." Sasori memuji Sakura dan membuat wanita itu tersipu malu. "Sebuah kehormatan bagi ku bisa dipuji seorang pelukis terkenal seperti anda," ucap Sakura ramah. Sasori tertawa kecil. "Jangan terlalu formal, Sakura... dan lagi, siapapun bisa melukis dengan baik jika dirinya memiliki sesuatu yang bisa ditawarkan," Sasori melirik kecil bungkusan kain di tangan Sakura. "Masuklah, ganti bajumu sebelum masuk angin. Akan kutunjukan kamarku." "Terima kasih, Sasori-san. Kau bisa memanggilku Sakura." Sakura tersenyum dan kembali membungkuk dalam. "Baiklah..., mari." Pintu kamar Sasori tergeser pelan. Sosok Sakura yang sudah mengganti kimononya dengan kimono lain pun keluar. Mata Sakura menoleh ke luar jendela, sepertinya ia benar-benar terjebak di sini karena hujan masih turun dengan deras di luar sana. Di sisi lain, Sakura menangkap sosok Sasori yang sedang berkutat dengan serius pada pekerjaan melukisnya. Tak ayal membuat wanita itu tersenyum dan enggan mengganggu. Sakura mengedarkan pandangannya menjelajahi rumah Sasori yang terbilang cukup luas dan besar dibandingkan rumah-rumah lainnya. Nampaknya pekerjaan Sasori bernilai sangat mahal jika diukur dengan seorang pedagang. Kakinya yang beralas kaus kaki putih dan sandal khusus rumah itu melangkah pelan ke samping dan mendapati sebuah ruangan dapur. Sakura menyunggingkan senyuman kecil lalu berjalan masuk ke dalam dapur. Sedangkan Sasori masih menatap lukisannya yang sudah jadi di atas kain setelah ia rampungkan selama satu jam. Ia menghela napas lega lalu menyekat keningnya yang basah walaupun udara cukup dingin untuk berkeringat. Konsentrasi membuatnya cukup lelah dan lapar. "Hm?" Ia menciumi wangi makanan dari arah dapur. Sasori meninggalkan hasil karyanya itu di atas meja, lalu berjalan ke dapur. Mata Sasori mendapati Sakura yang tengah memasak dengan rapih. Beberapa makanan yang mengepul panas sudah tersedia rapih di atas meja makan. "Sakura?" panggilnya memastikan. Sakura tersentak kecil lalu membalikan tubuhnya. "Apa yang kau lsayakan?" "A... ah, maafkan saya, Sasori-san! Saya sudah lancang masuk ke dapur tanpa ijin darimu," jawab Sakura gugup dan kembali membungkukan dalam tubuhnya. "Hahaha... tidak apa, Sakura. Kau bisa menganggap rumah ini sebagai rumah sendiri." Sasori tersenyum membuat wanita itu bernapas lega. "Kuulangi pertanyaannya. Jadi, apa yang kau lakukan?" Sakura tersenyum manis lalu meniup api yang ia gunakan untuk memasak. "Saya membuat makan malam untuk Sasori-san. Karena Sasori-san sedang bekerja dengan serius, jadi saya enggan mengganggu Sasori-san." Sasori tertegun mendengar pernyataan Sakura. Ini baru pertama kalinya seorang wanita yang sangat menghargai pekerjaannya dengan membiarkannya terfokus tanpa diganggu. Lelaki itu tersenyum lalu membantu Sakura memasak. "Sasori-san duduk saja. Lagipula ini sudah selesai," ujar Sakura. Sasori menggeleng kecil. "Tidak. Aku akan membantumu." Tangan Sasori mengambil alih panci yang tadi dipegang Sakura. Mereka berdua duduk di meja makan dan saling berseberangan. "Biar kusediakan," ujar Sakura mengambil mangkuk kecil lalu mengisikannya dengan nasi matang dan lauk pauk yang tadi ia buat. Lalu tangannya terulur pada Sasori. "Terima kasih," ucap Sasori mengambil mangkuk tersebut. "Kau juga makan yang banyak, Sakura." Mereka berdua makan dengan rapih dan diam. Tidak ada pembicaraan yang menghiasi ruangan makan itu. setelah mereka menghabiskan makanan mereka, Sakura segera berdiri untuk membersihkan meja makan dan mencuci piring. "Aku bantu, Saku―" "Tetaplah di sana, Sasori-san." Sakura mengerling kecil lalu membawa nampan yang berisi piring kotor mereka berdua ke tempat cuci piring dan mencuci barang tersebut. hal tersebut membuat Sasori tertawa kecil sembari menggeleng. Lelaki itu berdiri dari duduknya lalu berjalan mendekati Sakura yang masih mencuci piring. "Sakura," panggil Sasori ragu. "Ada apa, Sasori-san?" wanita yang berambut merah muda dan digelung itu menjawab tanpa menoleh. Tangan putihnya masih mengelap piring yang basah. Sasori menoleh pada Sakura. "Ceritakan dirimu." Sakura menghentikan tangannya yang bergerak lalu menoleh pada Sasori. Sasori yang ditatapnya seperti itu menjadi tidak enak hati. "Ma... maaf, bukan―" "Aku seorang Geisha." Sasori mengerjapkan matanya dan membiarkan Sakura melanjutkan penjelasannya. "Kau tahu Geisha, 'kan? Pasti kau tahu. Hahaha... Aku seorang Geisha dari desa Iwagakure. Aku berada di desa ini untuk mencari sesuatu yang diminta Tsunade- sama." "Kau Geisha..." Sakura tersenyum lirih sembari menunduk. "Kau tidak ingin pergi dari sana? Kau bisa saja pergi sekarang juga," tanya Sasori. Sakura mengeringkan tangannya lalu melepas lipatan tangan kimononya. "Tentu saja aku ingin pergi dari sana. Tapi Tsunade-sama tidak akan membiarkan diriku untuk pergi begitu saja. Dia akan mengerahkan pengawalnya untuk mencariku." Keheningan yang kembali terjadi membuat Sakura canggung. Wanita itu menarik tangan Sasori keluar menuju tempat dimana Sasori mengerjakan karya seninya tadi. Sedangkan Sasori hanya melangkah mengikuti sang Geisha. "Kalau begitu..." tangan wanita itu meminta Sasori duduk di futon. "Bisakah kau membantuku mencari jamur yang berada di gunung?" "Jamur? Jadi hanya itu yang kau cari?" tanya Sasori memastikan. "Baiklah, besok pagi kita akan pergi ke gunung." Butiran embun pagi begitu sejuk dan dingin menyapa kulit halus Sakura. Rupanya bekas hujan kemarin malam masih terasa di pagi itu. Sakura dan Sasori sudah berjalan perlahan naik ke atas gunung. Tanah dan batu yang ditumbuhi lumut terasa licin di perjalanan mereka. Hal tersebut membuat Sasori harus memegangi tangan Sakura atau menahan tubuh wanita itu. "Hati-hati!" seru Sasori. Namun ternyata Sakura terpeleset hingga menimbulkan rasa sakit karena kakinya terluka. "Au...!" Sakura meringis ketika Sasori memeriksa kakinya. Sasori melepaskan ikat kepalanya yang terbuat dari kain, lalu dililitkan untuk menahan darah yang keluar dari luka di kaki Sakura. "Kau bisa berjalan?" tanya Sasori yang dijawab gelengan Sakura. Sasori menyelipkan satu tangannya ke punggung dan satunya lagi di bawah lutut Sakura. Ia menggendong Sakura lalu berjalan kembali menuju bagian gunung yang ditumbuhi banyak jamur. Sakura tidak bisa berbicara, wajahnya merona hangat ketika ia harus melingkari kedua tangannya ke leher Sasori agar tidak terjatuh. Mata emerald yang begitu menyejukan itu memandang hangat pada helaian rambut merah di sebelah pipinya. Begitupun dengan Sasori, lelaki itu merona kecil dan berdegup cukup cepat. "Kita sampai..." ucap Sasori. Sakura mengangkat kepalanya lalu memutar kepalanya ke depan. Matanya melebar kagum pada keindahan gunung di depan matanya. "Jamurnya..." Sakura diturunkan Sasori tepat di dekat sebuah jamur yang berwarna emas. "Inikah jamur yang dimaksud Tsunade-sama?" Tangan sang Geisha terulur dan mengambil jamur tersebut. Jamur berwarna emas itu mengeluarkan serbuk yang berwarna sama dengan jamur itu. "Jamur Akane, itu namanya. Jamur ini digunakan untuk obat awet muda." Sasori mengambil jamur yang berada di tangan Sakura lalu menggoyangkan pelan hingga serbuk-serbuk itu jatuh ke telapak tangan Sasori. Lalu ia mengusapkan telapak tangannya pada pipi halus Sakura perlahan, membiarkan serbuk emas itu menempel. Sasori mengambil sedikit air yang tertampung di daun kecil dan membasahi wajah Sakura yang sudah ditempeli serbuk emas tersebut. Wajah Sakura menjadi tampak bersinar dan tampak semakin muda. Sasori tak dapat mengalihkan pandangannya pada wajah wanita itu. Perlahan demi perlahan wajah mereka berdua bergerak mendekat satu sama lain. Mata mereka saling menatap dan tak dapat mengalihkan sekecil apapun, seakan tidak pernah bertemu lagi dengan mata seindah itu. Namun semua itu terhenti ketika hujan mulai kembali turun ke wajah bumi. Membasahi tubuh mereka yang masih berpelukan itu. "Kita berteduh sebentar di sini," ujar Sasori. Beruntung tempat mereka saat itu pohonnya sangat lebat sehingga menahan mereka dari air hujan yan berlebihan. Suara derasnya air yang turun menghiasi kesunyian yang diciptakan kedua orang itu. Sakura menggigil kedinginan di dekat Sasori, dan hal tersebut membuat Sasori memeluk erat wanita itu. Sakura menatap hujan yang masih turun sedari tadi pagi. Mereka berdua terpaksa hujan-hujanan karena hujannya belum juga berhenti. Gara-gara semua itu, Sakura terpaksa meminjam baju Sasori supaya tidak sakit dan juga terpaksa menginap kembali walaupun jamur yang diminta Tsunade sudah berada di tangannya. "Hatchi!" suara bersin dari dalam dapur membuat Sakura mengalihkan pandangannya. Segera saja wanita itu berjalan cepat dan mendapati Sasori sedang mengusap hidungnya yang merah. "Kau demam, Sasori-san." Sakura mendekati pria itu lalu memeriksa suhu tubuh Sasori. Panas yang menjalar di kulit Sakura menandakan bahwa Sasori benar-benar demam. "Ah... tidak apa, Sakura," ucap Sasori dengan suara yang aneh. "Hatchi!" Sakura menuntun Sasori menuju kamar lalu membaringkan pria itu di atas futon. Setelah menyelimuti dengan benar tubuh Sasori, Sakura beranjak dari kamar dan segera mengambil baskom dan kain untuk menurunkan panas Sasori. Setelah kembali, Sakura mulai memeras kain yang sudah dimasukan ke dalam air lalu menaruh dengan rapih di kening Sasori. Napas pria itu masih terengah-engah. "Gomennasai, Sasori-san. Gara-gara saya, Sasori-san jadi sakit seperti ini." Sakura menundukkan kepalanya. "Iie, Sakura." Sasori masih sempat untuk tersenyum pada Sakura. Membuat wanita itu menatap lirih Sasori. Perlahan demi perlahan cairan bening turun dari mata terindah bagi Sasori. "Kenapa kau... menangis?" ucap Sasori yang masih terengah. Tangannya ia paksakan untuk mengusap air mata yang mengalir di pipi halus Sakura. Sakura hanya terisak menangis, tangannya menggenggam erat tangan Sasori yang berada di pipinya. "Istirahatlah," ujar Sakura bersiap akan berdiri namun ditahan Sasori. "Ada apa, Sasori-san?" "Tetaplah di sini..." Sasori menutup matanya untuk beristirahat sejenak dengan menggenggam lemah tangan Sakura di dadanya. Sakura menatap wajah Sasori lekat-lekat. "Baiklah, Sasori―" lalu ia tersenyum hangat, "―kun." Malam itu, Sakura menjaga Sasori sangat baik dan perhatian penuh. Keesokan harinya, Sasori membuka mata. Tubuhnya benar-benar basah akibat keringat semalam tadi. Panas tubuhnya pula sudah turun dan ia merasa baikkan. Tidak ada bersin yang mengganggu lagi. "Saku―" suaranya terhenti tatkala ia melihat sosok bidadari yang polos tengah tertidur di luar futon. Wajahnya begitu damai seakan tidak ada dosa yang pernah ia lakukan selama ini. Sasori tersenyum lalu mengelus kepala Sakura lembut agar tidak membangunkan wanita itu dari tidur damainya. Lalu Sasori menatap jendela dimana celah dari penghalang tersebut masih menunjukkan warna hitam di luar. Mengartikan bahwa di luar masih dini hari. 'Aku menemukan cinta sejatiku, Kami-sama.' "Ng..." Sasori mengalihkan pandangannya dari jendela menuju Sakura. Tampaknya wanita itu baru terbangun dari tidur lelapnya tadi. "Kau sudah bangun, Sasori- san?" "Berhenti memanggilku dengan panggilan –san." Sasori tersenyum hingga matanya menyipit. Wajah Sakura merona hangat lalu berucap, "ba-baiklah, Sasori-kun..." begitu malu-malu ia mengucapnya. Sasori tertawa kecil lalu mengacak rambut Sakura. "Kalau begitu kan bagus," katanya. "Kau sudah cukup sehat?" tanya Sakura. Sasori mengangguk lalu tersenyum kembali. "Ini semua berkatmu, Sakura. Jika tidak ada kau, mungkin aku masih merasa sakit sampai sekarang." "Tapi kau juga sakit karena aku, Sasori-kun." Sakura berucap lirih menundukkan wajahnya. "Tidak, mungkin saja ini memang sudah waktunya aku untuk sakit, Sakura. Jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri," ujar Sasori. Ia mengangkat wajah Sakura tepat berhadapan dengannya. Lalu ia menyatukan keningnya satu sama lain dengan Sakura. "Aku sehat, 'kan?" Wajah Sakura kembali menghangat, merah menjalari pipinya itu. Ia menimpa tangannya di atas tangan Sasri yang masih memegangi pipinya. Perlahan demi perlahan wajah mereka mendekat hingga bibir mereka bersatu dan bertaut. Merasakan sensasi hangat yang membuat jantung mereka berdegup cepat dan sensasi geli di perut mereka. Ini ciuman pertama Sasori terhadap seorang wanita yang ia cintai. Walaupun ini bukan ciuman pertama bagi Sakura, namun wanita itu menganggap ciuman ini adalah ciuman yang ia inginkan selama ini. Bersama orang yang ia cintai. Ciuman itu semakin lama semakin dalam, membuat mereka semakin terhanyut dalam mabuk asmara. Saling menyatukan rasa cinta mereka dengan kenangan tak terlupakan. Menuju cinta sejati yang membekas dalam hati dengan kesaksian bisu kamar itu. Siang sudah menunjukkan sinar matahari yang cukup panas berhubung cuaca kemarin tak bersahabat. Sakura sedang menanak nasi di atas perapian. Wajahnya terlihat segar setelah mandi membersihkan diri. Ia sudah memakai pakaiannya sendiri karena sudah kering. Tangannya begitu cekatan mengaduk nasi yang berada di atas seakan dirinya seorang koki masak yang handal. Sesekali ia bersenandung kecil menyanyikan lagu yang sering ia dengar di tempatnya dulu. Suara gesekan antara lantai kayu dengan pintu kayu terdengar, membuat Sakura mengalihkan pandangannya dari kegiatannya tersebut. Bibirnya melengkung bahagia tatkala ia melihat Sasori yang masuk ke dalam dapur dengan membawa segulung kertas putih bersama beberapa tinta dan kuas. "Apa yang akan kau lakukan, Sasori-kun?" tanya Sakura menatap polos melihat Sasori sudah duduk di lantai dengan membuka gulungan tersebut. Sasori terkekeh kecil lalu melanjutkan pekerjaannya. Tak ingin mengganggu, Sakura kembali melanjutkan kegiatannya memasak untuk makan siang nanti. Setelah Sakura memasak nasi, ia kembali memasak lauk pauk yang lainnya. Wanita itu begitu serius namun santai memasak hingga tak menyadari tatapan Sasori yang menatapnya dengan pandangan hangat seorang kekasih. Bukan... tapi bagaikan seorang suami yang menatap istrinya yang sedang memasak. Dengan semangat di wajahnya, Sasori kembali melanjutkan lukisannya dengan serius. Semua itu berlangsung cukup lama, hingga Sakura menghapus peluhnya di kening setelah selesai memasak. "Kita makan dahulu, Sasori-kun." Sakura mengangkat panci tersebut lalu menaruhnya di atas meja. Setelah menyiapkan peralatan makan di atas meja, mereka berdua bersiap makan. "Sebenarnya apa yang kamu lakukan tadi, Sasori-kun?" tanya wanita itu lagi. Sasori menghentikan makannya lalu mengambil gulungan kertas tersebut. dan ditunjukkan pada Sakura. Sakura terkejut bahagia melihat gambar dirinya di atas lukisan tersebut. "Bagaimana bisa?" Sasori tersenyum sembari menatap Sakura. "Dulu pernah ada gadis lain yang memintaku untuk melukiskan dirinya di atas kertas seperti itu. Namun aku tolak," Sakura masih menyimak kekasihnya itu, "karena bagiku, melukis sesuatu harus didasari dari dalam hati agar bisa menghasilkan karya yang sempurna karena objeknya tersebut." Wajah Sakura merona dan menghangat. "Kau ini, Sasori-kun..." Mereka berdua tertawa lepas hingga terhenti ketika ketukan pintu dari luar menginterupsi mereka berdua. Sakura pamit sebentar untuk membuka pintu tersebut. Wanita itu berjalan menuju pintu luar lalu membukanya. Wajah Sakura menegang dengan matanya yang melebar kaget. "Apa kabar, Sakura?" "Tsu-Tsunade-sama!" suara Sakura bergetar takut. Tubuhnya ikut bergetar namun ia segera menutupi ketakutannya itu dengan menunduk. "Kenapa kau tidak pulang-pulang ke rumah?" tanya wanita berambut pirang dan berwajah muda itu. "A-aku..." "Siapa, Sakura?" suara Sasori keluar dari dapur. Tsunade menatap lekat sosok Sasori yang kini berada di sebelah Sakura. "Jadi dia yang membuatmu betah tinggal di sini?" mata tajam Tsunade beralih pada emerald yang tidak menatapnya. "Kau sudah mendapatkan jamurnya, 'kan?" "Hai', Tsunade-sama." "Kalau begitu kita pulang." Keputusan Tsunade membuat Sasori dan Sakura tercengang. Dengan cepat Sasori mencegah mereka semua. "Tunggu! Tidak bisakah kau membiarkan Sakura tinggal di sini? kau sudah mendapatkan jamur itu cukup banyak!" ucap Sasori. "Heh... meninggalkan aset berhargaku di sini?" Tsunade menatap remeh Sasori. "Tidak mungkin. Karena tidak ada gunanya ia tinggal di sini bagiku." "Kita pulang, Sakura." lanjut Tsunade menarik tangan Sakura keluar. Baru saja Sasori akan menarik kekasihnya itu masuk ke dalam. Namun para pengawal yang berpakaian seperti ninja menghalanginya terus menerus. Hingga Sakura bisa terlepas dari Tsunade dan berlari menuju sasori. Lagi- lagi mereka berdua harus tertahan karena pengawal Tsunade. "Tunggu aku, Sasori!" Sakura berteriak sekuat tenaga hingga ia menangis. Air matanya keluar terus menerus mengeluarkan semua rasa sedih dalam hatinya. Ia ingin mendapati tangan Sasori, namun apa daya kekuatannya tidak mampu menandingi pengawal tersebut. "Sakuraaaa!" Semuanya sia-sia. Sakura benar-benar pergi di hadapannya. Sasori berlutut dan menunduk, menyembunyikan wajahnya yang menegas namun tetap melemah. Air matanya tak bisa berhenti mengalir menahan rasa sakit di hatinya. Tangan itu... ingin sekali ia menggenggamnya. Tubuh itu... ingin sekali ia merengkuhnya. Wajah itu... ingin sekali ia menatapnya dalam-dalam setiap hari. Cinta itu... Sasori selalu menginginkan cinta itu hadir dalam hidupnya. Nyata... Lelaki itu berjalan menuju dapur lalu mengambil gambar yang seharusnya ia berikan untuk Sakura. Gambar sosok Sakura yang berpakaian kimono putih bercorak bunga krisan sedang memetik bunga. Sederhana namun tetap terlihat indah di mata Sasori. Lebih indah dibandingkan karyanya yang lain. "Aku akan menunggu dirimu, Sakura..." Sasri berbisik untuk dirinya sendiri. Melangkah penuh tekad ke dalam kamarnya, mengambil tumpukan gulungan dan tinta lain beserta alat lukis lainnya. Ia mulai melukis banyak hal yang ada di pikirannya. Hari itu, hingga hari selanjutnya... Sasori terus melukis sosok Sakura dengan berbagai ekspresi. Kerutan di wajah Sasori menunjukkan waktu bergulir lama namun cepat. Tangannya sudah lelah untuk melukis. Tubuhnya pula sudah tidak sekuat dulu. Mata itu menatap banyak lukisan sosok wanita berambut merah muda di dinding kamarnya penuh. Ia menatap sendu semua lukisan itu. "Sudah berpuluh-puluh tahun aku menunggumu, Sakura. Aku selalu berpikir dalam benakku. Apakah kau akan datang saat ini?" Sasori berjalan pelan ke jendela dan menatap langit biru di luar sana. "Terlintas di benakku pula, kau tidak akan pernah datang. Tapi aku segera mengenyahkan pikiran !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!! itu. Aku akan terus menunggumu walaupun tanganku sudah tidak bisa bergerak untuk melukismu lagi. Karena aku..." "Menunggumu... Sampai kapanpun itu." The End |
| | | AgoessNaruto Robot Forum Bot
Join Date: 16/05/2009 Lokasi: AgoessNaruto Office Comments: Bot's for help you in Forum AgoessNaruto
| | Sponsored content
| #10Subyek: Re: Cerpen ala Naruto and friend's | |
| |
| | | |
Subject: Re: Cerpen ala Naruto and friend's None Anda tidak dapat mengirmkan postingan atau mengomentari pembahasan di topik ini karena masih berstatus sebagai Tamu. Silakan Mendaftar dan Login agar dapat mengakses segala fitur forum secara penuh. AgoessNaruto Robot Forum Bot
Join Date: 16/05/2009 Lokasi: Forum AgoessNaruto Comments: Bot untuk membantu anda di Forum AgoessNaruto | | |
Similar topics | |
|
| Permissions in this forum: | Anda tidak dapat menjawab topik
| |
| |
|
|
|