Forum Indofanster
Cerpen ala Naruto and friend's 143564713
Selamat datang di Forum Indofanster.
Silakan mendaftar dan login untuk bergabung mendiskusikan berbagai Manga-Anime.

Welcome to FAN

Jangan sungkan untuk bergabung ya...

Forum Indofanster
Cerpen ala Naruto and friend's 143564713
Selamat datang di Forum Indofanster.
Silakan mendaftar dan login untuk bergabung mendiskusikan berbagai Manga-Anime.

Welcome to FAN

Jangan sungkan untuk bergabung ya...


Forum Indofanster

Forum Tempat Berdiskusi Tentang Manga - Anime
Dibuat oleh Agoess Sennin pada 16 Mei 2009
Indofanster adalah Keluarga, Bukan Sekedar Tempat Berkumpul
 
IndeksPortalGalleryPencarianLatest imagesAffiliatePendaftaranLogin
Welcome to
Rules • Staff • Ranks & Holder

Share
 

Cerpen ala Naruto and friend's

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down 
PengirimMessage
Neivf
木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
Neivf


Posting : 735
Join date : 09.03.12
Age : 28
Lokasi : your heart

Cerpen ala Naruto and friend's Empty
#1PostSubyek: Cerpen ala Naruto and friend's Cerpen ala Naruto and friend's Empty12/5/2012, 1:46 pm


Cerpen (story fan)

Morning,sasuke


Sinar hangat mentari yang menerobos celah- celah jendela rumah begitu mengusikku.
Membuatku menggeliat tak nyaman di tempat tidur yang masih menyangga tidurku sejak tadi malam.

"Sasuke!" terdengar seseorang berteriak memanggil namaku dari luar. Aku kenal, suara siapa itu.

"Hn." jawabku tak acuh, dan tentu saja ia tak akan mendengarnya.

"SASUKE!" panggilan -lebih tepatnya teriakan-itu terdengar lagi. Memaksa syaraf sensorikku untuk merangsang syaraf motorikku, untuk menutup kedua telingaku.

"Itachi-nii! Tak usah berteriak sepagi ini !" ucapku kesal.

"Pagi kau bilang? Ini sudah jam sembilan, baka otouto!"
'hah? jam sembilan?' aku pun refleks bangun dari tempat tidur dan melihat jam dinding yang terpasang di kamar.
Benar rupanya, kedua tangan kecil jam itu sudah menyudut sembilan puluh derajat di posisi barat.

'Kenapa baru dibangunkan sekarang !' protesku dalam hati.

Segera aku turun dari tempat tidur, ke kamar mandi, dan memakai seragam. Bisa dibayangkan bagaimana kondisiku yang mempersiapkan diri dengan sistem SKS, alias Sistem Kebut Secepatnya.
Ya, seragamku tak serapi biasanya. Karena tak sempat, blazer pun aku masukkan asal ke dalam tas. Untungnya buku-buku sudah aku masukkan ke tas tadi malam. setelah selesai dengan kekacauan di kamar, aku bergegas turun ke lantai bawah menuju ruang makan.
Kulihat, tou-san, kaa-san, dan Itachi-nii, hampir selesai dengan makanan masing-masing. Merasa tak punya waktu, aku menyambar sepotong roti yang sudah disiapkan kaa-san.

"Ohayou, aku berangkat dulu ya!" sapaku tanpa memperhatikan keadaan aneh di sekitar dan bergegas ke pintu depan untuk memakai sepatu.
'Hn. Aku bisa kena omel nih!' gerutuku dalam hati sembari memakai sepati, dan menahan roti di mulutku.

"Sasuke." panggil seseorang dari arah belakang.

"Hn?" jawabku singkat tanpa menoleh, dan beranjak menuju pintu.

"Apa kau yakin mau berangkat?"

"Hn?" ucapku heran dan menoleh pada Itachi-nii. Kulihat dia tersenyum geli ke arahku.

"Ada yang salah?" ucapku tak mengerti sikapnya.

"Lihat!" ucapnya dengan tatapan yang tetuju ke arah celanaku. Aku mengikuti pandangannya, hingga sampai ke resleting yang masih terbuka.

'What the hell !' buru-buru aku berbalik badan, meskipun sebenarnya sudah sangat terlambat, dan menutup resleting yang sudah mempermalukanku!
Selesai dengan ganguan itu, aku bergegas keluar rumah.

"Sasuke. . . " panggilnya lagi.

"hn?

"Sasuke."

"Apa!" jawabku kesal.

"Kau mau kemana?"

"Kenapa kau tanya? Sudah pasti kesekolah, Itachi-nii." jawabku kesal.

"Sekolah? Kau lupa, ini hari apa?"

"Hah?" dengan cengo dan tampang !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!, aku melihat ke layar hp-ku.
Saturday, xx-x-xxxx

"Aaaarrrrggghhhh!" teriakku frustasi. Bagaimana tidak? Aku kira aku akan kena omel gara-gara terlambat, faktanya hari ini L-I-B-U-R.

"Itachi-nii! Kenapa kau tak memberitahuku sejak tadi!" teriakku sembari melemparkan taS ke arahnya.

"Hahaha!" ledeknya dengan tawa dan menghindari tasku, "Salah siapa, hah? Kau sendiri kan, yang langsung terburu-buru berangkat?"

"Huh!" dengan kesal aku kembali ke kamarku. Sekilas, aku melihat tou-san dan kaa-san yang terkikih geli.

'Pagi yang buruk!' umpatku dalam hati.

TAMAT (?)
Kembali Ke Atas Go down
Neivf
木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
Neivf


Posting : 735
Join date : 09.03.12
Age : 28
Lokasi : your heart

Cerpen ala Naruto and friend's Empty
#2PostSubyek: Re: Cerpen ala Naruto and friend's Cerpen ala Naruto and friend's Empty13/5/2012, 2:28 am


selamanya
Cip cip cip
Sinar matahari menerobos melalui celah-celah
tirai kamar seorang pemuda berambut biru
dongker. Ia hanya menggeliat sesaat sekadar
menanggapi sambutan selamat pagi dari sang
mentari. Tak lama kemudian, ia sudah
tenggelam di balik selimutnya.
Cklek!
Mendengar seseorang yang mendekatinya, rasa
malasnya semakin menjadi-jadi. Ia tahu siapa
yang datang. Sudah 5 tahun ia bersikap seperti
itu. Ia tak bosan, begitu pula dengan wanita yang
kini duduk di sampingnya. Benar-benar malas
untuk bangun. Bahkan jika bisa, ia tak ingin
bangun dan menarik wanita disampingnya untuk
kembali ke pelukannya. Ia akan benar-benar
melakukan itu jika bukan karena takut tak
diacuhkan oleh wanitanya karena ia berani
menyeretnya ke tempat tidur lagi.
"Tuan Uchiha..." Panggilnya dengan kelembutan,
"Aku tahu Anda sudah bangun. Ini sudah cukup
untuk bangun siang di hari libur."
"Hn..." Ia menjawab dengan nada seolah-olah
malas membuka mata.
"Aku tahu Anda sudah bangun. Baiklah. Itu
berarti Anda melewatkan makanan kesukaan
Anda." Godanya.
"Eh?" Lelaki itu menyingkap selimut dr wajahnya.
Masih berpura-pura malas untuk bangun.
"Hm?" Wanita itu tersenyum dengan nada tanya.
"Baiklah, aku bangun. Tapi...bisakah aku
mendapatkan itu?"
"Lima tahun bersamamu, tak mungkin aku tak
hafal kebiasaanmu, tuan Uchiha." Ucapnya lalu
mengecup singkat bibir tuan Uchiha di depannya.
Si Uchiha tersenyum sesaat.
"I love you...my lovely..."
"Love you too..." Balas wanita itu.
Wajah yang tampak dingin jika di mata orang
lain itu, tampak ramah jika di depan wanitanya.
Senyumnya, tak ia berikan ke sembarang orang.
Kehangatan sikapnya, hanya pada wanita yang
ia cintai. Ia tak peduli pada wanita-wanita di luar
sana yang memuja ketampanan dan sikap cool-
nya. Ia tak peduli pendapat wanita lain. Hanya
peduli pada pendapat wanitanya. Ia akan
menjadi dingin seperti musim salju di depan
wanita lain, tapi menjadi sehangat musim semi
ketika di depannya. Ia adalah laki-laki yang
angkuh untuk wanita lain, tapi begitu romantis
untuk nyonya Uchihanya.
Ia pun beranjak dari tempat tidurnya. Melangkah
menuju kamar mandi, meninggalkan nyonya
Uchiha merapikan tempat tidurnya. Setelah itu, ia
bergegas menuju ruang makan. Nyonya Uchiha,
dan nona Uchihanya sudah menunggunya sedari
tadi.
"Tou-chan malas! Huh!" Protes si Nona Uchiha
sembari menggembungkan kedua pipinya.
Gemas. Itulah yang ada di benak Sasuke.
"Hukum tou-chan, Hikari." Timpal Hinata, sang
Nyonya Uchiha diiringi tawa kecil.
"Wah, rupanya tuan putri-tuan putriku berencana
menghukumku ya, hm?"
"Huh!" Lagi, Hikari menggembungkan kedua
pipinya. "Hikari saja sudah bangun dan
membantu kaa-chan."
"Benarkah?" Sasuke tersenyum.
"Iya!" Hikari menjulurkan lidah, menanggapi
candaan ayahnya.
"Pintar sekali putri ayah." Sasuke tersenyum
tulus pada gadis berusia 3,5 tahun di depannya.
"Sudah, sudah. Ayo makan. Kalau dingin, tidak
enak loh." Sela Hinata.
"Selamat makan!" Ucap keluarga Uchiha itu.
Begitu hangat atmosfer diantara mereka. Hinata,
sudah menikah selama 5 tahun dengan Sasuke
dari keluarga Uchiha setelah berpacaran hanya
dalam waktu 1 minggu. Singkat bukan? Mereka
pun dulu kenal karena ketidaksengajaan.
Lima tahun lalu, Sasuke bertemu Hinata saat
acara festival kembang api. Saat itu Hinata
tengah mencari-cari Hanabi, adik kandungnya,
yang tersesat. Saat tengah mencari-cari, tiba-tiba
saja tangannya ditarik oleh seseorang. Ia
berusaha menarik diri, namun gagal. Laki-laki itu
terlalu kuat. Ditambah lagi suasana yang ramai
dan karena kimono yang ia kenakan. Tiba di
depan sebuah salah satu penjual, barulah laki-
laki itu berhenti.
"La- eh?" Sasuke tak jadi melanjutkan kata-
katanya begitu melihat seorang gadis tak
dikenal terengah-engah di depannya. "Kau
siapa?" Tanya Sasuke dengan tampang innocent-
nya.
"Kk...kau yang si...hah..apa?" Jawab Hinata, "Kau
tt...tiba-tiba saja menarikku!" Hinata kesal. Tapi ia
hanya bisa tertunduk menyembunyikan rona
merahnya. Sedangkan yang ditanya justru
bengong.
Sasuke masih mengamati gadis bermata
lavender itu. Wajahnya yang mungil terbingkai
beberapa helai rambut indigonya, sedang yang
lainnya dijepit ke atas di belakang. Cantik. Pikir
Sasuke.
Karena tak kunjung menjawab, akhirnya Hinata
meninggalkan Sasuke dan kembali mencari
Hanabi. Sasuke pun tersadar dari lamunannya.
Namun terlambat, gadis itu sudah hilang ditelan
kerumunan orang yang memadati festival. Ia
pun teringat hal yang harus dilakukannya.
Mencari Sakura, saudara tirinya, yang hilang
karena dia salah menarik orang.
Penasaran akan gadis itu, Sasuke mencari tahu.
Bukan hal yang sulit. Tak berapa lama, ia sudah
dapat menemukan Hinata. Ternyata ia seorang
guru TK di TK Himawari yang tak jauh dari
tempat kerjanya. Jatuh cinta pada pandangan
pertama. Itulah yang dirasakan Sasuke. Selama
satu minggu, ia berusaha mendekati Hinata.
Niat dan sikap baiknya, untung saja ditanggapi
dengan baik pula oleh Hinata. Entah karena apa,
lambat laun ia juga jatuh hati pada Sasuke.
Tepat seminggu setelah usahanya mendekati
Hinata, Sasuke melamarnya. Diwakili setangkai
mawar merah dan sebuah cincin, Sasuke
melamar Hinata untuk menjadi istrinya. Ya, istri,
bukan pacar. Sasuke sudah benar-benar jatuh
hati pada sosok Hinata. Dia tak peduli meski
baru mengenal gadis itu sebentar. Ia hanya
peduli, ia tak ingin kehilangan gadis itu. Butuh
waktu beberapa menit untuk Hinata menerima
lamaran Sasuke yang mendadak itu. Tapi tetap
saja, akhirnya jari manis Hinata dihiasi cincin dari
Sasuke. Bagi Sasuke, cinta bisa dijalin setiap
waktu. Hatinya benar-benar sudah terpaut pada
bidadari itu. Ia tak ingin kehilangan Hinata.
"Sasuke, tadi Naruto menelfon. Dia mengajakmu
keluar." Ujar Hinata sembari membereskan meja
makan.
"Hn. Mau apa si baka-dobe itu?"
"Mungkin saja dia ingin sekadar berbicara
dengan sesama pria."
"Baiklah, aku akan menghubunginya nanti."
"Oh iya. Sasuke..."
"Hn?"
"Nanti aku ke rumah Ino, dia memintaku untuk
membantunya bersiap."
"Pertunangannya dengan Sai? Perlu aku antar?"
"Iya. Eh...tak usah. Aku bisa sendiri," Hinata pergi
ke dapur yang tak jauh dari ruang makan.
"Hikari, nanti main di rumah Obaa-san dulu ya?"
"Baa-chan? Ya, Hikari mau!" Sahutnya kegirangan.
"Baiklah, nanti kaa-chan antar."
"Hinata, aku pergi pukul 8."
"Iya, Sasuke. Tapi jangan lupa kau mandi..." Goda
Hinata dengan sedikit tawa kecil, "Jika tidak,
Naruto harus memakai masker seperti Kakashi."
"Hn? Apa kau sedang mengejekku, Nyonya
Uchiha?" Ucap Sasuke, yang entah sejak kapan,
tangannya sudah melingkar di pinggang Hinata.
Hinata memang sudah terbiasa atas tingkah
Sasuke yang sering mengagetkannya. Walaupun
sudah terbiasa, ada satu hal yang tak akan
pernah hilang darinya, yaitu rona merah yang
selalu menghiasi wajahnya setiap Sasuke
memperlakukannya dengan mesra. Meski itu
hanya sebuah pelukan seperti sekarang ini.
"Dasar kepiting rebus," goda Sasuke setelah
meninggalkan sebuah kecupan di pipi Hinata,
dan tentu saja membuat wajah Hinata semakin
merah, "Aku pergi dulu ya...Hinataku." Bisik
Sasuke dengan nada mesra.
"Ii...iya..." Jawabnya yang masih belum melepas
dari rona di wajahnya. Tapi sebelum Sasuke
sempat membuka pintu, Hinata menarik bajunya
dari belakang.
"Ada apa, Hinata, hm?"
Tak menjawab, Hinata tiba-tiba mengecup
singkat pipi Sasuke. Membuat Sasuke
keheranan. Tentu saja ini bukan kebiasaan.
Jarang sekali Hinata memberinya ciuman atas
kemauannya sendiri. "Hati-hati di jalan ya?"
Pesan Hinata.
Sasuke tersenyum, "Iya," Ia membuka pintu, "Kau
juga, Hinata."
Sepanjang perjalanan Sasuke masih teringat
perlakuan Hinata tadi. Senyuman geli, senang,
dan rasa heran bercampur. Ia lalu membawa
mobilnya melaju ke kediaman Uzumaki. Hari ini
ia diajak si pirang itu membicarakan sebuah
bisnis dan pasti sedikit pembicaraan antar lelaki.
Apa itu? Author juga tak tahu, karena bukan laki-
laki...hehe *diinjek-injek*. Sasuke memacu
mobilnya dengan kecepatan sedang. Tiga puluh
menit kemudian, ia sudah sampai di depan
kediaman Uzumaki. Naruto pun juga sudah
menunggunya. Setelah Naruto masuk ke mobil,
mereka melaju ke tempat tujuan. Rupanya
mereka pergi ke sebuah cafe yang berada di
dekat bukit. Suasana yang nyaman untuk
mengistirahatkan pikiran meski sambil
membicarakan bisnis.
Duk!
Sebuah suara yang mengisyaratkan mobil
Sasuke menabrak sesuatu, membuat Sasuke
melihat kaca spion. Rupanya ia menabrak
sebuah pohon saat terlalu mundur memarkir
mobilnya. Setelah sedikit memajukan mobil, ia
turun untuk mengecek bagian belakang
mobilnya. Untung tak apa. Tapi perhatiannya
justru lebih tertuju ke bawah, pada ban mobilnya.
Rupanya, ban mobil Sasuke berada tepat di
sedikit semak lavender, dan membuat beberapa
lavender itu patah.
Deg!
Tiba-tiba ia teringat pada si mata lavender.
Sejenak perasaannya menjadi cemas. Tapi
segera ia menyingkirkan perasaan itu.
"Ada apa, teme?" Tegur Naruto.
"Tak apa."
Mereka lalu mengambil sebuah tempat di
beranda kafe. Empat jam sudah cukup lama bagi
2 pria itu untuk membicarakan masalah serius.
Sebenarnya kali ini Naruto ingin meminta
pertimbangan Sasuke. Ia ingin memberikan
kejutan untuk istrinya, Sakura yang juga
merupakan adik tiri Sasuke, 2 minggu lagi di
peringatan ulang tahun pernikahan mereka yang
ke-5 tahun.
"Hei, teme! Bagaimana kalau kita memberikan
kejutan untuk Sakura dan Hinata bersamaan?"
Usul Naruto tiba-tiba.
"Hn?"
"Ulang tahun pernikahan kita jatuh di hari yang
sama, kita beri saja kejutan bersamaan."
"Hn..." Sasuke berpikir sejenak, "tak buruk, kupikir.
Baiklah, aku setuju."
"Bagus!"
Dengan gaya ala bapak-bapak, *digeplak
NaruSasu* eh gaya ala pria dewasa, mereka
mulai mendiskusikan kejutan untuk istri mereka.
Ya, mereka ingin memberikan hal spesial untuk
bidadari masing-masing. Tak terasa matahari
sudah condong ke barat. Akhirnya mereka
memutuskan untuk pulang. Ketika
mengemudikan mobilnya, Sasuke tampak
gelisah. Perasaannya makin tak karuan.
"Hei, teme! Kau kenapa?"
"Tak apa, dobe." Ujar Sasuke yang tiba-tiba
menepikan mobil di dekat sebuah perempatan
jalan. Ia mengambil handphone di sakunya dan
menghubungi rumah ayahnya. Ia menanyakan
Hikari, namun ayahnya mengatakan bahwa
Hikari baik-baik saja.
"Hinata..." Ia pun segera menghubungi Hinata.
"Moshi moshi?" Sapa suara di seberang telfon.
"Hinata, kau dimana?"
"Aku di sebuah toko sedang menemani Ino. Ia
bingung sekali memilih aksesoris."
"Hn. Ya sudah, hati-hati, Hinata."
"Iya..."
Sasuke menghela napas panjang. Seakan baru
lepas dari sebuah kesulitan.
"Teme?"
"Tak apa, dobe."
"Dari tadi kau tampak aneh. Ada masalah?"
"Hn. Perasaaku hanya sedikit tidak nyaman."
"Aku saja yang mengemudi. Kau istirahatlah."
"Hn."
Mereka pun keluar dari mobil dan bertukar
posisi. Mengemudi dengan kondisi seperti itu,
memang tidak baik bagi Sasuke.
Ckiiit!
Brakk!
Tiba-tiba terdengar suara keras dari arah
belakang. Spontan Sasuke menoleh ke arah
sumber suara. Rupanya terjadi sebuah
kecelakaan.
Orang-orang tampak berkerumun, mencoba
membantu. Awalnya Sasuke ingin tak peduli, tapi
ia tiba-tiba melihat sosok wanita berambut
panjang. "Ino...Hinata!"
Ia segera berlari ke arah kerumunan itu. Begitu
menerobos dinding manusia di depannya,
tubuhnya kaku seketika.
"HINAATAAAAA!"
Tanpa aba-aba, ia membawa wanita yang
beberapa detik lalu tergeletak di jalan setelah
tubunya terhempas karena ditabrak sebuah
mobil. Degub jantungnya semakin cepat. Aliran
darah Sasuke juga seakan mendesir lebih
kencang. Air matanya sudah tak terbendung lagi.
Ia membawa...Hinata, wanita yang menjadi
korban itu, ke mobilnya.
"Dobe! Cepat ke rumah sakit terdekat! CEPAAT!"
"Ii...iya, teme."
Naruto melaju kencang di jalanan. Ia tak henti-
hentinya membunyikan klakson membelah
jalanan. Sasuke di belakang, mendekap erat
Hinata yang sudah berlumuran darah.
"Hinata! Bertahan! Bertahanlah! Kumohon..."
Sasuke semakin erat mendekap Hinata.
"Sasu...ukh...Sasuke..."
"Sudah, diam saja kau!" Ia membentak pelan
pada Hinata.
"Sa...sasu..." Hinata tampak kesulitan berbicara.
"Ya...Hinataku?" Sasuke semakin tak bisa
membendung air matanya.
"Aishiteru..." Ucap Hinata seakan itu terakhir
kalinya ia bisa mengungkapkan rasa cintanya.
"Aishiteru yo..." Perasaan Sasuke semakin tak
karuan.
Setibanya di rumah sakit, Naruto segera
memanggil paramedis untuk menolong Hinata
tanpa perintah. Sasuke membaringkan Hinata di
tempat tidur di ruang ICU. Ingin menemani
Hinata. Tapi ia tak mendapat izin. Tak henti-
hentinya ia mondar-mandir di depan pintu ICU.
"Teme, tenanglah..."
"Bagaimana aku bisa tenang? Itu terjadi di depan
mataku, tapi aku tak bisa menghindarkannya
dari bahaya!"
"Itu diluar kuasamu, teme."
"Aku benar-benar suami yang tak berguna!
Arrgghhh!" Sasuke menjambak frustasi
rambutnya. Dinding di hadapannya pun tak luput
dari lampiasan kekesalannya pada dirinya
sendiri. Ia merasa gagal. Hinata celaka di depan
matanya, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa.
"Tuan Uchiha?" Tanya seorang dokter yang baru
keluar dari ruang ICU.
"Ya?" Sasuke bergegas menghampirinya.
"Silahkan masuk. Yang lain, mohon tunggu
diluar."
Sasuke bergegas memasuki ruangan. Tak jauh
dari pintu, ia melihat istrinya terbaring lemah. Ia
mendekati Hinata dan duduk di samping wanita
itu.
"Hinata..." Panggil Sasuke lemah.
"Hm...kk...kau cengeng, Sasuke..."
Sasuke membelai lembut pipi Hinata. Diciumnya
kening Hinata. Lagi, air mata meleleh di pipi
Sasuke, "Ma...af..." Hati Sasuke semakin sakit,
"Aku...aku tak bisa menjagamu...hikss..."
"Sasuke...bisakah aku mendapat sebuah
pelukan?"
"Tentu..." Sasuke merendahkan tubuhnya dan
mendekap Hinata, "Apapun untukmu..."
"Jaga dirimu dan Hikari baik-baik ya, Sasuke?"
"Diam! Jangan bicara seperti itu."
"Tapi..."
"Tidak ada kata tapi! Kau sudah janji akan
menemaniku. Kau tak boleh ingkar janji..."
"Nghm.. Iya..." Jawab Hinata. Lalu Sasuke
merasakan tangan Hinata membalas
pelukannya, "Maaf..." Ucap Hinata lirih. Tapi tak
sampai ke telinga Sasuke.
"Aku mencintaimu. Tak akan aku biarkan kau
mengingkari janjimu," Sasuke tercekat, "Kau pasti
akan baik-baik saja, Hinata. Pasti!"
"Uhm..."
"Kau harus! Aku tak bisa kalau tak ada kau."
Sasuke mempererat dekapannya, "Aku sangat
mencintaimu. Aku tak ingin sendiri..."
Dekapan Hinata melemah, "Aku mengantuk,
Sasuke..."
"Tidak!" Sasuke melihat monitor Kardiograf,
"Jangan, kumohon. Tidak...! Dokter!"
Terlambat. Sesaat sebelum dokter menyentuh
Hinata, monitor yang memantau detak jantung
Hinata sudah menjadi garis lurus. Alat pacu
jantung pun sudah tidak bisa memberikan
harapan untuk wanita berambut indigo itu.
"HINAAATAAAA!" Sasuke kembali histeris. Ia
mendekap erat-erat tubuh Hinata, "Bangun,
Hinata! Kau pasti bercanda, kan? Bangun, Hinata!"
Hanya suara Sasuke yang memenuhi ruangan
itu.
"Tou-chan..." Hikari mendekati Sasuke, "Kaa-chan?"
Tanya Hikari yang entah mengapa air mata
membasahi pipinya.
Sasuke kembali memeluk erat Hikari, "Ma...af,
Hikari..." Desis Sasuke. Hanya maaf. Hanya kata
maaf yang Sasuke bisa ucapkan untuk mewakili
rasa bersalahnya, kesedihannya, juga merasa
!!!*kata ini disensor oleh Admin*!!! atas dirinya. Sedangkan Hikari, ia hanya
bisa terdiam.
Sejak Hinata disemayamkan sampai
dimakamkan, ia tak menampakkan diri. Ia tak
mampu menatap tubuh rapuh istrinya yang kini
terbujur kaku itu. Kesedihan dan rasa
bersalahnya terlalu egois untuk bisa membuat
Sasuke mengalah melepaskan wanita itu.
Dua minggu kemudian...
Hari ini, tepat dua minggu setelah meninggalnya
Hinata. Hari ini pula, tepat lima tahun ia dan
Hinata hidup bersama, andai Hinata masih di
sisinya.
Greek..
Sasuke mengambil sesuatu dari dalam laci. Ia
berjalan tanpa semangat hidup meninggalkan
kamarnya. Tak ada orang yang ia jumpai ketika
mengedarkan pandangan ke seluruh sudut
ruangan. Hening. Sepi. Sunyi. Tak acuh, ia
melanjutkan langkah. Cuaca tampak mendung
seperti akan turun hujan. Lagi-lagi ia tampak tak
acuh. Ia berjalan ke tempat istrinya. Makam.
Lima belas menit kemudian, ia sudah berdiri di
depan sebuah nisan. Ia meraih sesuatu dari
sakunya. Rupanya sebuah kalung. Ya,
rencananya itu adalah hadiah kejutan untuk
Hinata. Sasuke meletakkan kalung itu di depan
nisan Hinata.
"Selamat hari ulang tahun pernikahan kita yang
ke-5, Hinata..." Ucap Sasuke dengan senyum miris.
Ia lalu diam. Hingga hujan turun, ia tak beranjak
dari tempatnya.
"Aku mencintaimu. Aku membutuhkanmu. Tapi
kau meninggalkanku. Sendiri."
Rutukan kesedihan masih menyelimuti sang
Uchiha. Sendiri. Separuh napasnya bagai diambil
paksa. Belahan jiwanya telah diambil kembali.
Tapi mau tak mau, ia harus menerima itu.
***
omake:
Rintik hujan masih setia menemani sosok lelaki
yang tengah terdiam di depan makam itu.
Uchiha Hinata
Sebaris nama yang mampu membuat air
matanya meleleh seketika. Wanita indigo itu, kini
tak ada disisinya lagi. Tak akan ada lagi
senyuman hangat dan kecupan mesra setiap
pagi. Tak akan bisa ia lihat lagi rona merah di
pipi wanita yang paling ia cintai. Tak akan ada
lagi yang selalu menenangkannya saat ia
tengah tertelan emosi. Dan...tak ada lagi sosok
yang selalu ada untuknya.
Perlahan ia mendekat. Dikecupnya batu nisan itu,
"You are the first and the last. Love you forever..."
Ya, tak akan ada pula yang mampu
menggantikan wanita itu dihatinya.
Lelehan dari matanya kini bercampur air hujan
yang semakin deras. Hari pun semakin gelap.
Tapi tak se-inchi-pun ia berniat beranjak dari
tempat itu. Tak peduli meski dingin
menyelimutinya. Tak seberapa jika dibandingkan
dinginnya tubuh wanita yang ia dekap di terakhir
kali kesempatannya. Begitu dingin.
"Kami-sama, kini Kau telah meminta dia
kembali," ia mengatur napasnya yang tersengal,
"tapi kuharap, dia masih bisa hadir di hidupku."
Air matanya semakin tak terbendung. Begitu
berat dirinya melepaskan orang yang begitu ia
cintai.
Tap tap tap
Terdengar suara langkah kecil berbarengan
dengan kecipak air yang semakin mendekat ke
arahnya.
"Tou-san..." Panggilnya pelan pada lelaki yang
masih bergeming di tempatnya itu, "Tou-san..."
ulangnya.
Bukan karena tak mendengar, tapi karena ia
sudah tau siapa yang memanggilnya. Tak lama
ia tak merasakan lagi tetes hujan. Rupanya
sebuah payung menghalanginya. Ia menoleh.
Ditatapnya gadis kecil itu. Dibelainya dengan
sayang pipi mungilnya. Dalam hitungan detik,
gadis kecil itu tenggelam dalam pelukannya.
"Tou-san jangan menangis," ia balas memeluk,
"Nanti Kaa-chan sedih." Ucapnya penuh
kepolosan, namun terdengar seakan ia tau
semuanya.
"Iya, Hikari." Kini senyum lembut menghiasi
wajah stoicnya.
'Kami-sama, ternyata kau tak mengambil ia
sepenuhnya. Aku lupa masih ada Hikari.
Sosoknya yang persis seperti ibunya. Mata
lavendernya, senyum hangatnya, juga
kelembutan tutur katanya.' Batinnya.
"Tou-san, ayo pulang. Tou-san bisa sakit."
"Iya..." Dan ia pun beranjak dari tempatnya.
"Kaa-san, Hikari dan tou-san pulang dulu ya..."
Lelaki itu hanya tersenyum kecil.
"Ayo, Hikari!"
"Iya!"
Mereka pun berjalan pergi. Lelaki itu kini merasa
lebih baik. Masih ada Hikari, cahaya cinta
mereka berdua. Ia harus bisa bangkit kembali,
dan menjaga Hikari.
"Kaa-san juga mencintai kalian..." Ucap seorang
wanita berambut indigo dari makam itu tadi.
Kedua orang yang ia cintai, selalu mencintainya.
Sebuah senyuman hangat terlukis di wajahnya.
Dan sosoknya pun menghilang bersamaan
dengan berhentinya hujan.
~OwAri~
Kembali Ke Atas Go down
Neivf
木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
Neivf


Posting : 735
Join date : 09.03.12
Age : 28
Lokasi : your heart

Cerpen ala Naruto and friend's Empty
#3PostSubyek: Re: Cerpen ala Naruto and friend's Cerpen ala Naruto and friend's Empty15/5/2012, 5:54 am

jemput aku sasuke
By: khanief
malam yg dingin ini sakura tiba2 menelpon sasuke yg sedang sibuk bekerja.. Sakura pulang dari jakarta karena menghadiri gathering bersama anak2 FAN.. Ia telah sampai di airport.. Kemudian ia menelon sasuke..

Pukul 19:15 ditelepon.

Sakura: sayang..Aku sudah di airport.Kamu jemput aku ya?

Sasuke: kamu sdh ada di airport?kok gak ngabarin dlu sih? Aku lmbur ni,ada kerjaan penting yg harus aku selesaikan..mungkin 2 jm lg bru selesai..

Sakura: gpp sayang,aku tungguin..

Sasuke: lagian kamu pulang kok mendadak,gag ngasih tau lagi!!.

Sakura: maaf sayang, kakak lg diluar kota,mama lagi gag enak badan, Lagipula pengennya yg pertama kali aku liat itu kmu..Maaf kalo aq nyusahin qm..

Sasuke: iya gpp,tunggu 2 jam lagi ya
..
1 jam kemudian..

Sakura: halo sayank, blom selesai ya kerjaannya?

Sasuke: gimana mau selesai kalo kamunya nelpon mulu! Udah ya tunggu sejam lagi, bye!

Sakura: hallo sayang..Yah.....Udah dimatiin.

Melihat hpnya terus berdering panggilan dr sakura,dia pun mematikan hpnya..
Pukul 22:00 setelah pekerjaannya selesai sasuke pun langsung menuju bandara tanpa mengaktifkan hpnya terlebih dahulu.
Sesampainya dibandara dia mencari sakura, tapi gak ditemukan. Lalu dia m'aktifkan hpnya ada 5 sms yg diabaikannya..
Sasuke menelpon sakura dan hpnya pun sudah gak aktif lagi.

''kalo hanya gag dijemput, kenapa mesti marah sampai mematikan hp sih!"Gerutunya..

Sasuke pun menuju rumah sakura namun tak ada
orang, dia ingin melangkahkan kakinya pergi
namun, terhenti ketika ambulance datang..

Kakaknya sakura :kemana saja kamu! Penjahat itu sudah menusuk adikku. Dia nungguin kamu, bukan nungguin kematiannya! berkali kali aku memintanya pulang, tapi dia tetap bersikeras nungguin kamu..
Kalo gini jadinya, siapa yg kehilangan dia, bkn kmu,tapi kita semua ..

Sasuke pun hanya diam mematung tanpa suara..
Dibacanya cmz dr sakura..

20:25 sasuke sayang koq hpnya dimatiin?

20:30 sayang, belom selesai ya?

20:40 sayang ada yg merhatiin aq terus..

20:45 aku takut, kamu dimana sayang?

20:50 ya sudah aq pulang sendiri, sebenarnya aku pulang cuma mau ngucapin happy anniversary untuk kita, makanya gak mau dijemput siapapun.. Makasih sasuke untuk waktu 2 tahunnya. I Love U, maafkan aku sasuke.

Owari (the end)
Kembali Ke Atas Go down
Neivf
木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
Neivf


Posting : 735
Join date : 09.03.12
Age : 28
Lokasi : your heart

Cerpen ala Naruto and friend's Empty
#4PostSubyek: Re: Cerpen ala Naruto and friend's Cerpen ala Naruto and friend's Empty16/5/2012, 8:12 am

Make him smile, Naruto! Make him smile!
Tittle: Sasuke, Senyum!
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Pair: Namikaze Naruto x Uchiha Sasuke
Status: Complete
Length: word(s), oneshot
Genre: Romance
Warning's: Don't like?Don't Read!

Happy reading!

Adalah sebuah peristiwa tak lazim mendapati
salah satu rumah di jantung kota Konoha ini dalam
keadaan sunyi. Padahal magnet kerusuhan sedang
menapakkan kaki dalam rumah itu.
Ya, siapa lagi kalau bukan Namikaze Naruto? Pemuda
yang telah lahir ke dunia dua puluh satu tahun yang
lalu itu kini sedang duduk di sofa lembut dalam ruang
tamu rumahnya—ia dan kekasihnya.
"Teme, mau makaan~" Nah, sudah terdengar lagi
suaranya setelah beberapa waktu lalu rumah
sederhana—dalam pengukuran seorang dengan garis
keturunan Namikaze— dilanda kesunyian.
"Fungsi tubuhmu belum mati. Buat sendiri." Seseorang
di sebelahnya berujar dengan nada menyebalkan.
Majalah teknologi edisi terbaru tampak lebih menarik
atensinya daripada makhluk kuning di sampingnya.
"Biasanya 'kan kau yang memasak. Lagi pula aku lelah
sehabis pulang dari praktek di klinik, Teme." Naruto
menyandarkan kepalanya di pundak sang kekasih
yang telah menemaninya selama dua tahun hidupnya.
Mencoba merayu kekasih tercintanya yang telah jatuh
dalam tingkatan mood paling rendah.
"Bukan urusanku. Lagi pula siapa yang mau makan?"
"Tapi 'kan itu kewajibanmu sebagai istriku." –Patut
dipertanyakan pernyataan yang satu ini.
"Kau saja bisa mengurus orang lain. Mengapa tak bisa
mengurus dirimu sendiri? Tidak usah jadi dokter."
"Eh? Lho, mengapa membawa-bawa pekerjaanku? Kau
juga yang setuju 'kan?"
"Hn." Sebuah majalah berhalaman tebal mendarat di
wajah kecokelatan milik Naruto. Majalah… 275
halaman. Bagaimana tidak sakit?
"Teme!" Naruto menggeram, mencoba dengan keren
untuk merobek buku itu agar menjadi dua bagian.
Namun apadaya, hasilnya tangannya malah memerah
karena tidak kuat. Dasar !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!. Mungkin memang
benar, emosi hanya menyakitkan diri sendiri. Jangan
mencoba jadi keren kalau tak mampu.
"Apa? Apa?" Sasuke menjawab dengan nada sedkit
sewot. Terlalu terlihat ia menahan sesuatu. Di
tangannya telah tergenggam erat sebuah gelas kaca
yang tadinya ingin ia minum isinya
"Kau itu kenapa, sih?" Naruto berujar lembut dengan
sorot mata heran melihat seorang Uchiha Sasuke yang
biasanya tenang kini menjadi agak tak terkendali.
"Tanyakan saja pada jas milikmu dengan harum
parfum wanita yang sangat menyengat itu. Juga
dengan mawar putih di saku kiri jas putihmu. Dan
cokelat warna merah muda di saku kanan jasmu."
Dengan sekali sentak sang pemilik helai raven itu
berdiri dan berjalan terburu lalu—
BRAK!
—salah satu engsel pintu terpental hingga sampai di
sofa tempat Naruto duduk sekarang.
"Kau kenapa lagi, Teme sayang? Memang ada benda-
benda itu di jasku? 'Kan yang pernah memegangnya
hanya kau dan aku." Naruto merosot lemas. Ya, dia
memang tidak pernah suka miliknya dipegang-pegang
atau disentuh oleh orang lain selain kekasih dan orang
tuanya. Dan hari ini jadwalnya jas putih itu dicuci, jadi
ia membawa barang itu pulang.
Lalu apa masalahmu, Sasuke? Sekarang 'kan jasnya
sudah ada di mesin cuci. Bagaimana aku melihatnya?
Naruto mendengus frustasi.
Ingatannya berputar keras berusaha mengingat
tentang apa yang telah dilakukannya hari ini hingga
kekasih tercantiknya itu nampak berwajah merah
menahan amarah.
Ia hanya memeriksa pasien, lalu tersenyum pada
pasien, menuliskan resep pada pasien, lalu—
AH! Menerima cokelat dan bunga dari pasien, lalu
memberikan pelukan pada pasien. Naruto menghela
napas lemas.
Pantas saja Sasuke mencapai tingkat mood terendah
begitu.
Dan mengapa aku baru mengingatnya? Naurto
menjerit dalam hati. Sasuke yang sudah seperti ini
terlalu sulit dan butuh banyak ide untuk menariknya
keluar dari kamar mereka dan menjelaskan
semuanya.
Ia sudah kehabisan ide dan tenaga untuk membuat
Sasuke tersenyum dan keluar dari kamar hari ini.
Bengkel manusia—klinik— yang merupakan tempat
prakteknya menerima banyak pasien hari ini. Dan ia
juga sedang malas berpikir—kapan ia pernah rajin
berpikir?
Biarlah. Besok juga akan kembali seperti semula—dan
ia pastikan sofa akan menjadi tempat tidur ternyaman
untuk malam ini.
.
.
Langkah kakinya yang tegap terdengar menggema di
dapur kosong rumah mereka—biasanya Sasuke yang
ada di sana untuk membuatkannya makanan hangat
dan sungguh lezat. Ia tersenyum kecut mengingat
kekasihnya yang mungkin sedang mengeluarkan
boneka voodoo untuk mengutuknya.
Ia membuka lemari pendingin yang terletak di dekat
lemari tumpukan piring, mengeluarkan sebotol besar
jus jeruk dan menuangnya ke gelas yang sudah ada
dalam tangannya. Kemudian duduk di keramik dekat
kompor dan meminum sari menyegarkan itu.
Matanya meneliti ke seluruh pelosok dapur. Rapi. Tidak
mungkin begitu jika bukan Sasuke yang merawat
dapur ini. Safir biru itu berhenti bergerak dan bertumpu
pada satu tempat silinder di pojokan dekat kompor.
Tempat sampah.
Bukan, bukan silindernya itu yang menarik. Melainkan
sampah yang ada di dalamnya, yang baginya tak
pantas dibuang. Ia berjalan mendekati tempat silinder
itu.
"Dasar si !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!! itu. Sembarangan saja, ya. Yang
benar saja, mengapa cokelat dan bunga dibuang—" Ia
langsung tersedak dan menyemburkan jus jeruk yang
ada dalam mulutnya begitu menyadari inilah 'sampah'
yang menyebabkan Uchiha Sasuke melempar buku
dengan ratusna halaman ke wajahnya.
Cokelat berbentuk hati, diikat dengan pita merah
muda. Dan sebuah bunga mawar putih yang sudah
terpisah-pisah antara kelopaknya dengan tangkainya
—pasti dihancurkan Sasuke.
Terlintas sebuah pemikiran untuk meredakan amarah
kekasihnya.
Sasuke membating dirinya ke ranjang nyaman di
kamar miliknya—dan milik Naruto juga. Rasanya ingin
meremas, meremukkan, membuang sesuatu. Tak puas
hanya bunga dan cokelat itu saja yang ingin ia
lenyapkan. Tapi juga jas praktek Naruto yang walau
sudah diberikan takaran 10 tutup botol pemutih
pakaian agar bau parfum wanita itu hilang.
Ia memang seperti ini. Dalam hati ia sadar kalau ia
memang terlalu egois untuk bertanya terlebih dahulu,
bagaimana dua benda dan satu aroma itu bisa ada di
jas Naruto.
Tapi –ia benci mengakui ini— inilah dia. Ia jarang bisa
berpikir jernih untuk makhluk kuning berjalan itu.
Sasuke menutup wajahnya dengan bantal, ia
menghela napas pelan.
Kendalikan dirimu, wahai Uchiha yang Terhormat.
"Sasuke."
Ia menyingkirkan bantal untuk menajamkan
pendengarannya.
"Sasuke, buka pintunya. Aku mau bicara."
Ia bangun dan menatap pintu dengan datar.
"Aku tahu kau mendengar, 'Suke. Aku mau bicara."
Sasuke mendengus pelan, "Bicara saja."
Naruto yang di luar sana menghela napas.
Mereka bicara dengan pintu di antara mereka.
"Sasuke, maafin Naruto, ya?"
Sasuke menggerundel pelan, dikira iklan operator, kali.
"Sasu-chan, tahu persamaannya antara kau dengan
cokelat?"
Sasuke mengernyit samar, "No. What?"
Terdengar jawaban dari luar, "Sama-sama bisa
meleleh." [1]
"Apaan? Maksudmu?" Ia makin mengernyit.
"Tapi itu juga berbeda, sih." Terdengar ketukan jari
pelan, mungkin Naruto sedang berpikir dan itu makin
memusingkan Sasuke.
"Serius, Dobe."
"Ah, 'kan kalau cokelat itu melelehnya dalam mulutku.
Tapi kalau kau—"
"Apa?" Sasuke bertanya tak sabar.
"—meleleh dalam pelukan dan ciumanku."
"BAKA!" Satu bantal mendarat indah menabrak pintu,
telinganya sedikit memerah. Ia tahu Naruto sedang
cekikikan di luar sana.
"Hei, Teme, Teme, kau tahu tidak, mengapa pelangi itu
hanya setengah?"
Raut datar kembali menghiasi wajahnya, "Apa? Kau
mau bilang karena setengahnya ada di mataku? Hah.
Basi. Lagi pula mataku ini berwarna hitam. Bukan
warna-warni seperti pelangi."
Yang di seberang sana bungkam, Sasuke tersenyum
penuh dengan aura kemenangan.
"Temee, aku mau jadi lilin, ah. Nanti kau jadi apinya,
ya?" Setelah beberapa menit terdengar lagi suara dari
seberang.
"Mengapa?"
"Karena aku rela meleleh agar kau terus
memancarkan cahayamu."
Andai Naruto yang sedang cekikikan itu tahu kalau
Sasuke sedang berusaha keras menahan senyumnya.
"Hn. Biasa saja." Sasuke membuang wajahnya sambil
memasang raut datar seolah tak ada raut merah yang
bersemayam semu di kedua pipinya.
Didengar Sasuke kalau ada tinjuan pelan di pintu
berwarna cokelat penghalang mereka itu. "Aku 'kan
sudah berusaha, baka Teme!"
"Hn."
Hening kembali meraja di antara mereka,
"Dobe."
Naruto mendongak menatap cokelatnya pintu, "Ya?"
"Paman Minato seorang atlit lari 'kan?"
Pemuda dengan kilat safir itu mengangguk pelan, "Iya.
Kenapa?"
"Tidak. Aku mengerti sekarang."
"Apa?" Naruto mengernyit hingga tiga lipatan nampak
di keningnya.
"Pantas saja anaknya bisa membawa lari hatiku." [2]
"T—TEME?"
Rona merah itu berpindah dari latar putih ke cokelat.
END
Kembali Ke Atas Go down
Neivf
木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
Neivf


Posting : 735
Join date : 09.03.12
Age : 28
Lokasi : your heart

Cerpen ala Naruto and friend's Empty
#5PostSubyek: Re: Cerpen ala Naruto and friend's Cerpen ala Naruto and friend's Empty18/5/2012, 5:57 pm

genre: friendship. romance
updet by: my hp
title: Love you too, Naruto

#Sasuke Pov
Dengan malas aku memarkirkan motor digarasi
rumah. Tubuhku terasa sangat lelah sekali setelah
seharian tadi mengikuti kuliah.
Saat aku tiba, Hari beranjak malam. Seperti biasa,
rumah sepi. Aku pun langsung masuk ke dalam rumah,
hingga seseorang mengagetkanku di ruang keluarga.
"Dobe!" teriakku saat melihat Naruto duduk diatas sofa
sambil memakan sesuatu.
"Eh Teme. Dirumah sedang tidak ada makanan, jadi
aku mencarinya disini. Tadi aku menemukan ramen ini
terus aku memakannya." Ucap Naruto polos.
Aku hanya bisa menghela nafas. Sudah menjadi
pemandangan yang wajar jika ia masuk rumahku
tanpa permisi. Dia adalah Naruto, tetanggaku yang
sudah kuanggap seperti Saudaraku sendiri bahkan
mungkin lebih dari itu, kami telah bersahabat sejak
kecil. Dia sudah sangat mengenalku dan juga
keluargaku.
"Kau baru pulang?"
"Hn."sambil meletakkan tas disampingnya.
"Tidak ingin mandi dulu?" tanyanya padaku.
"Hn." Ucapku lalu beranjak ke kamar untuk mandi.
Belum lama aku masuk kamar mandi, Naruto sudah
meneriakkiku dari lantai bawah. "Temeee, ada
telepooonn!"
Aku mendengarnya, namun aku tak menjawab.
"Nee Temee, apa boleh ku angkat?" teriaknya lagi.
Lagi-lagi aku hanya diam.
Sesaat kemudian aku keluar dari kamar mandi dan
menemukan Hpku sudah diatas tempat tidur.
Aku mengeringkan rambut dan tubuhku sambil
berkaca didepan cermin. Wajahku hari ini benar-benar
kusut.
"Eh? Kenapa tidak ada suara dari lantai bawah?
Apakah Naruto sudah pergi? Oh iya, HP ku?" batinku
Lalu aku beranjak mengambil HP itu, kulihat ada 20
missed call dan satu sms masuk. Semuanya dari
Sakura.
Akupun membaca sms singkat dari Sakura.
"Aku ingin kita putus."
Glekk! Rasanya seperti disambar petir disiang bolong.
Setelah dua tahun menjalani hubungan, apakah hanya
dengan kalimat ini dia bisa mengakhirinya?
Aku benar-benar tak menyangka. Aku tidak pernah
menduganya. Hatiku mendadak sakit saat ini.
Aku pun mencoba untuk menelepon Sakura namun,
HP nya tidak aktif. Tanpa pikir panjang, aku langsung
mengambil jaket dan juga kunci motor. Ingin sekali
aku menanyakan apa maksud dibalik semua ini.
Namun langkahku seketika berhenti saat aku
mendapati Naruto berdiri tepat didepan pintu kamarku.
Dia tersenyum lebar.
"Temee. Kau mau pergi lagi?"
Aku tak tahu harus menjawab apa. Yang jelas Naruto
tak mengerti apa yang sedang kualami sekarang
terlihat dari wajahnya yang nampak kebingungan.
"Teme, kau tidak apa-apa kan?" kepalanya miring.
Sepertinya dia mencurigai sesuatu.
"Tidak Dobe , aku hanya ingin ke taman bermain. Kau
mau ikut?"
Dia tersenyum sangat manis. Demi Tuhan, senyumnya
mampu membuat rasa kalutku mencair dalam
sekejap.
Kami berjalan kaki menuju kesana. Selama di jalan,
Naruto terus menceritakan pengalamannya selama di
sekolah tadi. Dan aku hanya mampu menjawabnya
dengan "Hn" dan "Benarkah?"
"Sasuke, apa kau masih ingat dulu aku pernah jatuh di
ayunan itu?"
"Hn." Jawabku singkat.
"Teme. kau tidak lupa kan? Sebentar lagi aku akan
tampil perdana bermain piano dalam festival sekolah
nanti."
"Hn Dobe. Aku tidak akan lupa" Jawabku lagi.
Aku terdiam. Kali ini Naruto juga ikut terdiam.
"Nee Teme, tadi ada temanku yang menghampiriku
dan menyatakan cintanya padaku."
"Benarkah?"
"Ya, namun aku tak tahu harus menjawab apa. Dia
terus mendesak agar aku mau menerimanya. Tapi aku
tetap diam." Dia mengambil nafas sejenak, " aku
benar-benar bingung, bagaimana aku bisa
menerimanya sedangkan aku tak tahu apa itu?"
Naruto menunduk lalu menoleh padaku, "Apa kau
tahu, cinta itu apa?"
Degh! Jantungku seperti berhenti berdetak saat itu.
Pertanyaan Naruto benar-benar sesuatu yang tak ingin
kudengar saat ini.
Aku pun menjawab, "Kau tidak benar-benar bisa
merasakannya sebelum kau merasakan sakitnya,
Naruto."
Naruto mengerutkan dahi. Sepertinya dia tidak
mengerti.
"Dasar Dobe."
"Aku tidak !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!! Teme. Cuma bingung."
"Yang namanya Dobe tetaplah seorang Dobe."
"Terserah kau sajalah Teme."
Semenjak saat itu, Sakura menghilang seperti ditelan
bumi. Aku tak bisa menemukannya dimanapun. Tapi,
hari ini nampaknya aku beruntung. Sepulang dari
kuliah, aku melihatnya sedang berjalan di trotoar
pinggir jalan.
"Sakura!" panggilku dengan keras.
Dia pun menoleh.
"Jelaskan isi sms terakhir yang kau kirim padaku!"
ucapku to the point. Aku benar-benar tidak sabar ingin
mendengar penjelasannya sekarang juga.
"Ikut aku." Dia menggandeng tanganku. Kami berhenti
di sebuah gazebo pinggir jalan. Dia menatapku serius.
"Aku sudah tidak tahan dengan hubungan kita yang
diam-diam ini."
Aku tersentak. Tak menyangka ia akan membahas
tentang ini.
"Kesabaranku sudah benar-benar habis sekarang."
Ucapnya dengan tegas.
"Kau bilang orang tuamu tak ada masalah." Katanya .
"Namun kau terus melarangku datang ke rumahmu."
Tambahnya lagi
Aku menatapnya ragu. Kuharap dia tidak
melanjutkannya.
"Dan sekarang, aku tahu apa yang menjadi alasanmu
Sasuke!" nada bicaranya meninggi. "Pemuda itu kan?
Dia yang mengangkat teleponku sebelum aku
mengirimkan sms padamu. Ya kan?"
Kali ini jantungku berdetak sangat keras. Semua yang
dikatakannya adalah benar. Aku memang tak pernah
mengijinkan Sakura mengunjungi rumahku karena aku
tak ingin ia berfikir negatif tentangNaruto . Malah
sebaliknya, aku sangat takut Naruto akan menjauhiku
jika ia tahu kalau aku sudah memiliki Sakura. Aku
sangat menyesal tidak pernah mengungkapkannya.
"Kau tidak perlu menjawabnya Sasuke. Aku sudah
tahu kalau dugaanku memang benar." Nada suara
Sakura mulai lembut. " Maaf jika aku tak pernah
mengerti perasaanmu. Dan semuanya sudah berakhir
sekarang." Katanya lalu memelukku kemudian dia
pergi.
Begitu sampai dirumah aku langsung pergi kekamark
dan merebahkan diri diatas kasur dan
mengistirahatkan pikiranku dengan tenang lalu aku
pun membuka Hpku dan kulihat ada sebuah sms di
layar HP. Dari Naruto
"Acara Festival disekolahku akan dimulai sebentar lagi.
Kasan dan Tousan tidak bisa datang karena sedang
berlibue keluar kota .Hanya kau yang bisa
kuharapkan."
Sms itu dikirim 2 jam yang lalu.
Astaga! Kenapa aku bisa melupakannya?
Aku pun bangkit lalu pergi ke sekolah Naruto. Suasana
disana sudah mulai sepi. Acara selesai beberapa waktu
lalu. Aku tahu aku sangat terlambat.
Aku pun bertanya pada salah satu temannya Naruto
lalu dia menjawab "Aku tidak melihat dia tampil."
Aku mulai panik. Kucari Naruto diseluruh penjuru
sekolah. Apa benar dia tidak jadi tampil?
Diluar dugaanku, aku justru menemukan Naruto di
taman bermain saat perjalanan pulang. Dia masih
terduduk di ayunan yang sama.
"Naruto Uzumaki." Ucapku penuh sesal.
Dia justru tersenyum manis menyambut kehadiranku
lalu berkata. "."Hai Sasuke
Ketika melihat wajahnya, aku tidak tahu harus
bagaimana untuk menebus rasa bersalahku yang
begitu besar.
"Saat kau tidak menjawab telepon dan smsku tadi, aku
sempat takut kalau ada sesuatu yang buruk terjadi.
Hingga membuatku mencarimu berkeliling kota."
Aku pun . Aku tidak menyangka Naruto
melakukannya. Dia rela meninggalkan penampilan
perdananya hanya untuk mencariku.
Naruto terdiam sejenak lalu kembali melanjutkan
ucapannya, "Namun aku merasa lega saat
menemukanmu di gazebo itu. Sepertinya kau baik-baik
saja dalam pelukannya."
Entah kenapa tenggorokanku tercekat. Ingin sekali aku
membalas ucapannya. Atau bahkan memeluknya
sekarang. Namun kenyataannya aku masih diam saja.
Hanya mampu menatapnya.
"Kau benar Sasuke. Aku memang orang yang !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!
bahkan tidak akan mengerti apa arti cinta jika belum
merasakan sakitnya. Entah kenapa, kurasa aku
merasakan sakit saat melihatmu dengan gadis itu.
Sakitnya ada disini." Katanya polos Dia menunjuk
dadanya. Nada bicara Nruto terdengar begitu datar.
Padahal aku tahu, dia sekuat tenaga menahan
emosinya.
"Dan kau tahu? Sepertinya sekarang aku tahu arti
cinta itu apa." Ucapnya sambil tersenyum. Disela
kelopak matanya menggenang air yang kemudian
terjatuh.
Dadaku mendadak terasa sesak. Tak terasa air
mataku mulai mengalir lagi.
"Teme, aku tak bermaksud untuk menangis." Ucapnya
dengan polos. Padahal jelas sekali sekarang air mata
juga meluncur deras di pipinya. Naruto tak dapat
menahan tangisannya. Dia sudah tak peduli lagi
menjadi perhatian orang – orang yang berada
ditaman. Dia sudah tak peduli lagi kalu hal ini terlalu
kekanak-kanakan bahkan jika aku mengejekknya.
Naruto pun menutup wajahnya dengan kedua
tangannya. Dadaku terlalu sakit melihat Naruto seperti
ini. Aku lebih suka dia yang ceria dan bersemangat
seperti biasanya bahkan jika Naruto lagi kesal dan
marah kepadaku.
#End Sasuke Pov
Sasuke pun memeluk Naruto erat sambil berusaha
untuk menenangkannya. Naruto pun membalas
pelukkan Sasuke. Sebisa mungkin Sasuke berusaha
memberikan kehangatan kepada Naruto. Mereka pun
terdiam sejenak..
"Dobe."
"Apa Hiks.. Teme Hiks…"
"Kau tau Dobe. Sebenarnya aku sangat
menyayangimu Naruto dari dulu.. Aku takut jika aku
menyatakan perasaanku padamu kau akan
menjauhiku. Kau adalah orang yang sangat penting
dalam hidupku. Apalagi saat aku pernah melihatmu
jalan bersama pemuda aneh itu yang bernama Sai.
Hatiku sangat sakit Dobe. Aku berusaha untuk
melupakan perasaan ini dengan berpacarang dengan
Sakura namun tetap saja tidak bisa."
"Hahaha. Teme, sejak kapan kau berbicara sangat
panjang?"
Naruto pun menatap Sasuke. Oniks bertemu Shappire.
Kemudian Naruto pun tersenyum. Sasuke pun
membalas senyuman itu. Senyuman yang selalu
menyejukkan hatinya.
Sasuke pun menyentuh kedua pipi Naruto dengan
tangannya.
"Arigatou Naruto."
END
takut dopost anne gabungin.. hp jd super lemot..
genre: romance
Updet by: my hp
Media: opmod
Title: The Easy Way to Say Goodbye

A bit Song from Loveless Party (How can I help you
to Say Goodbye)
Naruto © Om Kishimoto
Hanya suara hujan dan juga pemandangan yang
dipenuhi oleh warna merah pekat yang kau ingat.
Tidak, ada sosok yang hanya kau ingat siluetnya saja.
Seorang pemuda, senyumannya yang selalu bisa
membuatmu tenang dalam situasi apapun.
'…kura…Sakura…'
Tetapi entah kenapa senyumannya terlihat tampak
dipaksakan. Dan saat itulah kau sadar cairan hangat
tampak membasahi tubuhmu—bukan darimu, tetapi
dari pemuda yang ada dihadapanmu.
'Sakura…aku akan melindungimu apapun yang terjadi
—'
Tubuhmu tampak bergetar, ingin bergerak tetapi tidak
bisa—dan kau sama sekali tidak tahu siapa yang ada
di hadapanmu.
'…kura…Sakura…'
"Sakura-chan!" tubuhmu tampak terasa tergoncang
cukup keras. Matamu langsung melebar saat
pemandangan disekelilingmu tampak berubah. Sebuah
ruangan yang tampak seperti sebuah kamar—ya, itu
adalah kamarmu. Dan kau bisa melihat seorang
pemuda yang mengguncang tubuhmu untuk
membuatmu sadar. Pemuda berambut kuning dengan
mata biru laut—Naruto Uzumaki.
"Na—Naruto…?"
"Hah, kau tampak kepayahan saat tidur Sakura-chan,
apakah kau tidak apa-apa?" menghela nafas lega,
pemuda bernama lengkap Naruto Uzumaki itu tampak
duduk di sisi ranjangmu dan mengusap kepalamu
lembut. Ia adalah kekasihmu, yang selalu bisa
membuatmu merasakan tenang dan juga nyaman.
"Ya, aku hanya bermimpi buruk—" kau tampak sedikit
memaksakan tawamu dan ia tampak mengusap
pipimu sambil mendekatkan wajahnya—semakin
dekat, kau bisa mendengar detak jantungmu semakin
keras. Kau menutup matamu dan menunggunya untuk
melakukan apa yang kau inginkan.
Cup…
Kecupan hangat mendarat di dahimu, ia tampak
menyeringai dan menyilangkan kedua tangannya di
belakang kepala. Kau tidak bisa berbicara apapun,
sebelum akhirnya wajahmu memerah dan kau tampak
seperti orang !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!! yang menginginkan sesuatu yang
tidak pernah bisa didapatkan olehmu.
"Na—Naruto, jangan menggodaku!"
"Gomenne, aku hanya senang melihat wajahmu yang
memerah saja kok," jawab pemuda itu sambil tertawa
lepas. Kau hanya menghela nafas—ia memberikan
semua yang kau inginkan dari seorang kekasih. Tetapi
—Naruto selalu saja menghindar saat kau ingin ia
menciummu atau sekedar menunjukkan perasaan
mereka didepan orang lain.
"Tumben kau sudah kembali—kukira kau berada di
Sunagakure untuk menemui Gaara," tanyamu. Sebagai
seorang pemimpin sebuah negara kecil, kekasihmu
memang sangat sibuk sehingga susah untuk
meluangkan waktu banyak bersama denganmu.
Tetapi, setiap bersamanya selalu membuatmu senang
dan juga bahagia walaupun itu hanya sejenak.
"Aku membatalkan meeting itu, lagipula Gaara adalah
sepupuku jadi tidak apa-apa membatalkan meeting
dengan alasan untuk kencan denganmu Sakura-chan~"
wajahmu seketika memanas saat tahu kalau Naruto
melakukan itu untuk bersama denganmu. Padahal ia
tahu kalau tidak akan mudah untuk menghadapi
kakak dari Gaara yang seakan lebih berkuasa di
Sunagakure—Kankuro dan juga Temari.
"Jadi—apa yang ingin kau lakukan bersamaku di hari
liburmu yang langka ini?"

"Bagaimana kalau makan siang? Aku yang akan
memasak!" jawab Naruto percaya diri. Terkadang kau
tidak terlalu percaya kalau usia kekasihmu itu sudah
menginjak 25 tahun. Sifatnya yang kau kenal sejak
kecil itu tidak pernah berubah sampai sekarang. Tetapi
itulah yang kau suka dari seorang Naruto Uzumaki.
"Baiklah, sesekali kau memanjakanku tidak apa-apa
kan?" jawabmu dengan nada bercanda.
"Ajak Sasuke juga? Sudah lama kita tidak berkumpul
bersama bukan?" Naruto tampak tersenyum—entah
kenapa kau merasa kalau senyuman itu tampak
dipaksakan. Uchiha Sasuke, adalah seorang kepala
keamanan di negara yang dipimpin oleh kekasihmu
itu. Kalian bertiga adalah sahabat sejak kecil, tetapi
semenjak Naruto menjadi seorang pemimpin, kau
hanya bisa menghabiskan waktu lebih banyak
bersama dengan Sasuke.
"Eh—baiklah, aku tidak masalah…"
"Kalau begitu akan kutunggu kau di apartmentku,
jangan terlalu lama oke?" dan iapun berdiri dan segera
berbalik untuk berjalan keluar dari apartmentmu
setelah memberikan kecupan singkat di pelipis
kananmu.

"Sasuke-kun," mengetuk sebuah kamar yang berada di
satu apartment yang sama denganmu, kau tampak
berdiri dan menunggu jawaban dari sang pemilik
kamar. Beberapa menit berdiri—tidak ada balasan, dan
kau mencoba untuk membuka pintu kamar itu.
Terbuka…
"Sasuke-kun, kau ada di dalam?" kau berjalan masuk
ke dalam ruangan itu dan menoleh kekiri dan
kekanan untuk mencari sang pemilik kamar. Saat kau
berada di tengah perjalanan, kau merasakan
seseorang memelukmu dengan erat dan mengecup
lehermu. Tanpa perlu kau menoleh—kau sudah tahu
siapa yang berada di sana.
"Kukira janjian kita baru nanti malam," suara yang
tampak pelan dan juga dingin itu tampak membuatmu
geli karena desahan nafasnya berada di depan
lehermu. Kau menggeliat, mencoba untuk melepaskan
pelukan dari pemuda berambut hitam itu, "apakah kau
sebegitunya merindukanku Sakura?"
"H—hentikan itu Sasuke-kun, Naruto tidak jadi pergi ke
Sunagakure—" perkataanmu sukses membuatnya
terdiam dan menatap wajahmu dengan tatapan datar.
Menghela nafas berat, ia melepaskan pelukannya
darimu, "—Naruto memintamu untuk ikut makan siang
dengan kami, kau pasti ikut bukan?"
"Hn—" dua kata yang selalu keluar dari seorang
Uchiha Sasuke, tetapi kau sudah bisa menebak kalau
itu adalah pengganti jawaban ya dari tawaranmu yang
baru kau ajukan.
Kau tahu apa yang kau lakukan ini salah—saat
kekasihmu berada di dunianya, kesibukan yang
membuatmu tampak hampa dan merasa seolah tidak
memiliki kekasih yang baik sepertinya, kau malah
berpaling dan memutuskan untuk berhubungan
dengan sahabat kalian—Sasuke Uchiha.
Sasuke sendiri—yang tidak bisa ia percaya sampai
sekarang adalah ia yang memintamu untuk menjalin
hubungan ini secara diam-diam tanpa perlu menyakiti
kedua belah pihak. Kau tidak perlu meninggalkan
Naruto—dan kau tidak akan merasakan kehampaan
itu lagi dengan hadirnya Sasuke.
"Kalau begitu—sebaiknya kita berangkat sekarang
saja," tersenyum dan berbalik untuk membuka pintu,
saat tangan Sasuke yang cukup besar itu
menahannya, membuatmu refleks melangkah ke
belakang dan menabrak tubuh Sasuke, "a—ada apa
Sasuke-kun?"
"Aku ingin gantinya pembatalan janji kita malam ini,"
mendekatkan wajahnya kearahmu, dan pada saat itu
hanya ciumannya yang panas yang bisa kau rasakan
saat itu. Kau menutup matanya, dan bisa merasakan
lidahnya yang mencumbumu dan bermain di dalam
rongga mulutmu. Seolah tidak memberikan waktu
untukmu mengambil nafas selama beberapa menit.
"Sasuke-kun—Naruto bisa mencari kita," menutup
mulut Sasuke dengan tangannya saat kau bisa
melepaskan ciumannya. Kau memalingkan wajahmu
dan segera membuka pintu ruang milik pemuda itu
untuk menemukan Naruto yang akan mengetuk pintu
yang kau buka.
"Na—Naruto-kun, kenapa disini?"
"Ah, karena kau lama—aku ingin menyusulmu tidak
apa-apa bukan?" tersenyum lebar sambil
menyilangkan kedua tangannya di belakang
tanganmu.
"Kau sudah sedaritadi di sini?"
"Tidak—baru saja sampai, hei teme sudah lama tidak
bertemu!" Naruto menepuk punggung Sasuke dan
hanya dibalas dengan dua kata khas Sasuke, "kalau
begitu ayo kita pergi!"
Ia merangkul bahumu dan mendekatkannya pada
tubuhnya. Tentu saja kau tidak menolak—karena
bagaimanapun kehangatannya tidak akan pernah
tergantikan, bahkan saat bersama dengan Sasuke
sekalipun. Saat tanganmu berada di belakang, Sasuke
yang tampak berada di samping Naruto memegang
tanganmu diam-diam.
Kau tampak terdiam—senyumanmu tampak sedikit
memudar, tetapi kau tidak melepaskan genggaman
itu. Kau membalas genggaman itu, dan membiarkan
kalian berdua bergandengan dibelakang tubuh Naruto
yang memisahkan kalian. Dan sampai kapanpun—
kalian mengira ia tidak akan pernah tahu.

"Aku sudah membuat kaldu ramennya, tinggal
memasak mienya saja," membuka pintu di sebuah
apartment yang walaupun tidak satu gedung dengan
milik kau dan juga Sasuke jaraknya cukup dekat
untuk berjalan kaki. Sebuah ruangan yang sangat
sederhana namun tampak apik dan tertata dengan
rapi. Kau merasakan punggungmu didorong dari
belakang, "kalian berdua tunggu saja di sofa, aku akan
segera kembali!"
Kau menurutinya, duduk di salah satu sofa yang ada
di sana diikuti dengan Sasuke yang berada di
sampingmu. Bisa kau dengar suara langkahnya yang
menjauh menuju ke dapur, dan hanya keheningan
yang melanda kalian berdua.
"Hei, Sasuke…kun…" kau baru saja akan memulai
percakapan saat melihat pemuda yang berada di
sampingnya mendekatkan tubuhnya dan akan
mengecup bibirnya lagi. Kali ini, kau tidak bisa
melawan saat tangannya menahan tubuhmu dan
membuatmu berbaring di atas sofa itu, "Sa—Sasuke-
kun, Naruto bisa melihat kita…"
"Hn—tidak akan…" mengecup bibirmu, membuatmu
terbuai dengan lidahnya yang memanjakan rongga
mulutmu. Kau hanya bisa menutup matamu dan
mencoba untuk mengatur nafas di sela ciuman kalian.
Kau tidak bisa melawannya, kau menyukai ciuman
yang ia berikan padamu.
PRANG!
Suara sesuatu yang pecah sukses membuatmu
membelalakkan mata. Mencoba untuk bangkit sedikit
memaksa Sasuke untuk menjauh darimu. Asal suara
yang kau dengar tadi adalah dari dapur—dan kau
tidak perlu berfikir lama untuk segera berlari dan
melihat apa yang terjadi.
"Naruto, kau tidak apa-apa?" kau mencoba untuk
mendekat saat kau melihat tubuh kekasihmu tampak
hampir saja limbung. Naruto hanya diam dan
memegangi dahinya dengan sebelah tangan dan
tangan lainnya memegangi kitchen set agar tubuhnya
tidak langsung terjatuh ke lantai, "Naruto!"
"E, Eh—ada apa Sakura-chan?"
"Harusnya aku yang menanyakan hal itu, ada apa
denganmu?" kau tampak sangat panik saat melihat
wajah kekasihmu yang sangat pucat dan tangannya
tampak dipenuhi oleh keringat dingin. Seolah ia
menahan sakit sedaritadi—yang tidak pernah ia lihat
sebelumnya.
"A—aku tidak apa-apa, hehehe tenang saja Sakura-
chan, Teme!"
"Biar aku saja yang memasak—kau tidak akan bisa
memasak dengan tanganmu seperti itu dobe," Sasuke
tampak menghela nafas dan mengambil celemek
putih yang tergantung di dekatnya. Kau menoleh,
menyadari bahwa telapak tangan Naruto tampak
berdarah terkena pecahan kaca.
"Aku akan mengambilkan obat untuk tanganmu," kau
mencoba untuk membantunya berdiri dan
menyuruhnya duduk di sofa yang berada di tempatmu
duduk tadi.
"Eh, tetapi aku tidak ap—" kata-katanya terhenti saat
kau memberikan tatapan tajam padanya yang
membuat ia tersenyum dengan bulir keringat
membasahi seluruh wajahnya.

"Kalau tidak salah, kotak obat ada di kamarnya," kau
berjalan memasuki kamarnya yang tampak cukup
berantakan dengan seprai yang tidak tertata rapi, dan
beberapa pakaian yang berserakan dimana-mana.
Saat matamu mencoba menelusuri dan juga mencari
dimana kotak obat itu, kau menemukannya berada di
atas lemari.
Tersenyum—dengan segera kau mencoba untuk
menggapai dan mengambil kotak berwarna putih itu
dan membukanya. Beberapa perban dan juga obat
merah, dan sebuah botol mencurigakan yang tidak
pernah kau lihat sebelumnya. Hei—bagaimanapun kau
juga punya kotak obat seperti ini, dan kau tidak
pernah melihat obat seperti ini.
Mengambil dan membacanya…
Oxycondone—
Entah kenapa rasanya kau pernah mendengar obat
itu. Kau yang merupakan seorang mahasiswi di bidang
keperawatan tentu saja belum terlalu hafal dengan
nama-nama obat itu. Kau memutuskan untuk tidak
memikirkannya, dan menaruhnya di atas meja kecil
yang ada di dekat tempat tidur itu.

Setelah penemuan obat itu, kau melanjutkan kegiatan
seperti biasanya, bercanda gurau dengan kedua pria
yang ada di hadapanmu. Hingga beberapa hari
kemudian, kau memutuskan untuk mengunjungi
kekasihmu lagi dengan alasan bahwa ia selalu makan
ramen dan kau ingin memasakkannya masakan lain.
"Naruto, apakah kau ada di dalam?" mengetuk pintu
kamar Naruto, kau tidak mendapatkan jawaban
apapun sama sekali. Merogoh saku rokmu, mengambil
kunci cadangan kamar miliknya dan membuka pintu
itu. Kau melihat beberapa minuman kaleng yang
berserakan di meja depan sofa miliknya, dan kau
memutuskan untuk membersihkannya saat kau
menemukan sosok Naruto yang tertidur di atas sofa
sambil menggenggam botol yang kau temukan di
kotak obat saat itu.
Berjongkok, mengusap kepala Naruto dan tersenyum
lembut. Tanganmu mencoba untuk mengusap
tangannya dan melepaskan dengan hati-hati botol itu
dari tangannya. Kau membacanya ulang—benar-benar
bertuliskan Oxycondone. Kau sudah mencari tahu
tentang obat itu di buku yang kau miliki.
Itu adalah obat untuk menghilangkan rasa sakit—
semacam pain killer.
Tetapi untuk apa ia menggunakan obat itu—apakah ia
merasakan sakit yang tidak pernah kau ketahui?
Apakah ada sesuatu yang ia sembunyikan darimu?
"Sakura-chan?" suara itu muncul bersamaan saat kau
menaruh botol obat itu di mejanya. Tubuhmu masih
membelakanginya beberapa saat ketika ia memanggil
namamu, "kapan kau datang? Kau tidak apa-apa?"
Kau berbalik—mencoba untuk menunjukkan
senyumanmu seperti biasa.
"Ya, aku baik-baik saja—aku hanya sedang
membereskan mejamu saja, dasar berantakan sekali!"
"Hehehe, maaf-maaf…"

Sebagai mahasiswa di keperawatan, kau harus bekerja
di Rumah Sakit yang ada di kota ini. Tentu saja kau
menyukai pekerjaan yang banyak membantu orang
lain ini. Tidak jarang juga kau menemui Sasuke yang
tampaknya baru saja terluka saat bertugas.
Tetapi—untuk hari ini, tidak biasanya kau menemukan
Naruto yang baru saja keluar dari sebuah ruangan
yang ada di sana. Berbicara dengan kepala rumah
sakit, dan tampaknya pembicaraan mereka sangat
serius. Saat mereka selesai berbicara, kau segera
menghampiri Naruto dan bersikap layaknya kau tidak
melihat dan kau bertemu dengannya seperti biasa.
"Naruto, tumben aku melihatmu disini…" tersenyum
dan mendekap buku yang ada di tanganmu, kau
mencoba menghilangkan semua yang mengganjal
fikiranmu, "kau punya urusan dengan dr. Tsunade?"
Ia hanya mengangguk—tetapi kau tidak bisa melihat
senyumannya yang biasa ia tunjukkan padamu.
"Naruto, kau tidak apa-apa?"

"Sakura—" tidak ada kata –chan yang biasa ia berikan
saat menyebutkan namamu, "—sebaiknya, kita putus
saja… Aku sudah tidak menyukaimu lagi…"
"Eh?"

"Sebenarnya apa yang ia fikirkan," perempuan
berambut kuning pucat panjang yang diikat satu
menjadi kuncir kuda itu tampak berada di sebuah
ruangan bersama denganmu yang sedang menutup
wajahmu dengan kedua tangan—menyembunyikan
tangis yang meluncur saat itu, "kenapa ia bisa tiba-tiba
memutuskanmu! Apalagi dengan alasan yang tidak
jelas—"
"Aku tidak mengerti—apakah karena ia mengetahui
tentang hubunganku dengan Sasuke?"
"Naruto bukan orang seperti itu—" Ino, sahabatmu
yang juga mengenal Sasuke dan juga Naruto tampak
menghela nafas dan menatapmu—mencoba
menenangkanmu, "yah—tetapi melihat sifatnya yang
sekarang, aku jadi tidak tahu sifat aslinya yang
mana…"

"Aku akan mencoba menghubungi Tsunade-san…"

"Jangan !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!! Sakura, kau tahu kalau aku tidak akan
bisa memberikan hasil pemeriksaan seseorang pada
orang lain bukan," seorang perempuan yang cukup
berumur tampak terlihat sedikit bingung saat kau
masuk dan mencoba untuk mencari tahu maksud dari
kedatangan Naruto yang ternyata ingin memeriksakan
kesehatannya.
"Kumohon Tsunade-san, aku benar-benar khawatir
padanya, akan kulakukan apapun agar aku tahu apa
yang sebenarnya menjadi alasannya memutuskan
hubungannya denganku," menundukkan kepalanya,
tidak mengatakan apapun lagi setelah itu. Keheningan
melanda kalian—hingga suara desahan nafas berat
terdengar dari perempuan di hadapanmu.
"Apakah kau masih ingat tentang penyanderaan di
Rumah Sakit 1 tahun yang lalu?" kau tampak
mendongakkan kepalamu, mencoba mencerna apa
yang dikatakan oleh perempuan di hadapanmu. Dan
perlahan ingatanmu kembali memenuhi kepalamu,
"saat kau menjadi salah satu sandera yang ada di
tempat itu…"
Kau ingat—mimpi itu, bau darah bercampur dengan
bau obat-obatan…
Tetapi—bukankah itu hanya mimpi?
"Baik Sasuke maupun Naruto mencoba untuk
menyelamatkanmu," Tsunade tampak melanjutkan
ceritanya, kau hanya mendengarnya dalam keadaan
setengah sadar. Kau tampak masih memikirkan mimpi
yang beberapa hari ini selalu menghantuimu.

"Dimana Sakura-chan!" suara Naruto tampak
menggema saat beberapa orang petugas keamanan
mencoba untuk melindunginya. Ia tidak butuh
perlindungan—yang ia inginkan hanyalah tahu kalau
kau dalam keadaan selamat.
"Naruto-sama, beberapa perawat masih ada yang
disandera di dalam, kami akan mencoba untuk—
Naruto-sama!" perkataan salah seorang dari mereka
tampak terputus saat sosok itu berlari ke dalam untuk
menemukan sosokmu yang memang masih ada di
dalam.
"Sakura-chan!" mencoba untuk membuka sebuah pintu
di lantai 5, sebelum mendapatkan tembakan yang
hampir saja mengenainya pada jarak yang cukup
dekat. Beberapa orang tampak memakai sebuah
penutup wajah dan mengacungkan senjata pada
pelipismu, "lepaskan dia!"
"Kalau kalian menuruti apa yang kami inginkan—kami
akan melepaskannya, apakah kalian bawa apa yang
kami inginkan?"
Beberapa orang tampak datang, dan Naruto mencoba
untuk berbicara dengan mereka sebelum mereka
memberikan sebuah tas berwarna hitam. Dengan
segera ia mengulurkannya walaupun jarak mereka
tidak cukup dekat.
"Satu juta Yen, kontan…"
"Dekatkan kemari—biarkan kami kabur dan
perempuan ini akan kubebaskan…"
"Biarkan Sakura-chan bebas, dan aku akan menjamin
kalian akan keluar dengan selamat," suasana hening
tercipta sebelum akhirnya penjahat itu mengendurkan
pegangannya. Kau tidak menyia-nyiakan kesempatan
itu dan segera berlari kearah kekasihmu. Saat Naruto
melemparkan tas itu, tiba-tiba sang penjahat tampak
mengacungkan senjatanya kearahmu yang baru saja
sampai di depan Naruto.
"Sakura-chan, AWAS!"
BANG!
Hanya suara pistol dan juga teriakan dari Ino serta
Naruto yang terdengar sebelum akhirnya kegelapan
memenuhi pandanganmu.

"Apakah saat itu terjadi—"
Tsunade mengambil sebuah hasil X-Ray yang
menunjukkan batang kepala dari Naruto. Menunjukkan
sebuah tonjolan di bagian leher belakangnya, seolah
sebuah penyumbat antara udara luar dan juga bagian
dalam kepala Naruto.
"Saat penjahat itu menembakkan peluru kearahmu,
Naruto dengan segera menarik tubuhmu dan ia sendiri
tertembak tepat di kepala belakangnya," menunjuk
bagian kepala belakang, sementara kau tampak tidak
percaya dengan apa yang kau dengar, "ia berusaha
untuk melindungimu—sangat ajaib ia bisa bertahan
hingga sekarang, dengan peluru yang masih bersarang
di kepalanya…"
"Ke—kenapa kau tidak mengambilnya Tsunade-san?"
"Peluru itu, memiliki dampak timbal balik—seperti dua
mata pedang yang bertolak belakang," memberikan
jeda sebelum melanjutkan perkataannya, "satu sisi,
peluru itu menghentikan pendarahan di otaknya, tetapi
itu tidak akan bertahan lama. Otaknya merespon
benda asing yang berada dalam jarak yang cukup
dekat, membuatnya merasakan mual, muntah, dan
juga sakit kepala hingga mimisan. Tidak akan
menunggu waktu lama sebelum terjadi infeksi dan
malah akan membunuhnya perlahan…"

"Ia bisa mati kapanpun juga…"
"Tidak…mungkin…"
Tsunade menatapmu yang tampak shock sebelum
menghela nafas panjang.
"Karena peristiwa itu membuatmu shock, kau
mengalami amnesia ringan—tidak mengingat kejadian
itu sama sekali," menggenggam tanganmu, Tsunade
menatapmu dengan tatapan serius dan juga sedih, "ia
melakukan semua ini hanya untuk membuatmu
bahagia—menjauhimu, memutuskan hubungan
denganmu, bahkan—"
Kau terkejut mendengar kata terakhir yang
disebutkan oleh Tsunade. Dan saat kau sadar, kau
sudah berlari dengan sebuah amplop cokelat berisi file
kesehatan kekasihmu itu.

Hujan tampak turun membasahi kota kecil itu…
"Kau hanya akan menyakiti dirimu sendiri Naruto,"
pemuda berambut merah itu tampak menatap Naruto
yang tersenyum sambil melihat kearah luar—jendela
apartmentnya.
"Tidak apa-apa Gaara, dengan begini ia tidak akan
susah memiliki kekasih yang sekarat sepertiku bukan,"
Naruto berusaha untuk tertawa seperti biasa,
menunjukkan deretan giginya saat itu, "sudah
kukatakan aku melakukannya untuk—"
BRAK!
Baik Gaara maupun Naruto tampak terkejut saat pintu
apartmen tempak Naruto tinggal terbuka dengan
kasar menunjukkan dirimu yang tampak menatap
tajam Naruto, dengan tubuh yang basah oleh guyuran
air hujan.
"Sakura-chan, apa yang—"
PLAK!
Tanganmu bergerak, memberikan tamparan yang
'cukup' keras untuk membekaskan tanda merah di
pipinya. Naruto tampak menatapmu dengan tatapan
bingung sebelum akhirnya kau melempar amplop
cokelat miliknya didepannya. Ia tidak mau percaya—
apa yang dikatakan oleh Tsunade, semuanya bohong…
'Ia melakukannya untuk membuatmu bahagia—
memutuskanmu, berpisah denganmu, bahkan—'
"Kalau kau tahu—"
'—bahkan ia membiarkanmu saat ia tahu
hubunganmu dengan Sasuke…'
"—kalau kau tahu apa yang kulakukan, kenapa kau
hanya diam dan menyakiti dirimu sendiri!" matamu
sudah berkaca-kaca, tidak bisa membendung tangis
yang kau tahan selama dalam perjalanan kemari,
"tentang semua ini—penyakitmu, apa yang sudah
kuperbuat padamu. Kenapa kau masih bisa tertawa
merasakan semua itu!"
"Sakura-chan, aku—" ia mencoba untuk menyentuh
tubuhmu saat tubuhmu menolak sentuhannya dengan
mundur selangkah sebelum kau berbalik dan berlari
keluar dari apartment itu.
"Sakura-chan!"

Kau berdiri di depan pintu depan gedung apartment
itu, mendongak keatas mencoba untuk membiarkan
hujan membasahi wajahmu dan menyamarkan air
matamu. Kau hanya ingin diam disana, membiarkan
hujan menghapus semua memori yang ada di dalam
dirimu. Tampak juga Naruto yang berada di
belakangnya menyusul, terdiam dan berada di
belakangmu.
"Kenapa kau masih bisa tersenyum—saat kau
harusnya bisa menangis melihat bagaimana aku
memperlakukanmu," walaupun kau tidak berbalik, kau
tahu ia bisa mendengarmu. Beberapa detik, sebelum
kau berbalik dan menatap mata birunya, "apakah kau
tidak mencintaiku?"

"Aku mencintaimu—" suaramu semakin meninggi saat
itu, "—aku mencintaimu Naruto, apakah itu tidak
cukup! Aku mencintaimu dan hanya kau!"
Tangismu pecah, bahkan mengalahkan suara hujan
yang membasahi kalian. Naruto hanya bisa
menatapmu dengan tatapan sedih tanpa mengatakan
apapun. Kau terduduk, menutupi wajahmu dengan
kedua tanganmu.
"Karena aku mencintaimu, aku hanya ingin kau
bahagia Sakura-chan…"

Kali ini bukan memori masa lalu yang kau dapatkan—
semua yang kau lihat hanyalah padang bunga yang
sangat indah dengan sebuah bunga yang tampak
berguguran kelopaknya. Kau tersenyum, menikmati
semua keindahan yang ada di sekelilingmu.
Saat kau sedang berjalan melihat semua padang
bunga itu—sebuah batu menarik perhatianmu. Kau
berjalan perlahan sebelum menyadari itu adalah batu
nisan yang berukirkan sebuah nama. Nama yang
sangat tertanam di dirimu—satu-satunya yang tidak
kau harapkan terukir di batu itu.
'Uzumaki Naruto—'

Kau tampak terbangun dan sedikit tersentak—
menatap sekeliling untuk menemukan kamarnya yang
kau tempati saat ini. Tempat tidurnya yang saat ini
kau pakai, tetapi tidak ada sosoknya berada di sana.
"Naruto—?"
Suara batuk yang menyiksa mengalihkan perhatianmu
ke kamar mandi yang ada di dekatmu saat itu. Berlari
dengan segera untuk melihat Naruto yang tampak
terbatuk dan membungkuk, memuntahkan semua isi
perutnya di wastafel. Tangannya memegangi
kepalanya yang terasa pusing, dan hampir saja
ambruk kalau kau tidak segera menangkapnya.
"Kau tidak apa-apa Naruto?"
"Sakura-chan, maaf aku membangunkanmu—" masih
dengan tawa hangat itu, tetapi kali ini membuatmu
merasa sakit. Kau tahu kalau tawa itu ia paksakan
untuk menyembunyikan rasa sakit itu.
"Apakah sakit?"

"Apakah biasanya selalu seperti ini?" saat
pertanyaanmu yang kedua, baru pemuda itu
menjawabnya dengan anggukan pelan.
"Tetapi aku sudah biasa dengan semua ini—tenang
saja Sakura-chan!" menggaruk kepala belakangnya,
tertawa lepas sebelum kau memegang tangannya
dengan erat, "Sakura-chan?"
"Maaf—" menundukkan kepalanya, kau hanya bisa
diam beberapa saat sebelum melanjutkan
perkataanmu, "—maaf aku tidak bisa melakukan
apapun untukmu…"
Kau diam—begitu juga dengannya, sebelum
tangannya mengusap pipimu dan bibirnya yang
hangat tampak menyentuh bibirmu. Ciuman
pertamamu dengannya—walaupun rasa anyir darah
dan juga nafasnya yang memburu adalah yang kau
rasakan, kau juga merasakan kehangatan yang tidak
pernah kau rasakan sebelumnya.
"Kau memberikanku semua yang aku butuhkan—
Sakura-chan…"

"Neh Sakura-chan," kau menjaga kekasihmu itu dan
membiarkannya tertidur nyenyak saat kau duduk di
sisi tempat tidurnya dan malah tertidur. Pemuda itu
hanya tersenyum dan menepuk pelan pipimu sambil
menatapmu.
"A—ah Naruto, maaf aku tertidur!"
"Aku tidak melarangmu untuk tidur, tetapi—"
menggeser tubuhnya menjauh darimu, dan
menyisakan spasi diantara kalian, "—tidurlah
disampingku…"
Kau bisa merasakan wajahmu yang memanas karena
permintaannya. Ia malah tertawa seperti biasa dan
menepuk kepalamu.
"Aku tidak akan menyerangmu—kenapa kau takut?"
"Aku tidak takut Naruto!" dengan segera
menempatkan dirimu berbaring di sebelahnya,
memiringkan badannya untuk menatapnya yang
berada sangat dekat dengannya saat ini. Keheningan
melanda saat tatapan kalian bertemu untuk beberapa
menit.
"Kau mau berjanji satuhal padaku?"
"Hm—apa itu?"

"Lupakan aku—" kau membelalakkan matamu saat ia
mengatakan dua kata itu, "—saat aku sudah tidak ada
di kehidupanmu, lupakan bahwa kau mengenalku.
Dengan begitu, kau bisa kembali menjadi Sakura-chan
yang aku kenal!"
"Apakah dengan aku melupakanmu, kau akan bahagia
disana?"

"Ya—aku akan bahagia, karena aku tahu dengan
melupakanku kau akan bahagia Sakura-chan…" kau
menggigit bibir bawahmu sebelum menyunggingkan
seutas senyuman tipis yang tentu saja kau paksakan.
"Kalau begitu—aku akan melupakanmu, aku tidak
akan mengingatmu sampai kapanpun…"
Walaupun kau tahu kalau apa yang kau janjikan tidak
akan bisa kau tepati, asalkan pemuda ini bahagia ia
akan mengatakannya meskipun itu sakit.

Jarum pendek dan panjang tampak menyatu pada
angka 12 saat kau terbangun dari tidurmu. Tangannya
masih melingkar di lehermu, dan kau tidak ingin
melepaskannya. Maka kau hanya menggser tubuhmu
agar dalam posisi duduk, dan mengambil sebuah
handphone yang tergeletak di samping tempat
tidurmu. Membuka, lalu mengarahkannya pada
kekasihmu.
"Matanya—" memotret saat matanya terzoom pada
mata Naruto, "—hidungnya—" turun kebawah saat di
bibirnya, "—mulutnya—dan wajahnya…"

Kau terdiam—menggigit bibir bawahmu mencoba
menahan tangis yang akan keluar. Tetapi tidak bisa,
saat kau merasakan cairan hangat itu membasahi
pipimu. Kau menangis tanpa suara—menatap wajah
kekasihmu yang mungkin saja tidak akan bisa kau
lihat lagi beberapa bulan setelah ini.
Kau bohong saat mengatakan bisa melupakannya—
kau tidak akan bisa melupakannya sampai kapanpun.
Walaupun ia tidak ada, kau tidak akan mungkin bisa
sama seperti saat ia masih ada di sampingmu.
Membaringkan tubuhmu lagi, melihatnya bergerak
membelakangimu—pada akhirnya kau memutuskan
untuk menutup mata dan kembali tertidur.
Tidak menyadari kalau mata biru itu tampak terbuka
sejak pertama kau memotretnya hingga sekarang…

"…kura…" suara itu tampak membangunkannya dari
tidurnya, matanya mengerjap—mencoba untuk
mengumpulkan kesadarannya agar bisa melihat
seseorang yang sangat ingin ia lihat masih membuka
matanya dan tersenyum untuknya, "Sakura…"
Tetapi yang ia lihat bukan sosoknya yang kau lihat
melainkan sosok Uchiha Sasuke yang tampak diam
dan menatapmu dengan senyuman samarnya.
"Sasuke-kun, kenapa ada disini—dimana Naruto?"

"Ia menyuruhku untuk menemanimu, ia berkata kalau
ia akan pergi dan tidak akan pernah kembali ke
hadapanmu…"

Di sebuah tempat—tampak seperti sebuah padang
rumput yang dipenuhi oleh rumput ilalang yang cukup
tinggi untuk menutupi tubuhnya yang sedang
berbaring. Tersenyum sambil menatap langit yang kala
itu cerah, pemuda berambut kuning itu tampak
menjadikan kedua tangannya sebagai bantal dan
terdiam sejenak.
Mengambil sebuah handphone dari sakunya, melihat
beberapa pesan dan juga missed call darimu. Ia
tampak menggenggam erat handphonenya sebelum
meletakkannya begitu saja di sampingnya. Tidak
menghiraukan apa yang kau lakukan kala tidak
melihatmu berada di sampingnya.

Kau terus berlari—mencoba untuk mencari
keberadaan kekasihmu yang menghilang entah
kemana. Walaupun ia mengatakan untuk
melupakannya, walaupun ia mengatakan tidak akan
kembali ke sampingmu, tetapi tetap saja—minimal,
biarkan kau bertemu dengannya untuk yang terakhir
kalinya.
"Naruto—" mencoba untuk menghubungi pemuda itu
lagi saat kau menyadari sesuatu. Wallpaper
handphonemu berubah dari wajahnya saat tidur
menjadi kosong—bahkan foto yang kau potret
semalam dan juga foto-fotonya yang ada di folder
handphonemu semuanya menghilang. Hanya ada
sebuah tulisan yang sepertinya dipotret oleh
kekasihmu.
'Maafkan aku, Sakura-chan—lupakan aku…'
Kau menggeleng, mencoba untuk menghilangkan
Gambar itu dan terus berlari meskipun kau tidak tahu
dimana ia berada. Kami-sama, kumohon untuk sekali
ini. Biarkan aku bertemu dengannya…

Ia merasakan nafasnya semakin berat—detak
jantungnya semakin pelan dan pandangannya
semakin kabur.
Sudah saatnya…
Itulah sebabnya ia meninggalkanmu—ia tahu
waktunya tidak akan lama lagi. Dan ia hanya tidak
ingin melihat wajahmu yang bersedih. Itulah sebabnya
ia menjauh darimu, disaat waktunya sudah habis—
agar memori yang diingatnya tentangmu yang
terakhir adalah saat kau masih tersenyum.
Menatap kembali handphone yang lagi-lagi menyala
karena kau menghubunginya—kali ini kau
mengangkatnya tanpa mengatakan apapun.
'Naruto!'

Kau terkejut saat tiba-tiba ia mengangkat telponmu.
Kau tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini dan
tanpa sadar malah berhenti ditengah jalan yang sepi
saat itu. Menunggu beberapa detik sebelum yang
terdengar olehmu hanyalah suaranya yang tampak
lirih dan juga pelan.
And through my tears, I asked again why we
couldn't stay
You whispered softly, Time will ease your pain
Life's about changing, nothing ever stays the same
And she said, How can I help you to say goodbye?

Kau tahu lagu itu belum habis—dan kau juga sadar
saat mendengar suaranya yang lirih dan juga berat.
Nafasnya yang berhembus kasar juga bisa kau dengar
saat itu membuamu sadar kalau waktumu
bersamanya sudah habis.
It's OK to hurt, and it's OK to cry
Come, let me hold you and I will try
How can I help you to say goodbye?
Kau melanjutkan nyanyiannya, mencoba untuk
menyembunyikan suaramu yang bergetar menahan
tangis.
"If it's hard to say goodbye by yourself—let me help
you…to say goodbye…" tangismu pecah, tetapi kau
masih mencoba untuk diam dan menutup mulutmu
agar tangismu tidak terdengar olehnya di sebrang
sana. Tawanya yang lemah terdengar—tetap
menghangatkan dan kau mencoba untuk mengingat
setiap nafas dan juga suara yang terdengar saat itu.
"Sayonara—Sakura-chan…"
Dan itulah kata terakhir dari kekasihmu sebelum yang
kau dengar hanyalah suara angin yang berhembus di
sebrang sana. Kau tampak sibuk untuk menghentikan
tangismu. Tidak bisa mengumpulkan kesadaranmu
sepenuhnya dengan keadaan disekitarmu.
"Sakura!"
Suara Sasuke bisa kau dengar—tetapi hanya suara itu,
dan juga sesuatu yang melaju kearahmu yang kau
ingat—
CKIIIT! DHUAK!

"SAKURA!"
—sebelum semuanya menjadi gelap gulita.
…5 Years Later…
Di sebuah padang rumput yang juga ditumbuhi oleh
bunga-bunga yang bermekaran, tampak sebuah batu
nisan yang ada di pinggir bukit tempat padang rumput
itu berada. Batu itu tetap diam, meskipun angin
berhembus dengan kencang saat itu. Walaupun sudah
5 tahun berlalu, batu itu tetap sama—tetap menjadi
bukti bahwa sosok kekasihmu sudah tenang berbaring
di bawahnya. Sosok perempuan berambut panjang
berwarna pink—kau yang tampak setiap hari
mengunjunginya sambil membawa sebuket bunga lili
putih tampak kembali dan tersenyum sambil menatap
batu nisannya.
Tersemat sebuah cincin emas di jari manismu, dan kau
hanya diam sebelum sebuah tangan menepuk
pundakmu pelan.
"Kau kemari lagi Sakura?"
"Sasuke-kun?" kau hanya tersenyum dan menghela
nafas melihat pemuda berambut hitam yang tampak
tidak berubah sejak 5 tahun yang lalu dan memakai
cincin yang hampir sama denganmu, sebelum
menatap kembali batu nisan disana, "sudah 5 tahun
berlalu—dan…"

"Dan aku tetap tidak bisa mengingat saat terakhirku
bersama dengannya…"

"Aku tetap mencoba untuk berfikir—kalau saat aku
memotretnya dengan kamera, adalah saat terakhirku
melihatnya dalam keadaan hidup," mengatur jeda
panjang, kau menghela nafas panjang. Karena sebuah
mobil menabrakmu saat itu, kau tidak mengingat
peristiwa apapun setelah kau memotretnya saat tidur
dan kau terlelap, "tetapi—tetap saja rasanya ada yang
kurang…"
"Apakah kau ingin mencari tahu?"
"Tidak—" menggelengkan kepalanya dan tersenyum,
"—entah kenapa aku malah merasa bersyukur untuk
tidak mendengarkan dan mengingat apa yang
kulakukan dengannya…"

"Kau masih ingin berada disini?" kau hanya
mengangguk.
"Kalau begitu, tidak apa kalau aku meninggalkanmu?"
"Tentu saja—lagipula Hinata-chan sudah menunggumu
bukan?" tertawa, pemuda yang adalah sahabatmu itu
sejak 3 tahun yang lalu sudah menikah dengan gadis
pujaan hatinya. Ia hanya tersenyum samar seperti
biasanya dan mengecup dahimu sebelum berbalik dan
meninggalkanmu sendirian.
"Jadi—apa yang akan kulakukan sekarang ya?"

"Ah, hampir lupa!" merogoh dengan cepat tas kecil
yang kau bawa untuk mengeluarkan sebuah kotak
kecil yang berisi cincin yang sama dengan milikmu,
"sudah 5 tahun dan aku selalu lupa membawa cincin
ini!"
Meletakkannya perlahan diatas batu nisan itu…
"Meskipun—aku tidak bisa mengingat kata perpisahan
darimu," menggenggam tangannya sendiri dan
tersenyum, "tetapi aku kira ini sudah cukup."
"Karena menurutku—jalan termudah untuk
mengucapkan selamat tinggal adalah, dengan tidak
mengucapkannya…"
…Owari(?)…
Kembali Ke Atas Go down
Neivf
木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
Neivf


Posting : 735
Join date : 09.03.12
Age : 28
Lokasi : your heart

Cerpen ala Naruto and friend's Empty
#6PostSubyek: Re: Cerpen ala Naruto and friend's Cerpen ala Naruto and friend's Empty19/5/2012, 2:52 pm

Bagaikan setangkai bunga
Cinta dapat merekah…
Juga
Dapat layu…
.
Merekah, karena jatuh cinta…
Layu, karena berpisah…
.
Bagaimana Kisah Cinta
SasuSaku,
Yang berjalan bahagia,
Namun berakhir Tragis..?
.
.
.
namikaze
.
.
Presents
.
Just You
By: namikaze
.
.
Di sebuah taman kota, tampak sepasang insan sedang
memadu kasih dibawah terangnya rembulan, dibawah
kertas hitam yang dihiasi oleh benda-benda terang
yang bernama bintang, dan dikelilingi oleh tanaman-
tanaman indah yang sedang bermekaran.
Seakan menyampaikan kepada dunia bahwa cinta dari
sepasang insan di tengah mereka sedang bermekaran.
"Sakura!" panggil Sang Pemuda yang merupakan satu-
satunya pemuda di tengah taman itu sambil
memandang langit dan memeluk sang gadis.
"Hm?" Gadis yang mereasa dirinya dipanggil oleh sang
kekasih pun mengadahkan kepalanya kearah sang
pemuda.
"Aku mencintaimu." Kata sang pemuda tanpa
memandang lawan bicaranya, hanya tangannya yang
bergerak membelai kepala bermahkotakan pink
kepunyaan sang gadis.
"Aku tahu, Sas."
"Aku sangat mencintaimu." Lanjut sang pemuda lagi.
"Aku tahu."
"Ssts… Jangan memotong perkataanku, Sakura." Kata
pemuda itu sambil menggerakkan telunjuknya ke bibir
sang gadis.
"Biarkan aku bicara." Lanjutnya.
Lalu hanya keheninganlah yang tertangkap telinga
sampai sang pemuda kembali menggerakan mulutnya.
"Saku, Aku sangat mencintaimu." Lalu ia kembali diam.
"Mencintaimu hingga tak tertahankan, bahkan hingga
dadaku serasa ingin meledak…
Aku mencintaimu, sepenuh hatiku, seumur hidupku…
I love you till My Last breath." Kata pemuda tersebut
sambil menatap mata emerald lawan bicaranya.
"Bolehkah aku bicara, Sasuke?" tanya sang gadis.
"Hn."
Sang gadis mengartikan kata ambigu yang diucapkan
pemuda itu sebagai tanda persetujuan.
Sehingga ia mulai berbicara…
"Sasuke, aku juga menyayangimu, mencintaimu hingga
akhir hidupku."
"Hm." Pemuda tersebut hanya tersenyum tipis, lalu
mengecup cepat bibir ranum milik sang gadis hingga
membuat sang gadis merona dan merutukinya.
.
.
~Andry~
.
.
"Kau bisa turun sekarang, hime." Kata Sasuke ketika
mereka telah sampai kedepan rumah Sakura.
"Hm… Arigatou, Saske!"
"Hn." Lalu pemuda itu tersenyum tipis dan memutar
arah sepeda motornya.
"Jaa…!" teriak sang gadis sambil memandang motor
sport berwarna merah yang mulai menjauh hingga tak
kelihatan, baru ia berjalan masuk kedalam rumahnya.
.
.

.
.
"Oyasuminasai, hime." Sakura tersenyum melihat
oesan singkat dari sang kekasih, sesegera mungkin ia
mengetik balasannya. Tak lama ia menunggu,
ponselnya pun kembali berdering, hanya kalimat "Hn.'
Lah yang diterima oleh sang gadis.
Lalu gadis itu pun berjalan menuju tempat tidur
berukuran king dan berseprai pink tersebut. Perlahan
ia membaringkan tubuhnya diatas tempat tidurnya itu.
Memandang ke langit-langit kamarnya dan akhirnya
terlelap.
Captured:
Nama: Sasuke Uchiha
Umur: 19 tahun.
Tanggal Lahir: 23 Juli
Status: In relationship with Sakura Haruno
Pendidikan: Semester 1, jurusan kedokteran, National
University of Konoha.
Captured:
Nama: Sakura Haruno
Umur: 17 tahun
Tanggal Lahir: 28 Maret
Status: In relationship with Sasuke Uchiha
Pendidikan: Grade 3, Science, Konoha High School.
Matahari mulai bangun dari tidur panjangnya, dan
langit pun mulai membuka lembaran barunya. Burung-
burung mulai berkicau seakan mengucapkan selamat
pagi di depan jendela kamar sang pemuda berambut
raven.
Cahaya matahari yang menerobos masuk dari jendela
kamar itu pun mulai menggangu tidur sang pemuda. Ia
melenguh perlahan dan berusaha untuk tidur kembali.
Tapi saat matanya berhadapan dengan benda
penunjuk waktu itu pun, matanya langsung terbuka
lebar.
Dengan tergesa-gesa ia melompat menuju arah kamar
kecil untuk membersihkan dirinya.
Setelah menyelesaikan runtinitas paginya, ia segera
menyambar tas hitam miliknya dan berlari kearah
garasi rumahnya untuk mengambil motor merah
kesayangannya.
Tanpa ia sadari, ia melupakan buku bersampul coklat
yang berisi tugas dari Asuma, dosen killer berjanggut
dan pecandu rokok tersebut.
.
.

.
.
"Sakura!" teriak seorang gadis berambut pirang dikucir
satu.
"Apa pig? Berisik!" jawab Sakura sambil menutup
telinganya.
"Dasar Forehead! Hey! Pinjam PR Kakashi-sensei dong."
"Hm! Ini!" jawab Sakura sambil menyodorkan buku
bersampul pink yang dikeluarkannya dari tas berwarna
putih miliknya.
.
.

.
.
Pagi di Konoha University yang sunyi dan sepi itu
terpecahkan saat seorang mahasiswa berambut pirang
datang dan meneriakkan kata "Teme..!" kepada
Sasuke.
Sasuk yang merasa dirinya dipanggil menoleh kearah
si pembuat onar. Lalu menjitak sekuat tenaga kepala
si pemanggil yang telah ada disampingnya.
"Aduh… Kau tega sekali sih teme!" kata pemuda
pembuat onar sambil mengelus kepalanya.
"Hn… ada apa dobe?" tanya Sasuke.
"PR dari Asuma-sensei… pinjam!" kata pemuda dobe
yang diketahui bernama Uzumaki Naruto.
"Hn…" kata Sasuke sambil menyelusupkan tangan
kirinya kedalam tas hitamnya.
'Mati aku! Aku lupa membawa tugasku!' batin Sasuke
sambil menepuk dahinya pelan dan berlari kencang
kearah tempat parkir meninggalkan Naruto si dobe
yang sedang sibuk melongo.
.
.
Happy
.
Setekah keluar dari area parkir, Sasuke langsung
menancap gas menuju rumahnya. Saat mengendarai
motor merah kesayangannya, Sasuke tanpa sadar
memikirkan Sakura. Sambil tersenyum tipis dia
menggumamkan nama Sakura.
Saat itu konsentrasinya buyar, ia tidak menyadari
adanya mobil dari depan yang juga melesat kencang
kearahnya. Tidak dapat dielakkan lagi, Motor merah
Sasuke terpelanting jauh dengan posisi tubuh Sasuke
yang jatuh tertimpa motor.
.
.
There
.
.
'Degg' jantung Sakura tiba-tiba berdebar kencang.
Perasaannya tidak enak, tiba-tiba ia memikirkan
Sasuke.
Ponselnya berdering, dan saat ia mengangkat dan
mendengarnya…
Ia langsung merasa lemas, tangannya terkulai dan
menyebabkan poselnya jatuh terbanting ke lantai.
Segera ia menyambar tasnya dan berlari kearah
parkiran sekolah, memerintahkan supirnya untuk
mengantarkannya dengan cepat ke Konoha
International Hospital.
.
.
7
.
.
"Sasuke! Bangun!" gadis pink itu berkata sambil
menggoncangkan badan Sauke, air matanya mengalir
dengan deras melihat sang kekasih terbaring lemah di
tempata tidurnya.
"Sabar ya, Sakura. Ssuke pasti kuat kok." Kata Itachi,
yang merupakan Aniki dari Sasuke sambil mengelus
kepala Sakura pelan.
.
.
February
.
.
Hari silih berganti, berpuluh-puluh jam, berhari-hari dan
malam, telah dilalui Sakura dengan Sasuke yang
masih terbaring koma, Sakura masih setia menunggu
disampingnya. Saat ini gadis pink itu sedang tertidur
mengenggam tangan kekasihnya.
Tiba-tiba tangan sang kekasih bergerak pelan.
Sakura yang merasakan pergerakan dari sang kekasih
sontak terbangun dan menatap wajah sang kekasih,
Sasuke.
Tampak Sasuke yang sedang mengejapkan matanya
pelan tanda ia telah terbangun dari tidur panjangnya.
Segera saja Sakura memeluk erat tubuh Sasuke.
"Sasuke! Kau sudah sadar!"
"Hm… B-berat Sakura..!" suara baritone milik Sasuke
mulai menyapa indera pendengaran milik Sakura,
tangan hangatnya pun mulai menyentuh pucuk kepala
Sakura.
"Aaa… gomen… Aku terlalu bahagia kau sadar, tunggu
disini Saske. Akan kupanggilkan Sasori-niisan." Kata
Sakura sebelum beranjak keluar memanggil anikinya
Sasori, yang juga merupakan dokter yang menangani
Sasuke.
"Hm…" kata Sasuke sambil tersenyum tipis.
.
.
2012
.
.
Ruang praktek Dokter Sasori Haruno Sp.S
"S-sakura, I-I'm so sorry to say this, b-but-"
kata-kata Sasori terbata-bata, lidahnya terasa begitu
kelu saat melihat adik perempuan satu-satunya
langsung tertunduk dan menangis di depan ranjang
kekasihnya.
Berbilur-bulir air mata bening tanpa henti terus
mengalir dari kedua mata emerald Sakura tanpa ada
usaha untuk membendungnya sama sekali.
"S-sakura..." kedua tangan Sasori bergerak memeluk
Sakura. Mata Hazel nya berkaca-kaca...
Bertahun-tahun ia menangani pasien kecelakaan,
gegar otak, sampai kanker otak. Berpuluh-puluh kali ia
melihat kematian, turut simpati melihat keluarga
pasiennya yang berduka. Namun ini pertama kalinya
ia merasakan sakit seperti ini di hatinya.
Sasuke sudah Sasori anggap sebagai adiknya sendiri,
seorang teman yang sama-sama menyayangi Sakura.
Seorang rekan yang dapat senantiasa menjaga Sakura
saat Sasori sedang bekerja. Seseorang yang tak
pernah singgah di pikirannya untuk bisa terbaring
dengan lemah di tempat tidur seperti ini. Tak pernah
Sasori membayangkan Sasuke Uchiha akan menjadi
pasiennya...
Sasori mengelus pelan punggung Sakura,
Dia benar-benar bisa merasakan sakit yang dirasakan
Sakura saat ini. Sakura sudah sangat sabar menunggu
Sasuke sadar. Sakura benar-benar rajin berdoa, rajin
berbicara padanya, dan Sakura sangat senang dan
lega saat Sasuke sadar.
Namun Sasuke hanya sadar dalam lima menit itu saja,
Sasuke menghembuskan nafas terakhirnya di pelukan
Sakura...
Flashback
"Sasuke-kun, aku sudah memanggilkan Sasori-nii..." kata
Sakura seraya masuk ke ruangan Sasuke dan duduk
di kursi di samping tempat tidurnya.
"Sakura..." panggil Sasuke pelan.
"Hm?"
"Aku mencintaimu..." kata pemuda bermata onyx itu,
wajahnya yang pucat tak lagi dihiasi sepasang batu
onyx tajam yang dingin. Kedua mata bak batu onyx
itu memancarkan sinar yang mententramkan,
menenangkan... Penuh kedamaian,
dan tentunya, penuh cinta kasih...
"Aku sangat mencintaimu." lanjutnya lagi, Sasuke
perlahan-lahan duduk bersandar di tempat tidurnya
dengan dibantu Sasori. Dan Sasuke pun memeluk
Sakura dengan erat, tampak onyx nya sekarang telah
berkaca-kaca, dan air matanya pun segera mengalir
turun membasahi kedua pipinya.
Sulit di deskripsikan dengan kata-kata...
Perasaan Sasuke dan Sakura benar-benar campur
aduk, terutama Sasuke.
Karena dia tahu, waktunya tak akan lama lagi.
Pemuda itu masih belum rela meninggalkan gadisnya
sendirian di dunia ini, sementara dia sudah terlebih
dahulu pergi ke dunia lain nun jauh disana.
"Saku, Aku sangat mencintaimu." kata Sasuke lagi,
mengulang perkataan yang pernah ia katakan pada
Sakura beberapa waktu yang lalu, di sebuah taman di
bawah sinar rembulan.
Tak pernah terbayangkan di otak jenius kedua insan
tersebut saat itu, bahwa Sasuke akan mengatakan
kalimat-kalimat romantis namun menyakitkan itu saat
ini. Di rumah sakit Konoha, di sela-sela isak tangisan
dan tekanan mental yang berat, diiringi oleh mesin
yang menunjukkan detak jantung Sasuke yang
perlahan-lahan mulai melambat dan tidak teratur.
Tiittt... tiit... tiiitt... tit.. tiiitttt...
Sasuke kembali mengatur nafasnya, tangannya
membelai pucuk kepala Sakura dengan lembut.
"Aku Mencintaimu hingga tak tertahankan, Sakura.
Bahkan hingga dadaku serasa ingin meledak…
Aku mencintaimu, sepenuh hatiku, seumur hidupku…
I love you till My Last breath, Sakura.
Please continue to live a happy life, for me, and for
yourself too..."
...
...
...
...
.
"Sasuke-kunn..!"
Dan ruangan tersebut pun dipenuhi dengan suara
tangisan Sakura yang sudah tak tertahankan.
Tangan Sakura yang tadinya masih memeluk Sasuke
melemah, tubuhnya serasa sama sekali tak bertenaga
lagi.
Sebagian dari jiwanya sedikit demi sedikit seperti
melayang pergi, pergi jauh, bersama dengan Sasuke
dan cinta Sakura yang ia bawa pergi bersamanya...
End of Flashback
"S-sasuke-k-kun... jangan tinggalkan aku..." gumam
Sakura pelan pada Sasuke yang masih terbaring kaku
di tempat tidurnya. Sakura menutup matanya,
berusaha menahan isak tangis yang tak henti nya
mengalir.
Sakura masih muda, kehilangan pacar pertamanya
dan pacar satu-satunya sangat berat baginya.
Perkataan terakhir Sasuke masih tergenang di
pikirannya.
Ruangan pasien ini sekarang terasa sangat hampa,
hanya Sakura sendirian menghadapi malam yang
dingin dan sunyi, bahkan tanpa dentingan jarum yang
jatuh sekalipun...
Tanpa Sasuke yang memeluknya, menemaninya,
membuatnya merasa senyaman mungkin. Tak ada
Sasuke yang selalu mengombalinya, dan tak ada
Sasuke yang menjahilinya...
Mulut Sakura perlahan-lahan terbuka, suaranya
bergetar. Wajahnya yang putih masih dipenuhi air
mata, dan kedua mata beriris viridian itu menatap
wajah Sasuke, pemuda yang begitu dicintainya...
"A-aku...
Aku juga mencintaimu, Saske.
Sangat-sangat mencintaimu...
Aku juga sangat menyayangimu, sepenuh hatiku,
dan juga hingga akhir hidupku.
I'll also love you till my last breath.
I'll miss you, Sasuke...
I'll try to stay happy, Saske, Just for you...
Just You..."
~OWARI~
Kembali Ke Atas Go down
Neivf
木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
Neivf


Posting : 735
Join date : 09.03.12
Age : 28
Lokasi : your heart

Cerpen ala Naruto and friend's Empty
#7PostSubyek: Re: Cerpen ala Naruto and friend's Cerpen ala Naruto and friend's Empty20/5/2012, 5:32 am

. . .
Butterfly Girl
.
Kesepian
.
.
Kupu-kupu selalu kesepian
.
.
.
.
.
Benar bukan?
present by
namikaze
Hinata, ya, gadis yang memiliki rambut biru itu sudah
bangun dari tidurnya. Segera Ia berangkat ke sekolah,
jarak rumahnya ke sekolah tidak begitu jauh maka Ia
dapat berjalan kaki. Hinata sebenarnya gadis yang
pintar namun, pendiam dan pemalu. Setelah menaruh
tas di kelas, Ia selalu pergi ke lantai 3 dan diam
memandangi awan.
Ting tong. . . .
"bagi kelas 9 harap ke ruang doa di lantai 3."
Hinata masih kelas 8, Ia tidak perlu repot-repot ke
ruang doa. Dari arah tangga lewat sebagian besar
kakak kelasnya. .
"Naruto."
"Pagi Naruto."
"Jangan diem aja, cari pacarmu si Naruto dong."
Ejekan buat Hinata, banyak kakak kelasnya yang tahu
kalau Hinata menyukai Naruto. Naruto berada di kelas
9c, Memang tidak terlalu tampan tapi menurut Hinata,
Naruto itu sangat baik dan juga sangat pintar di
pelajaran matematika.
Hinata memang sudah dekat dengan Naruto sejak
kelas 6, tapi, baru semester 2 pada kelas 8 ini Hinata
mulai menyukai Naruto, sebelumnya sewaktu kelas 6
cinta pertamanya adalah Sasuke, hanya saja Sasuke
tidak mencintai Hinata. Kalau saja Naruto tidak
menyayangi Hinata, Hinata pasti masih mencintai
Sasuke sekarang. Sekarang asalkan Hinata sudah
dapat merelakan Sasuke, Ia dapat melupakannya,
lagipula Ia sangat mencintai Naruto, bagus juga sih
sekarang Hinata sudah melupakan Sasuke, Sasuke
sekarang ini sudah pacaran dengan Sakura.
Well, kembali lagi ke Hinata. Hinata juga dekat dengan
Ino, Ino adalah teman sekelas dengan Naruto, Naruto
yang memperkenalkan mereka. Seiring berjalannya
waktu, mereka semakin dekat. Bahkan mereka punya
julukan untuk masing-masing orang, Ino mendapat
julukan Beo (cerewet), Naruto mendapat sebutan
Mongkeh (setengah orang, setengah kera gak jelas
alasannya) dan Hinata mendapat julukan Kupu-kupu
(kalau di Taman demen banget nyariin nectar dari
bunga). Pada semester 1 mereka selalu online untuk
chatting ber-3 hingga lupa waktu untuk tidur. Kalau 1
orang saja offline maka yang lainnya akan ikut offline
juga. Tapi, kini di semester 2 hubungan mereka mulai
renggang karena Ino dan Naruto selalu sibuk untuk
UN. Pada akhirnya suatu malam Hinata chat dengan
Naruto. . .
"Malam Naruto-san."
"Malam juga."
"Lagi ngapain?"
"Lagi download sesuatu."
"Download apa?"
"You don't have to know."
"Ok, Naruto-san boleh gak aku nanya sesuatu?"
"?"
"Naruto-san, akhir-akhir ini aku ngerasa kalau Naruto-
san menjauh dari aku dan Naruto-san juga diemin aku,
kenapa Naruto-san begitu sama aku? Apa salah aku?"
"Itu aku punya alasan pribadi."
"Ok, tapi kenapa?"
"Sebaiknya kamu cari tau sendiri."
"Gimana caranya aku tahu?"
"Terserah."
"Naruto-san, please dong, jangan diemin Hinata-chan
terus. Klo gini Hinata-chan sedih banget dan kecewa
sama Naruto-san. Dan biarpun Naruto-san diemin
Hinata-chan, Hinata-chan harap Naruto-san gak
tinggalin Hinata-chan."
Setelah itu Hinata tidak dapat berkata apa-apa
langsung logout, Ia berlari menuju kamarnya. Di dalam
kamarnya, Hinata hanya dapat menangis..
2 jam sudah berlalu, Hinata yang masih menangis
mengambil secarik kertas dan menuliskan sebuah
surat untuk Naruto. .
Dear Naruto-san,
Maaf jika selama ini aku punya salah sama Naruto-
san, aku tau Naruto-san kecewa sama aku, aku
nyebelin ya? Naruto-san, aku gak nyesel kok kalo aku
pernah mencintaimu walaupun Naruto-san cuek sama
aku, aku juga gak nyesel kalo pernah nangis buat
Naruto-san karena Naruto-san memang berarti buatku.
Aku hanya menyesali 1 hal yaitu karena aku
membuatmu kecewa. Aku gak mungkin selamanya
bisa disamping Naruto-san, tapi aku senang kita
pernah menghabiskan waktu bersama-sama.
Selesai menulisnya, awalnya Hinata ingin mengirim
surat tersebut ke Naruto, namun Ia mengurungkan
niatnya. Ia menyelipkan kertas tersebut di buku diary
berwarna biru kesayangannya. Perlahan Hinata yang
semestinya merupakan kupu-kupu ramah kini seakan
berubah menjadi kupu-kupu yang pendiam bagaikan
kupu-kupu hitam yang bersembunyi diantara daun
kering agar dirinya tidak terlihat. Nilai Hinata perlahan
turun, ia sering melamun di kelas. Hinata tidak berhenti
berpikir kenapa Naruto menjauh darinya, sesekali
dalam benaknya ia berpikir..
"Kenapa denganku?"
"Toh, manusia tidak ada yang sempurna?"
"Kenapa kau menjauh Naruto?"
Malam-malam sebelumnya, ia selalu mengisi waktu
dengan online namun kini ia hanya menyendiri di
kamar. Begitu masuk sekolah, melihat Naruto yang
cuek merasa seakan semua yang telah dialaminya
hanya mimpi, mimpi yang indah yang tidak akan
pernah terjadi. Walaupun Hinata masih mencintai
Naruto, ia merasa sia-sia saja karena Naruto kini telah
berubah. Suatu siang sepulang sekolah seperti
biasanya Hinata diam menunggu jemputannya Naruto
yang sedang asik ngobrol dengan teman-temannya
tidak menyadari ia sedang berada di tengah jalan,
sebuah mobil melaju kencang. . .
BRAAAAKK..!
terdengar bunyi tabrakan, tubuh Hinata terlempar
karena tertabrak mobil, Naruto yang berada di
belakang Hinata hanya bisa bengong melihat Hinata
sengaja menabrakkan diri ke mobil tersebut demi
menyelamatkannya. Sesudah itu Hinata langsung
dilarikan menuju rumah sakit terdekat. Hinata
langsung masuk ICU, Hinata koma dan lukanya cukup
parah dan ada beberapa tulangnya yang patah.
"Maafkan Naruto-san ya, Hinata." Terdengar suara
Naruto berbisik pelan di telinga Hinata yang terbaring
di kamarnya.
Kini waktu terasa seperti berhenti, penyesalan
memang datang terakhir..
Naruto yang berada di kamar Hinata hanya bisa diam,
tanpa sadar Ino mengintip Naruto, dilihatnya Naruto
menangis terisak-isak air mata Naruto mengucur
dengan derasnya, tak pernah dilihatnya Naruto
menangis seperti itu.
2 minggu telah berlalu, keadaan Hinata tidak kunjung
membaik, Hinata masih terbaring lemas di rumah sakit.
Matanya tak kunjung terbuka, biarpun Naruto
menjenguk Hinata setiap hari, tapi sepertinya suara
Naruto tidak dapat mengetuk pintu hati Hinata dan
membangunkannya…
"Hinata, kau !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!..! Sebaiknya aku saja yang terbaring
di ranjang ini..!"
"Kemana kau pergi Hinata..? Apakah suaraku tidak
dapat membangunkanmu..? Tolonglah Hinata, bangun.."
"nggg,, Naruto-san..?"
Hinata membuka matanya dan berbicara dengan
suaranya yang sangat pelan.
"Hinata..!"
Naruto menghapus air mata di pipinya, namun itu
hanya kebahagiaan sesaat. Belum sempat Hinata
dipeluknya Hinata sudah menangis..
"Naruto-san,, good bye. . . . ."
Naruto mendengar perkataan terakhir Hinata, setelah
itu Hinata pergi ke alam sana..
"HIINAAAATTAAAA!"
Naruto berteriak sekencang kencangnya dan
memanggil dokter, tapi terlambat sudah. Hinata
meninggal dalam dekapan Naruto dan dengan
senyuman manis di wajah Hinata.
Esoknya Hinata dimakamkan, bersamaan dengan itu
seekor kupu-kupu hinggap di pundak Naruto seakan
berbisik..
"Kini aku bebas Naruto-san,, terima kasih atas cinta
yang kau pernah berikan padaku…"
Akhirnya
.
.
.
Si kupu-kupu bebas terbang kemanapun…
..Dan..
Pergi ke semua tempat yang ingin didatanginya. . .
~o0o~.END.~o0o~
Kembali Ke Atas Go down
Neivf
木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
Neivf


Posting : 735
Join date : 09.03.12
Age : 28
Lokasi : your heart

Cerpen ala Naruto and friend's Empty
#8PostSubyek: Re: Cerpen ala Naruto and friend's Cerpen ala Naruto and friend's Empty22/5/2012, 10:18 am


-Is She?-
~0~

Hey, selamat pagi dunia. Arigatou telah menyapaku
dengan sinar surya yang indah ini. Aku selalu ingin
tersenyum di mana pun ku berada. Aku tidak mau
terlihat bersedih, karena menurut ku, itu hal yang tidak
seharusnya dilakukan oleh pria.
Ya, dia adalah pemuda yang baik, orang yang murah
senyum, ceria, penyayang dan masih banyak lagi sifat
lainnya. Ia pemuda yang memiliki rambut pirang yang
cerah, dengan mata biru langit seperti permata.
Uzumaki Naruto, itu adalah nama sang pemuda itu.
Meski begitu, dia juga manusia. Memiliki masalah.
Masalah…. Ya, masalah yang kata sang dokter ia
terluka parah.
Flashback
Dia sedang bermain di sebuah taman bersama dengan
teman baiknya, Shikamaru. Saat itu, mereka sedang
menikmati indahnya sore sana. Mereka bermain
bersama sejumlah anak-anak. Menurut mereka, itu hal
yang menyenangkan. Bisa melihat anak-anak yang
baru lahir dari surga yang masih di jaga oleh para
malaikat.
Mereka pun mencoba untuk bermain bola bersama.
Naruto bersama Shikamaru, dan anak-anak itu yang
berjumlah 7 orang. Naruto berpura-pura cemberut pada
anak-anak itu karena jumlah yang tidak adil. Namun
yang di dapat hanya juluran lidah dari anak-anak itu.
Dan permainan pun dimulai
Skor sementara 5-4, dengan dimenangkan oleh anak-
anak itu. Karena tentunya Shikamaru dan Naruto
mengalah
"aduhhh… aku kalah." Kata Naruto sambil memegang
kepalanya. "aku kalah karena dia tidak bisa bermain,
merepotkan." Timpal Shikamaru. Dan Naruto
berencana untuk memilih permainan lain lagi. Tapi, hal
itu tidak terjadi.
Ia langsung pergi ke arah jalan raya, karena melihat
seorang anak sedang mengambil bola di tengah jalan.
Dan terlihat ada mobil besar melaju dengan kecepatan
cukup tinggi. Mobil itu semakin mendekat ke arah
sang anak. Pengendara mobil yang baru melihat ada
anak, karena tadi di kaca mobil itu ada sebuah kertas
yang menghalangi penglihatannya. Ia langsung
menginjak rem dengan sekuat tenaganya sambil terus
membunyikan klakson
CKITTTTT…
DUARRRRKKKK….
Terdengar suara rem yang masih tidak bisa
menghentikan mobil itu sehingga terdengar suara
orang yang tertabrak. Dan orang-orang yang ada di
sana langsung berlari ke arah tempat kejadian
tersebut.
"hey, kau tidak apa-apa?" suara Naruto sangat lemah.
Ia membuka pelukan nya, dan terlihat seorang anak
yang bergetar sambil menangis. "syukurlah, kau tidak
terluka." Keadaan Naruto sangat parah. Banyak darah
di tubuh Naruto, terutama pada bagian kepalanya.
Tidak lama kemudian, terdengar suara ambulan
mendekat. Dan penglihatan Naruto pun menghilang
meski samar-samar ia mendengar suara Shikamaru
memanggil namanya. Dan akhirnya, semua itu
berubah menjadi hitam gelap tanpa ada suara yang
terdengar.
"ini…. Di mana ini?"tanya Naruto yang tiba-tiba berada
di sebuah tempat yang sagat gelap. Kepalanya sangat
pusing, badannya terasa sangat berat. Hingga ia
mencoba untuk beristirahat di tempat gelap itu.
"hey anak muda, sedang apa kau tidur di
sana?"terdengar suara lembut, dan terdengar baik
mendekat ke arah Naruto. Naruto yang tidak
mengenali suara apa atau siapa itu, langsung
membuka matanya. Ia terkejut, ia melihat sebuah
tempat yang indah, banyak pohon, bunga dan hal
indah di sini. Kenapa ia tiba-tiba berada di tempat
yang indah ini? Sementara, tadi ia sedang berada di
tempat yang luar biasa gelap.
"maaf, di mana ini? Tadi aku sedang berada di tempat
yang gelap, tapi kenapa aku tiba-tiba berada di tempat
seperti ini? Apa ini surga?"tanya Naruto pada
seseorang yang memakai jubah berwarna putih.
Namun orang yang memakai jubah putih itu hanya
tersenyum pada Naruto sambil menggeleng. "bukan, ini
bukan surga anak muda. Surga akan berkali lipat lebih
indah dari ini. Ini adalah tempat di mana seseorang
yang sedang dalam keadaan kritis atau sekarat. Dan
jika kau mau, kau juga bisa mengunjungi dunia mu.
Tapi, jika kau pergi ke sana, kau tidak bisa di lihat atau
pun di dengar."
Naruto memiringkan kepalanya. Ia sangat tidak
mengerti dengan hal ini dengan hal ini. Jika yang di
katakan oleh orang berjubah putih itu benar, berarti
sekarang ia sedang sekarat. Orang itu berjalan
mendekat ke arah Naruto. "jadi, kau mau melihat
keadaan di dunia mu?" tanya orang itu. Naruto berfikir
sejenak hingga akhirnya ia mengangguk. Ia ingin tahu
bagaimana keadaan teman-teman mereka. Sambil
tersenyum ramah, orang yang mengenakan jubah
putih itu memegang pundak Naruto dan mereka pun
menghilang.
Dan di sini mereka mulai, ia sedang berada di taman
di mana tadi ia tertabrak. Di sana ia melihat anak-anak
yang tadi tersenyum bahagia, sekarang menangis
karena kejadian yang baru saja terjadi. Naruto terlihat
sedih. Orang berjubah putih itu menatap Naruto
dengan tatapan menyesal. "maafkan aku Uzumaki-san,
lebih baik kita pindah ke tempat lain saja." dan
mereka pun menghilang dari tempat itu
Mereka berada di sebuah ruangan dengan hiasan
khas pesta ulang tahun. Naruto terlihat tersenyum. Di
sana Naruto melihat teman - temanya sedang tertawa
bahagia. Mereka mengadakan pesta ulang tahun
Sasuke. "Uzumaki-san, kenap kau tidak datang ke
sana?" tanya orang si samping Naruto. Naruto
membalas menatapnya dengan menggaruk kepala
bagian belakangnya yang tidak gatal. "hehehehe, aku
lupa. Dan mungkin Shikamaru tidak mau
mengingatkan ku karena hal ini akan membosankan
baginya." Wajah Naruto berubah menjadi sebal
mengingat hal itu.
"hihihihi, kau lucu, Uzumaki-san. Mudah sekali kau
berubah." Dan Naruto kembali tersenyum.
Pandangannya beralih ke arah teman-temannya itu. Ia
tertawa melihat tingkah teman-temannya yang lucu.
Melihat ke jailan Kiba dan semangat Lee yang tidak
padam, di tambah kerakusan makan Chouji yang
melahap jatah makan yang lainnya, dan masih banyak
lagi tingkah lucu teman-temannya. "Arigatou karena
telah membawa ku ke tempat ini." Kata Naruto
menatap ke arah orang di sampingnya sambil
memasang senyum. Dan orang itu hanya membalas
dengan senyuman.
"bagaimana kalau kita ke tempat lain lagi?" kata
Naruto yang sudah cukup bahagia melihat tawa dari
teman-temannya itu. Dan dalam sekejap mereka
menghilang dari tempat itu.
'Naruto….' batin Semua teman-teman Naruto, yang
berada di sana merasakan hawa Naruto. Dan langsung
melanjutkan kegiatan mereka.
Tiba-tiba ia berada di sebuah taman padang bunga
lavender yang luas, disini sangat wangi."hey siapa ini?
Aku tidak mengenalnya?" tanya Naruto yang melihat
seseorang wanita cantik berambut indigo dengan
warna mata Lavender yang tidak ia kenal. "dia? Oh
ya… maaf aku membocorkan ini, tapi dia itu
pasanganmu. Dia juga sedang bersedih karena ibunya
baru meninggal 2 hari yang lalu." Naruto sedikit
terkejut dengan pernyataan itu. Ia lalu memandangi
orang itu. Ia begitu cantik, lucu, tapi Naruto tidak
menyukai sesuatu. Ia tidak menyukai tangis-nya.
"jadi, dia pasanganku?" tanya Naruto memastikan. "ya,
itu yang tertulis di takdir jika tidak ada masalah,
bencana atau apa yang menghalangi kalian. Ia adalah
pasanganmu, dan sudah seharusnya kalian bersama."
Dan Naruto menatap sang gadis itu lagi. Ia merasakan
sesuatu, ada suatu perasaan yang berbeda dari yang
lainnya. Ia merasakan kalau gadis itu sangat dekat
dengannya, ia merasa sangat nyaman walau hanya
bisa memandanginya. Tersenyum…. Naruto lalu
tersenyum sambil menatap seseorang di sebelahnya.
"kalau begitu, jika aku sadar, aku akan menjaganya,
melindunginya, dan tidak akan aku biarkan ada air
mata kesedihan di matanya lagi. jadi, bisakah kau
menyelamatkan ku dari kematian?"
Yang di tanya hanya terkikih mendengar itu. "Naruto,
aku bukan dewa atau Tuhan, aku juga manusia seperti
mu. Namun, nyawaku sudah di ambil. Karena aku
masih baru dicabut nyawa, aku masih bisa berada di
dunia ini, atau melihat saja. Jadi… aku tidak bisa
membebaskan mu dari kematian, kau harus berjuang
sendiri. Lawan semua masalahmu itu."masih dengan
senyum di wajahnya "Tapi, aku suka dengan kata-
katamu tadi. Bisakah kau berjanji terhadap hal itu?"
tanya orang itu. Dan dengan cepat, Naruto
mengangguk dengan pasti sambil memegang
dadanya. "ya, aku berjanji." Dan orang yang di
sampingnya itu tersenyum puas mendengar hal itu.
"baiklah, ayo kita pergi ke tempat lain." Dan langsung
mendapat persetujuan dari Naruto. Mereka pun pergi
ke tempat lain. Dan Naruto sedikit terkejut dengan
tempat ini. Ini adalah sebuah kamar di mana Naruto
sedang di obati dari kecelakaan tadi.
"kenapa kau membawaku ke sini?" tanya Naruto yang
cukup bingung di buatnya. Di sini tidak ada yang ia
kenal dan hanya ada seorang dokter dan perawat
yang membantunya. "kau selamat, Uzumaki-san."
Balasnya dengan senyum hangat "tapi, sebelum itu
ada seseorang yang ingin bertemu dengan mu,
Uzumaki-san." Dan munculah dua orang yang sangat
Naruto kenal dan sayangi. "kaa-chan… Tou-san…" dan
Naruto langsung menghambur memeluk orang tuanya
itu. Dan mereka pun berpelukan melepas kerinduan.
"bagaimana kabarmu Naruto?" tanya seseorang
berambut pirang seperti Naruto. "baik, Tou-san. Selalu
baik." Balasnya dengan pasti "hey baka, lalu kenapa
hal ini bisa terjadi?" timpal seseorang yang memiliki
rambut merah panjang. "ehmm…. Itu…" dan perempuan
berambut merah itu langsung memeluk Naruto erat
sambil menitikkan air matanya. "kau harus menjaga
dirimu baik-baik, Naruto." Dan Naruto mengangguk
sambil melepaskan pelukan hangat itu.
"bagaimana kalian bisa ada di sini?" tanya Naruto yang
masih terheran - heran mengapa orang tuanya bisa
ada di sini. "kami masih memiliki kekuatan untuk
mengunjungimu, Naruto. Dan juga karena kau sedang
dalam keadaan sekarat kami bisa bertemu dengan
mu atas bantuan Hyuuga-san ini." Balas sang ibu. Yang
di bicarakan hanya tersenyum. "oh ya, waktu kami
sudah tidak banyak lagi, Naruto. Jaga dirimu baik-baik,
jangan lupa makan, hidup sehat, mandi teratur, dan
bersikap baiklah pada orang lain, Naruto." Pesan sang
ibu. Dan mereka pun mulai memudar.
"heheheh, tenang saja, Kaa-chan. Aku akan lakukan
itu."balas Naruto matanya menitikkan air mata namun
dengan cepat di gantikan oleh senyum cerianya.
Orang tua Naruto pun menghilang, kembali ke sana,
tempat yang lebih baik bagi mereka. Namun, saat ia
menengok ke arah kiri, ia melihat seseorang berjubah
putih masih berada di sana. "ne? kenapa kau masih
berada di sini?" dan perkataan itu lagi-lagi membuat
yang bersangkutan tertawa
"aku baru akan menghilang jika kau sudah benar-
benar kembali ke dunia mu, Uzumaki-san." Jawabnya.
Dan tidak lama kemudian, mereka melihat dokter dan
para perawat itu ke luar, dan langsung di sambut oleh
Shikamaru dengan wajah cemas. 'Shikamaru…' batin
Naruto sangat terharu karena Shikamaru peduli
padanya. Dan sedikit demi sedikit Naruto mulai
memudar
"kau harus memegang kata-katamu itu, Uzumaki-san.
Tolong jaga anak ku, Hyuuga Hinata. Buat dia
tersenyum seperti biasa lagi, Uzumaki-san. Aku
percayakan padamu. Sampai jumpa, Uzumaki-san."
Naruto terkejut, namun langsung mengacungkan
jempol pada orang yang telah membuka jubahnya itu.
Dan yang terlihat adalah sesosok wanita cantik
dengan tubuh maupun muka sama dengan gadis yang
ia lihat beberapa waktu lalu itu. "tenang saja, Kaa-san.
Aku berjanji." Dan orang itu pun menghilang dengan
senyum yang menghiasi wajah cantiknya itu. "Arigatou
gozaimasu, Uzumaki-san."
FLASHBACK off
Arigatou Kaa-chan, Tou-san, dan Kaa-san. Aku akan
menepati janjiku ini. Aku tidak mau jatuh terlalu lama,
aku mau bangkit dari semua ini. Masalah ini tidak bisa
menghalangi hidupku. Sekali lagi, Arigatou gozaimasu
(^o^)
Dan saat telah membuka matanya, Naruto melihat
teman-teman mereka sedang menatapnya dengan
tatapan khawatir. Dan hujan perkataan pun di mulai.
"Naruto, kau tidak apa-apa?"
"hey Naruto, mana semangat mudamu? Jangan
berlemas seperti itu!"
"Naruto, kenapa kau tidur di sana? Ayo kita berlomba
bersama akamaru!"
"hey Naruto, ayo makan ramen bersama."
Tersenyum…. Ya, Naruto tersenyum. Dia sangat senang,
teman-temannya peduli padanya. Mereka lalu saling
bercanda satu sama lain, tidak mempedulikan tentang
kejadian yang mengerikan itu lagi. mereka bercanda
seperti biasa, begitu pula dengan Naruto. Ia tidak
pernah merasakan rasa sakit akibat dari kecelakaan
itu. Teman-temannya telah menyembuhkannya.
Mereka membuat Naruto sehat hanya dengan mereka
berada di sisi dan peduli pada Naruto. Itu cukup
membuat Naruto kembali sehat.
"baiklah, kami pulang dulu, Naruto." Dan teman-teman
Naruto pun keluar dari kamar rumah sakit itu. Naruto
menatap ke arah luar, ia melihat sang langit telah
merubah warnanya menjadi warna orange kemerah-
merahan yang sangat indah. Lalu ada suatu objek
yang sangat menarik perhatian Naruto. Seorang gadis
berambut Indigo panjang. Wajahnya sangat begitu
mirip dengan ibunya.
Naruto pun melangkahkan kakinya keluar dari kamar
yang dipakai untuk istirahat setelah perawatan akibat
kecelakaan itu. Di lorong rumah sakit, ia melihat
seorang gadis berambut Indigo itu masuk ke sebuah
kamar rawat. Setelah beberapa lama ia menunggu,
akhirnya gadis itu keluar dari kamar itu. Naruto terus
mengikuti gadis itu, hingga berhenti di sebuah taman
yang berada di lingkungan rumah sakit itu.
Sang gadis langsung duduk di sebuah bangku taman
di sana. Naruto yang dari tadi hanya mengikutinya
terus, akhirnya ia mendekati sang gadis itu.
"selamat sore. Boleh aku duduk d isini bersamamu?"
kata Naruto pada sang gadis yang sekarang berwajah
sedih. Sebagai balasan, gadis itu hanya mengangguk
kecil. "kalau boleh aku tahu, apa yang membuatmu
sedih?" tanya Naruto ramah pada sang gadis itu. Gadis
itu menoleh ke arah Naruto dan menatapnya. Air mata
mulai keluar dari matanya.
"hiks…hikss…hiks…" itu yang keluar dari mulut sang
gadis itu. Ia menutupi mukanya dengan telapak
tangannya. Sepertinya ia sudah tidak bisa menahan
rasa sakitnya itu. "kalau tidak boleh, itu tidak apa-apa."
Naruto merasa bersalah karena telah menanyakan
sesuatu yang membuat sang gadis menangis.
"hiks… 4 hari yang lalu, ibuku…hiks…. Meninggal dunia.
Dan sekarang…hiks.. ayahku sedang sakit parah…" dan
tangis itu tumpah. Naruto yang mendengar dengan
jelas tangisnya itu, langsung mendekap sang gadis
yang menangis dengan tersedu-sedu itu. Ia mengelus
kepala sang gadis dengan lembut dan penuh kasih
sayang. "aku turut berduka dengan meninggalnya
ibumu. bersabarlah… Dan juga… ayahmu pasti kuat
menghadapinya." Kata Naruto sambil terus memeluk
tubuh sang gadis itu.
Tak lama kemudian, sang gadis itu berhenti
mengeluarkan cairan bening dari bola mata yang
indah itu. Gadis itu menatap Naruto dengan sedikit
merona. "oh ya, na-namamu si-siapa?" ucap gadis itu
terbata-bata karena ia masih dalam pelukan sang
pemuda. Naruto melepaskan pelukan nya lalu
menatap ke arah sang gadis dengan hangat. "hey,
mukamu manis sekali… aku Uzumaki Naruto. Kau
siapa?" tanya Naruto sambil tersenyum karena melihat
wajah gadis itu yang manis di tambah dengan rona
merah di pipinya, itu menambah kesan imutnya. Sang
gadis yang mendengar kata 'manis' itu, mukanya
bertambah merah. "a-a-aku Hyuuga Hinata. Salam
kenal Uzumaki-san."
"hihihihih, kau jangan memanggilku seperti itu, Hinata-
chan. Panggil aku Naruto." Ucap Naruto karena
mendengar Hinata menyebutnya dengan
menggunakan nama keluarganya. "ba-baik, Naruto-
kun." Dan dengan ini muka Hinata sudah lebih merah
dari darah segar. "baiklah, Hinata-chan. Rumahmu di
mana? Biar ku antar pulang." Sebenarnya, Naruto
belum boleh keluar dari rumah sakit. Dan dia harus
kembali ke rumah sakit ini sebelum hari mulai malam.
Dan Naruto pun mengantarkan Hinata pulang. Rumah
Hinata tidak jauh dari rumah sakit itu, hanya beberapa
ratus meter dari sana. Setelah Naruto mengantarkan
pulang Hinata, ia melangkahkan kakinnya ke arah
rumah sakit tempat ia di rawat. Tapi tiba-tiba,
kepalanya terasa sangat berat dan pusing. 'mungkin ini
karena kecelakaan waktu itu. Pusingnya baru terasa
sekarang, aku harus cepat sampai di kamarku.' Batin
Naruto. Ia pun akhirnya sampai di depan pintu
kamarnya itu. Tapi pandangannya mulai kabur, dan
akhirnya ia ambruk di sana.
Keesokan paginya, Naruto hanya bisa menatap pagi
yang indah itu dari kamar itu. Tubuhnya masih sangat
lemas akan kejadian kemarin malam. Untung perawat
langsung memanggil dokter dan langsung
memeriksanya. Kalau tidak, mungkin sakitnya
bertambah parah. Ia menatap ke luar sana. Ia bisa
melihat lingkungan rumah sakit, di sana ada sebuah
taman dengan banyak bunga yang sedang mekar.
Banyak orang yang senang dengan pagi ini.
Tok…tok…tok…
"masuk saja, tidak di kunci."
Orang itu mengintip ke dalam kamar untuk
memastikan kamar yang ia tuju benar. Dan sekarang
Naruto melihat seorang wanita dengan rambut indigo,
bermata lavender yang ia kenal. Naruto sedikit
bingung, kenapa Hinata pagi-pagi datang ke sini? Tapi,
hal itu langsung di tepisnya. Ia melihat Hinata
mengeluarkan air matanya lagi. sepertinya hal yang
tidak di inginkan terjadi.
"ada apa, Hina-" Hinata langsung menghambur
memeluk Naruto yang masih tidak tahu apa yang
terjadi. "hikss…hikss… Tou-san…" air mata mulai
membasahi pundak Naruto. "ada apa dengan ayahmu,
Hinata?" nada suaranya di pelankan, takut ia menyakiti
perasaannya. "dia sehat….hikss.. dia sudah sadar..Naruto-
kun." Senyum mengembang di wajah Naruto. Ia
bahagia, karena orang yang penting bagi Hinata sehat.
Naruto membalas pelukan hangat Hinata itu. Mereka
sangat senang hingga tidak mendengar suara pintu
terbuka.
"Oi Naruto! Pagi-pagi kau sudah bermesraan!" Naruto
langsung melepaskan pelukan hangat itu. Hasilnya,
muka Naruto dan Hinata langsung memerah.
"dasar Dobe."
"wow, kau hebat Naruto! Menyambut pagi yang cerah
dengan bahagia!"
"siapa dia Naruto?"
Naruto pun menatap teman-temannya. Mereka belum
mengenal Hinata, jadi lebih baik ia mengenalkannya.
Naruto menatap Hinata sebentar dan langsung
menatap teman-temannya lagi. "hehehe, dia temanku.
Namanya Hyuuga Hinata." Teman-teman Naruto
kecuali hanya melengo dengan pernyataan Naruto
tadi. 'teman?' dia teman Naruto? Aku tidak percaya.'
Batin teman-teman Naruto yang ada di sana. "Naruto,
sudah… jangan berbohong. Dia pacarmu, kan?" kata
pria berkulit putuh pucat "aku membaca di buku, kalau
dua orang sedang berpelukan di kasur. Pasti
hubungannya lebih dari teman, ya kan?" pernyataan
yang aneh.
Ya memang, Hinata memeluk Naruto. Dan Hinata
memeluknya dengan naik ke kasur walau hanya di
pinggir kasur. Dan hal itu adalah kesalahan berat yang
dilakukan oleh seorang Hinata. Tiba-tiba Naruto
memegang tangan Hinata. "Ya benar, dia adalah
pacarku." Teman-teman Naruto dan Hinata dibuat
sangat terkejut dengan pernyataan itu. Apalagi Hinata,
ia sudah tidak bisa mengatakan apa pun lagi,
mukanya sangat merah.
"Baiklah! Kalau begitu, setelah kau keluar dari rumah
sakit ini, kau harus mentraktir kami makan!" teriak
wanita berambut pirang dengan gaya rambut ekor
kuda. Chouji yang mendengar kata 'makan' langsung
berapi-api, dan mengunyah kripiknya dengan cepat.
"ya itu benar! Kau harus mentraktir kami makan!" ucap
pemuda berambut coklat penyuka *hewan yg menggonggong* itu.
"oh ya, aku Haruno Sakura. Salam kenal Hinata-chan."
"aku Yamanaka Ino." Dan yang lainnya pun
berkenalan dengan Hinata yang berstatus 'pacar' dari
Naruto itu. Dan mereka pun mengobrol kecuali Hinata
yang masih terkejut dan hanya bisa mengangguk atau
menggeleng jika di beri pertanyaan oleh teman-teman
Naruto. Setelah beberapa jam mereka mengobrol,
akhirnya tema-teman Naruto memutuskan untuk
pulang. "Naruto, meski kau yang harus mentraktir
kami, kami memberikan beberapa buah-buahan untuk
kau makan agar kau cepat sembuh. Tapi, jangan lupa!
Kau harus mentraktir kami makan!" ucap gadis
berambut pink itu. Dan akhirnya mereka pun keluar
dari kamar Naruto.
"emm… Hinata-chan.. maafkan aku soal yang tadi."
Kata Naruto sambil membukuk duduk di kasur itu.
Namun Hinata masih saja diam. Ia lalu menatap
Naruto dengan wajah merah. "ti-tidak apa Naruto-kun..
Dan, apa yang di ucapkan Naruto-kun tadi serius?"
terlihat wajah Hinata cukup serius dengan pertanyaan
ini. Namun, sang pemuda hanya memiringkan
kepalanya, tak mengerti apa yang dikatakan oleh
Hinata. "ehmm, tidak juga."
SLEBBB…..
Dada Hinata terasa sesak dengan kata-kata itu. Tanpa
disadari oleh Naruto perkataan yang simple itu, telah
membuat hati Hinata sangat sakit. Mata Hinata mulai
berair, dan tak lama kemudian, rasa sakit itu tidak bisa
di tahan lagi. Hinata dengan cepat pergi keluar kamar
itu dengan wajah yang berlinang air mata. Sementara
Naruto, ia yang tidak menyadari apa yang telah
dikatakannya, apa yang telah membuat Hinata
menangis, masih diam melengo. Dan beberapa detik
kemudian, dengan cepat ia keluar dari kamar itu untuk
mengejar Hinata.
'dasar !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!…! Kenapa aku itu sangat !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!! sekali!'
batin Naruto deselah larinya sambil terus memukul
kepalanya. '… dan, kenapa Hinata itu cepat sekali
larinya?' ia terus mencari Hinata di sekitar rumah sakit,
ke taman, seluruh pelosok rumah sakit. Karena tidak
menemukannya, ia keluar dari rumah sakit itu, menuju
rumah Hinata. Dan hasilnya sama, nihil.
Ia masih terus mencari Hinata, sementara hari sudah
sore menuju malam hari. '!!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!! Kenapa aku bisa
berkata semudah itu pada Hinata, dasar !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!!'
gerutu Naruto dalam hati sambil terkadang memukul
kepalanya. Ia beristirahat di sebuah bangku di pinggir
jalan. Tenaganya sangat terkuras. Ia menutup matanya
dengan nafas masih terengah-engah. Ia berfikir tempat
seperti apa yang mungkin Hinata datangi. Tapi,
bagaimana mungkin ia mengetahui tempat yang
Hinata biasa kunjungi sementara ia baru tahu Hinata
beberapa hari.
Dan mata biru langit itu tiba-tiba membuka dan
dengan cepat ia bangkit dari duduknya, ia langsung
melesat pergi dari tempat itu. 'ya, mungkin. Tempat
itu…' mata Naruto menunjukan keyakinan yang besar
tentang ini. Lalu ia pergi ke sebuah taman bunga yang
ada di kota itu. Taman bunga yang sangat besar dan
luas. Ia melihat berbagai macam bunga, sangat
banyak. Tapi ia tak tak menemukan bunga Lavender
itu…
Ia terus melangkahkan kakinya, terus mencari. Ia
memasuki sebuah hutan, dan ia mencium bau bunga
yang sangat ia cari. 'ini…' dengan cepat, Naruto
mendekati ke arah asal bau tersebut. Dan sekarang, di
depan matanya terlihat padang bunga Lavender yang
sangat luas. Yang ia cari bukan lavender ini, ia mencari
seseorang yang menyukai lavender ini. Ia terus
mencari tapi tak ada seorang pun kecuali dirinya di
sana. Ia sudah sangat kehabisan tenaganya. Dan ia
menjatuhkan tubuhnya di padang bunga lavender itu.
'!!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!! !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!! Kenapa kata itu harus keluar dari
mulut sialan ini.' Naruto menutup matanya untuk
mengistirahatkan mata yang dari tadi ia pakai ini.
'maaf… aku mengingkari janjiku-'
"Na-Naruto-kun…? Sedang apa kau di sini?" suara itu…
suara yang sangat lembut, menenangkan. Suara dari
seseorang yang ia cintai. Perlahan Naruto membuka
matanya, dan terlihatlah gadis dengan paras yang
sangat cantik sedang menatap ke arah Naruto dengan
tatapan khawatir.
"Hinata-chan."
Dengan cepat Naruto langsung memeluk Hinata
dengan erat. "maafkan aku, Hinata-chan. Aku begitu
!!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!, !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!!, aku tidak mengerti dirimu. Maafkan
aku, Hinata-chan. Aishiteru Hinata-chan, Aishiteru,
aishiteru…" dan kata sederhana itu telah membuat
Hinata menitikan air mata, ini beda. Ini air mata
bahagia dari seorang Hinata, ia bahagia karena Naruto
meminta maaf padanya, ia juga bahagia karena
Naruto mencemaskannya, dan sangat bahagia karena
Naruto…. Mencintainya.
Hinata membalas pelukan Naruto. "aishiteru mo,
Naruto-kun." Dan setelah itu, akhirnya mereka
melepaskan pelukannya itu. Dan mereka duduk
bersama sambil memandang matahari sore yang
indah itu. "Naruto-kun, kenapa kau tahu kalau aku
disini?" tanya Hinata sambil memandang wajah Naruto
yang sedang memandangi matahari. "hmm… ibumu
memberi tahuku tempat ini." Balas Naruto yang
sekarang memandang wajah Hinata yang sedang
bingung. "kaa-chan..?" Naruto hanya tersenyum
mendengar kata itu
"dan aku tahu, kalau 'kaa-san' sedang tersenyum di
sana." Setelah Naruto menceritakan semua yang dia
alami selam beberapa waktu lalu setelah kecelakaan
itu. Sekarang perasaan Hinata campur aduk, sedih,
bahagia, malu, khawatir dan masih banyak lagi
perasaan yang sedang menghinggapi gadis ini. "Na-
naruto-kun, kenapa kau memanggil kaa-chan dengan
sebutan 'kaa-san' juga?" wajah Hinata sudah sangat
memerah karena mempertanyakan hal itu. "ah.."
Hinata sedikit mendesah karena tiba-tiba Naruto
menabrakan keningnya ke kening Hinata. "karena…"
"aku adalah menantunya, Hinata-chan." Dan sekarang
wajah mereka hanya tinggal beberapa centi lagi,
sangat dekat. "a-apa..?" wajah Hinata sudah berada
dalam setatus AWAS. Dan tiba-tiba, Naruto
mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna hitam. Dan
saat di buka, Hinata tidak percaya dengan apa yang
telah terjadi. "Hinata-chan… maukah kau menjalani
hidup bersama ku?" Hinata menutup mulutnya yang
ternganga dengan telapak tangannya. Air mata
kebahagiaan menitik untuk kesekian kalinya dari
mata Hinata.
Dan Hinata hanya membalas dengan anggukan kecil
dan cincin itu langsung di pasangkan oleh Naruto ke
jari manis kanan Hinata. Dan tanpa di duga oleh
Naruto, Hinata langsung mencium Naruto. Naruto yang
awalnya tak percaya dengan tindakan Hinata, akhirnya
membalas itu. Ciuman yang lembut, penuh dengan
cinta, kasih sayang dan segalanya. Setelah beberapa
menit, akhirnya mereka melepaskan ciuman itu.
"wow! Dari tadi kami cari ternyata kalian disini sedang
bermesraan?"
"Yosh! Hebat Naruto! Kau melamar seorang gadis yang
kau cintai di hadapan sang surya."
"aku tidak percaya, kau bisa melakukan itu, Dobe."
"jadi, traktir makan kita akan bertambah megah, ya
kan?"
Teman-teman Naruto tiba-tiba keluar dari sebuah
semak-semak. Dan ternyata, mereka menyaksikan
kegiatan Naruto dari awl sampai akhir tanpa di ketahui
oleh Hinata dan Naruto. "tapi, bagaimana kau bisa tahu
kami ada disini?" tanya Naruto karena dia sendiri
susah menemukan tempat ini. "kami membuntutimu
dari rumah sakit. Sebenarnya, sewaktu siang tadi kami
tidak pulang. Melainkan menunggu di depan kamar
Naruto." Terang Kiba. "dan jangan harap kalau kami
tidak melihat saat kau membuat Hinata menangis,
Naruto baka!" ucap Sakura dan Ino bersamaan. Mereka
melakukan pemanasan mereka untuk bersiap
memukul Naruto, dan….
BLETAKKKKK.
"awww…." Dua buah benjolan besar sudah terbuat di
kepala Naruto. Kiba, Lee, Chouji, Shikamaru, Sasuke dan
Sai yang meski sangat takut, ia masih memasang
senyum palsunya itu. "menyeramkan…" ucap Kiba
pelan, sangat pelan. Namun sayang, Kami-sama tidak
menolongnya. Kiba yang mengetahui akan ada
bahaya besar mendekat, langsung lari terbirit-birit.
"WHOOAAAA! Tolong aku!" teriak Kiba yang dikejar
oleh kedua wanita itu. Dan Lee yang sangat aneh,
malah ikut-ikutan mengejek kedua wanita itu.
"Na-Naruto-kun, kau tidak apa-apa?" tanya Hinata
khawatir denga keadaan Naruto yang masih
memgang kepalanya kesakitan. "hehehe, tenang saja,
Hinata-chan. Aku tidak apa-apa." Kata Naruto sambil
berhenti memegangi kepalanya. "baiklah, sebaiknya
aku traktir kalian makan malam ini saja!" teriak Naruto.
Teman-teman Naruto yang mendengarnya, langsung
menghentikan kegiatan mereka dan menatap ke arah
Naruto. "apa? Kalian tidak mau?" tanpa di suruh,
mereka langsung meninggalkan tempat itu.
"Daging PANGGANG SEPUASNYA!"
"malam yang sangat indah!"
"aku akan mengisi seluruh perutku tanpa tersisa!"
"sake!"
Dan Naruto dengan langkah gontai, menyusul mereka
menuju sebuah restoran tempat mereka makan
seperti biasa. "ayo cepat, Naruto-kun. Kita tidak boleh
mengecewakan mereka." Hanya dengan melihat
senyumnya. Ya, hanya dengan melihat senyumnya
sudah membuatku bahagia. Hanya dengan melihat
senyumnya aku bisa bersemangat lagi, cukup dengan
melihatnya tertawa adalah hiburan yang paling besar
dan baik untuku.
Terima kasih, 'kaa-san'… terima kasih karena telah
melahirkan ku, dan telah melahirkan 'nya'. Terima
kasih karena telah merawatku, menjagaku dan dia.
Terima kasih karena telah menyayangi kami 'kaa-san'.
Tou-san, Kaa-chan… Arigatou. Sekali lagi Arigatou
Gozaimasu.
OWARI
Kembali Ke Atas Go down
Neivf
木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
木の葉の青鷲騎士 - Konoha no Seiju Kishi
Neivf


Posting : 735
Join date : 09.03.12
Age : 28
Lokasi : your heart

Cerpen ala Naruto and friend's Empty
#9PostSubyek: Re: Cerpen ala Naruto and friend's Cerpen ala Naruto and friend's Empty29/5/2012, 7:45 am



NAMIKAZE present
Naruto © Masashi Kishimoto

.
Haruno Sakura : The Memorial of Geisha
.
.
.

Wajah tua lelaki itu memandang sendu pada sebuah
lukisan yang terpajang rapih di dinding kamarnya.
Sebuah lukisan yang menggambarkan seorang wanita
berambut merah muda yang cantik dan berkimono
putih bercorak bunga krisan sedang memetik bunga.
Sangat sederhana dengan latar belakang putih polos
namun tetap begitu indah. Lelaki itu masih ingat siapa
tepatnya wanita itu. Wanita yang mengartikan cinta
dalam hidupnya pada masa lalu. Namun sayang,
mereka berdua belum menyatakan arti cinta dalam
sesungguhnya.
Suatu saat sebuah desa yang asri dan nyaman,
Tinggal lah seorang lelaki perjaka berambut merah di
sebuah rumah yang sederhana. Sasori, masyarakat
setempat memanggil lelaki itu dengan nama Sasori.
Lelaki berambut merah ini tengah dilirik para gadis di
desa itu maupun dari desa lain. Pekerjaannya
hanyalah seorang pelukis tersohor di negeri Jepang.
Lukisan karya yang begitu artistik dan mendetil selalu
berhasil menarik minat bangsawan-bangsawan.
Meskipun hasil karyanya dihargai sangat mahal oleh
bangsawan, Sasori tetap bermurah hati dan menerima
pesanan rakyat jelata yang bahkan karyanya tidak
dibayar.
"Sasori-kun, bisakah kau melukis gambar diriku?"
Berbagai rayuan dilontarkan para gadis yang sedang
melihatnya bekerja. Sasori menoleh ke samping lalu
tersenyum.
"Nona-nona semua memiliki tubuh yang bagus dan
mudah untuk diingat," ucap Sasori begitu ramah. Ia
sering menolak permintaan yang satu itu. Baginya,
lukisan itu adalah gambar yang hanya bisa
dibayangkan oleh diri sendiri dan sering terlupakan
keindahan di dalamnya.
Kekehan tawa keluar dari mulut para gadis itu. Wajah
mereka merona setelah ditanggapi Sasori seperti itu.
Namun sayang, langit yang sedari tadi sudah mendung
kini menurunkan rintik hujannya. Para gadis itu
terpaksa pulang ke rumah mereka masing-masing
agar tidak kebasahan. Beruntung Sasori sedang
melukis di dalam rumah, sehingga lelaki itu tidak
kebasahan namun tetap bisa melihat rintik hujan di
luar. Tak sengaja mata itu menangkap sesosok wanita
berkimono merah muda dan bertopi lebar yang
membawa bungkusan kain tengah berlari mencari
tempat teduh. Sasori segera berdiri dan berjalan ke
dekat pintu.
"Nona! Berteduh di sini saja dahulu!" Ia berteriak cukup
keras. Nampaknya wanita itu mendengar teriakan
Sasori dan segera mendekat. Setelah dipersilahkan
masuk, wanita berkimono merah muda itu membuka
topi lebarnya.
Sasori terdiam kagum pada sosok wanita yang ada di
depannya. Surai merah muda yang sepadan dengan
kimono membuatnya sangat cantik. Ditambah mata
emerald yang Sasori yakin tidak ada lagi pemilik mata
itu selain wanita itu.
"Arigatō Gozaimasu," ia menunduk dalam. "Kau
mengijinkan ku untuk berteduh di rumahmu."
"Aa... iya." Sasori merasa gugup berada di dekat wanita
itu. "Siapa namamu, Nona?"
Wanita itu mengerutkan keningnya dan menunjukan
raut yang sedikt was-was pada Sasori. Sasori yang
cepat menyadari perubahan itu langsung tertawa kecil,
membuat sang wanita terheran-heran.
"Sumimasen, watashi wa Sasori desu," ucap Sasori
memperkenalkan diri.
"Sasori?" wanita itu membeo. "Kau Sasori si pelukis
terkenal itu?"
Sasori tersenyum. "Benar sekali, Nona... dan jikalau saya
berkenan tahu, siapakah nama anda?"
"Ah ... maafkan kelancangan saya, Sasori-san. Namsaya
Haruno Sakura." Bibir tipis merah muda itu
melengkung tersenyum.
"Sakura..., nama yang pantas untuk seorang wanita
sepertimu." Sasori memuji Sakura dan membuat
wanita itu tersipu malu.
"Sebuah kehormatan bagi ku bisa dipuji seorang
pelukis terkenal seperti anda," ucap Sakura ramah.
Sasori tertawa kecil. "Jangan terlalu formal, Sakura... dan
lagi, siapapun bisa melukis dengan baik jika dirinya
memiliki sesuatu yang bisa ditawarkan," Sasori melirik
kecil bungkusan kain di tangan Sakura. "Masuklah,
ganti bajumu sebelum masuk angin. Akan kutunjukan
kamarku."
"Terima kasih, Sasori-san. Kau bisa memanggilku
Sakura." Sakura tersenyum dan kembali membungkuk
dalam.
"Baiklah..., mari."
Pintu kamar Sasori tergeser pelan. Sosok Sakura yang
sudah mengganti kimononya dengan kimono lain pun
keluar. Mata Sakura menoleh ke luar jendela,
sepertinya ia benar-benar terjebak di sini karena hujan
masih turun dengan deras di luar sana. Di sisi lain,
Sakura menangkap sosok Sasori yang sedang
berkutat dengan serius pada pekerjaan melukisnya.
Tak ayal membuat wanita itu tersenyum dan enggan
mengganggu. Sakura mengedarkan pandangannya
menjelajahi rumah Sasori yang terbilang cukup luas
dan besar dibandingkan rumah-rumah lainnya.
Nampaknya pekerjaan Sasori bernilai sangat mahal
jika diukur dengan seorang pedagang. Kakinya yang
beralas kaus kaki putih dan sandal khusus rumah itu
melangkah pelan ke samping dan mendapati sebuah
ruangan dapur. Sakura menyunggingkan senyuman
kecil lalu berjalan masuk ke dalam dapur.
Sedangkan Sasori masih menatap lukisannya yang
sudah jadi di atas kain setelah ia rampungkan selama
satu jam. Ia menghela napas lega lalu menyekat
keningnya yang basah walaupun udara cukup dingin
untuk berkeringat. Konsentrasi membuatnya cukup
lelah dan lapar.
"Hm?" Ia menciumi wangi makanan dari arah dapur.
Sasori meninggalkan hasil karyanya itu di atas meja,
lalu berjalan ke dapur. Mata Sasori mendapati Sakura
yang tengah memasak dengan rapih. Beberapa
makanan yang mengepul panas sudah tersedia rapih
di atas meja makan.
"Sakura?" panggilnya memastikan. Sakura tersentak
kecil lalu membalikan tubuhnya. "Apa yang kau
lsayakan?"
"A... ah, maafkan saya, Sasori-san! Saya sudah lancang
masuk ke dapur tanpa ijin darimu," jawab Sakura
gugup dan kembali membungkukan dalam tubuhnya.
"Hahaha... tidak apa, Sakura. Kau bisa menganggap
rumah ini sebagai rumah sendiri." Sasori tersenyum
membuat wanita itu bernapas lega. "Kuulangi
pertanyaannya. Jadi, apa yang kau lakukan?"
Sakura tersenyum manis lalu meniup api yang ia
gunakan untuk memasak. "Saya membuat makan
malam untuk Sasori-san. Karena Sasori-san sedang
bekerja dengan serius, jadi saya enggan mengganggu
Sasori-san."
Sasori tertegun mendengar pernyataan Sakura. Ini
baru pertama kalinya seorang wanita yang sangat
menghargai pekerjaannya dengan membiarkannya
terfokus tanpa diganggu. Lelaki itu tersenyum lalu
membantu Sakura memasak.
"Sasori-san duduk saja. Lagipula ini sudah selesai," ujar
Sakura.
Sasori menggeleng kecil. "Tidak. Aku akan
membantumu." Tangan Sasori mengambil alih panci
yang tadi dipegang Sakura. Mereka berdua duduk di
meja makan dan saling berseberangan.
"Biar kusediakan," ujar Sakura mengambil mangkuk
kecil lalu mengisikannya dengan nasi matang dan lauk
pauk yang tadi ia buat. Lalu tangannya terulur pada
Sasori.
"Terima kasih," ucap Sasori mengambil mangkuk
tersebut. "Kau juga makan yang banyak, Sakura."
Mereka berdua makan dengan rapih dan diam. Tidak
ada pembicaraan yang menghiasi ruangan makan itu.
setelah mereka menghabiskan makanan mereka,
Sakura segera berdiri untuk membersihkan meja
makan dan mencuci piring.
"Aku bantu, Saku―"
"Tetaplah di sana, Sasori-san." Sakura mengerling kecil
lalu membawa nampan yang berisi piring kotor
mereka berdua ke tempat cuci piring dan mencuci
barang tersebut. hal tersebut membuat Sasori tertawa
kecil sembari menggeleng. Lelaki itu berdiri dari
duduknya lalu berjalan mendekati Sakura yang masih
mencuci piring.
"Sakura," panggil Sasori ragu.
"Ada apa, Sasori-san?" wanita yang berambut merah
muda dan digelung itu menjawab tanpa menoleh.
Tangan putihnya masih mengelap piring yang basah.
Sasori menoleh pada Sakura. "Ceritakan dirimu."
Sakura menghentikan tangannya yang bergerak lalu
menoleh pada Sasori. Sasori yang ditatapnya seperti
itu menjadi tidak enak hati.
"Ma... maaf, bukan―"
"Aku seorang Geisha." Sasori mengerjapkan matanya
dan membiarkan Sakura melanjutkan penjelasannya.
"Kau tahu Geisha, 'kan? Pasti kau tahu. Hahaha... Aku
seorang Geisha dari desa Iwagakure. Aku berada di
desa ini untuk mencari sesuatu yang diminta Tsunade-
sama."
"Kau Geisha..."
Sakura tersenyum lirih sembari menunduk.
"Kau tidak ingin pergi dari sana? Kau bisa saja pergi
sekarang juga," tanya Sasori.
Sakura mengeringkan tangannya lalu melepas lipatan
tangan kimononya. "Tentu saja aku ingin pergi dari
sana. Tapi Tsunade-sama tidak akan membiarkan
diriku untuk pergi begitu saja. Dia akan mengerahkan
pengawalnya untuk mencariku."
Keheningan yang kembali terjadi membuat Sakura
canggung. Wanita itu menarik tangan Sasori keluar
menuju tempat dimana Sasori mengerjakan karya
seninya tadi. Sedangkan Sasori hanya melangkah
mengikuti sang Geisha.
"Kalau begitu..." tangan wanita itu meminta Sasori
duduk di futon. "Bisakah kau membantuku mencari
jamur yang berada di gunung?"
"Jamur? Jadi hanya itu yang kau cari?" tanya Sasori
memastikan. "Baiklah, besok pagi kita akan pergi ke
gunung."
Butiran embun pagi begitu sejuk dan dingin menyapa
kulit halus Sakura. Rupanya bekas hujan kemarin
malam masih terasa di pagi itu. Sakura dan Sasori
sudah berjalan perlahan naik ke atas gunung. Tanah
dan batu yang ditumbuhi lumut terasa licin di
perjalanan mereka. Hal tersebut membuat Sasori harus
memegangi tangan Sakura atau menahan tubuh
wanita itu.
"Hati-hati!" seru Sasori. Namun ternyata Sakura
terpeleset hingga menimbulkan rasa sakit karena
kakinya terluka.
"Au...!" Sakura meringis ketika Sasori memeriksa
kakinya.
Sasori melepaskan ikat kepalanya yang terbuat dari
kain, lalu dililitkan untuk menahan darah yang keluar
dari luka di kaki Sakura. "Kau bisa berjalan?" tanya
Sasori yang dijawab gelengan Sakura.
Sasori menyelipkan satu tangannya ke punggung dan
satunya lagi di bawah lutut Sakura. Ia menggendong
Sakura lalu berjalan kembali menuju bagian gunung
yang ditumbuhi banyak jamur. Sakura tidak bisa
berbicara, wajahnya merona hangat ketika ia harus
melingkari kedua tangannya ke leher Sasori agar tidak
terjatuh. Mata emerald yang begitu menyejukan itu
memandang hangat pada helaian rambut merah di
sebelah pipinya. Begitupun dengan Sasori, lelaki itu
merona kecil dan berdegup cukup cepat.
"Kita sampai..." ucap Sasori. Sakura mengangkat
kepalanya lalu memutar kepalanya ke depan.
Matanya melebar kagum pada keindahan gunung di
depan matanya.
"Jamurnya..." Sakura diturunkan Sasori tepat di dekat
sebuah jamur yang berwarna emas. "Inikah jamur yang
dimaksud Tsunade-sama?"
Tangan sang Geisha terulur dan mengambil jamur
tersebut. Jamur berwarna emas itu mengeluarkan
serbuk yang berwarna sama dengan jamur itu.
"Jamur Akane, itu namanya. Jamur ini digunakan untuk
obat awet muda." Sasori mengambil jamur yang
berada di tangan Sakura lalu menggoyangkan pelan
hingga serbuk-serbuk itu jatuh ke telapak tangan
Sasori. Lalu ia mengusapkan telapak tangannya pada
pipi halus Sakura perlahan, membiarkan serbuk emas
itu menempel. Sasori mengambil sedikit air yang
tertampung di daun kecil dan membasahi wajah
Sakura yang sudah ditempeli serbuk emas tersebut.
Wajah Sakura menjadi tampak bersinar dan tampak
semakin muda. Sasori tak dapat mengalihkan
pandangannya pada wajah wanita itu. Perlahan demi
perlahan wajah mereka berdua bergerak mendekat
satu sama lain. Mata mereka saling menatap dan tak
dapat mengalihkan sekecil apapun, seakan tidak
pernah bertemu lagi dengan mata seindah itu. Namun
semua itu terhenti ketika hujan mulai kembali turun
ke wajah bumi. Membasahi tubuh mereka yang masih
berpelukan itu.
"Kita berteduh sebentar di sini," ujar Sasori. Beruntung
tempat mereka saat itu pohonnya sangat lebat
sehingga menahan mereka dari air hujan yan
berlebihan. Suara derasnya air yang turun menghiasi
kesunyian yang diciptakan kedua orang itu. Sakura
menggigil kedinginan di dekat Sasori, dan hal tersebut
membuat Sasori memeluk erat wanita itu.
Sakura menatap hujan yang masih turun sedari tadi
pagi. Mereka berdua terpaksa hujan-hujanan karena
hujannya belum juga berhenti. Gara-gara semua itu,
Sakura terpaksa meminjam baju Sasori supaya tidak
sakit dan juga terpaksa menginap kembali walaupun
jamur yang diminta Tsunade sudah berada di
tangannya.
"Hatchi!" suara bersin dari dalam dapur membuat
Sakura mengalihkan pandangannya. Segera saja
wanita itu berjalan cepat dan mendapati Sasori sedang
mengusap hidungnya yang merah.
"Kau demam, Sasori-san." Sakura mendekati pria itu
lalu memeriksa suhu tubuh Sasori. Panas yang
menjalar di kulit Sakura menandakan bahwa Sasori
benar-benar demam.
"Ah... tidak apa, Sakura," ucap Sasori dengan suara
yang aneh. "Hatchi!"
Sakura menuntun Sasori menuju kamar lalu
membaringkan pria itu di atas futon. Setelah
menyelimuti dengan benar tubuh Sasori, Sakura
beranjak dari kamar dan segera mengambil baskom
dan kain untuk menurunkan panas Sasori. Setelah
kembali, Sakura mulai memeras kain yang sudah
dimasukan ke dalam air lalu menaruh dengan rapih di
kening Sasori. Napas pria itu masih terengah-engah.
"Gomennasai, Sasori-san. Gara-gara saya, Sasori-san jadi
sakit seperti ini." Sakura menundukkan kepalanya.
"Iie, Sakura." Sasori masih sempat untuk tersenyum
pada Sakura. Membuat wanita itu menatap lirih Sasori.
Perlahan demi perlahan cairan bening turun dari mata
terindah bagi Sasori.
"Kenapa kau... menangis?" ucap Sasori yang masih
terengah. Tangannya ia paksakan untuk mengusap air
mata yang mengalir di pipi halus Sakura. Sakura
hanya terisak menangis, tangannya menggenggam
erat tangan Sasori yang berada di pipinya.
"Istirahatlah," ujar Sakura bersiap akan berdiri namun
ditahan Sasori. "Ada apa, Sasori-san?"
"Tetaplah di sini..." Sasori menutup matanya untuk
beristirahat sejenak dengan menggenggam lemah
tangan Sakura di dadanya. Sakura menatap wajah
Sasori lekat-lekat.
"Baiklah, Sasori―" lalu ia tersenyum hangat, "―kun."
Malam itu, Sakura menjaga Sasori sangat baik dan
perhatian penuh.
Keesokan harinya, Sasori membuka mata. Tubuhnya
benar-benar basah akibat keringat semalam tadi.
Panas tubuhnya pula sudah turun dan ia merasa
baikkan. Tidak ada bersin yang mengganggu lagi.
"Saku―" suaranya terhenti tatkala ia melihat sosok
bidadari yang polos tengah tertidur di luar futon.
Wajahnya begitu damai seakan tidak ada dosa yang
pernah ia lakukan selama ini. Sasori tersenyum lalu
mengelus kepala Sakura lembut agar tidak
membangunkan wanita itu dari tidur damainya. Lalu
Sasori menatap jendela dimana celah dari penghalang
tersebut masih menunjukkan warna hitam di luar.
Mengartikan bahwa di luar masih dini hari.
'Aku menemukan cinta sejatiku, Kami-sama.'
"Ng..." Sasori mengalihkan pandangannya dari jendela
menuju Sakura. Tampaknya wanita itu baru terbangun
dari tidur lelapnya tadi. "Kau sudah bangun, Sasori-
san?"
"Berhenti memanggilku dengan panggilan –san." Sasori
tersenyum hingga matanya menyipit.
Wajah Sakura merona hangat lalu berucap, "ba-baiklah,
Sasori-kun..." begitu malu-malu ia mengucapnya.
Sasori tertawa kecil lalu mengacak rambut Sakura.
"Kalau begitu kan bagus," katanya.
"Kau sudah cukup sehat?" tanya Sakura. Sasori
mengangguk lalu tersenyum kembali.
"Ini semua berkatmu, Sakura. Jika tidak ada kau,
mungkin aku masih merasa sakit sampai sekarang."
"Tapi kau juga sakit karena aku, Sasori-kun." Sakura
berucap lirih menundukkan wajahnya.
"Tidak, mungkin saja ini memang sudah waktunya aku
untuk sakit, Sakura. Jangan pernah menyalahkan
dirimu sendiri," ujar Sasori. Ia mengangkat wajah
Sakura tepat berhadapan dengannya. Lalu ia
menyatukan keningnya satu sama lain dengan Sakura.
"Aku sehat, 'kan?"
Wajah Sakura kembali menghangat, merah menjalari
pipinya itu. Ia menimpa tangannya di atas tangan Sasri
yang masih memegangi pipinya. Perlahan demi
perlahan wajah mereka mendekat hingga bibir mereka
bersatu dan bertaut. Merasakan sensasi hangat yang
membuat jantung mereka berdegup cepat dan sensasi
geli di perut mereka. Ini ciuman pertama Sasori
terhadap seorang wanita yang ia cintai. Walaupun ini
bukan ciuman pertama bagi Sakura, namun wanita itu
menganggap ciuman ini adalah ciuman yang ia
inginkan selama ini. Bersama orang yang ia cintai.
Ciuman itu semakin lama semakin dalam, membuat
mereka semakin terhanyut dalam mabuk asmara.
Saling menyatukan rasa cinta mereka dengan
kenangan tak terlupakan. Menuju cinta sejati yang
membekas dalam hati dengan kesaksian bisu kamar
itu.
Siang sudah menunjukkan sinar matahari yang cukup
panas berhubung cuaca kemarin tak bersahabat.
Sakura sedang menanak nasi di atas perapian.
Wajahnya terlihat segar setelah mandi membersihkan
diri. Ia sudah memakai pakaiannya sendiri karena
sudah kering. Tangannya begitu cekatan mengaduk
nasi yang berada di atas seakan dirinya seorang koki
masak yang handal. Sesekali ia bersenandung kecil
menyanyikan lagu yang sering ia dengar di tempatnya
dulu.
Suara gesekan antara lantai kayu dengan pintu kayu
terdengar, membuat Sakura mengalihkan
pandangannya dari kegiatannya tersebut. Bibirnya
melengkung bahagia tatkala ia melihat Sasori yang
masuk ke dalam dapur dengan membawa segulung
kertas putih bersama beberapa tinta dan kuas.
"Apa yang akan kau lakukan, Sasori-kun?" tanya
Sakura menatap polos melihat Sasori sudah duduk di
lantai dengan membuka gulungan tersebut. Sasori
terkekeh kecil lalu melanjutkan pekerjaannya. Tak
ingin mengganggu, Sakura kembali melanjutkan
kegiatannya memasak untuk makan siang nanti.
Setelah Sakura memasak nasi, ia kembali memasak
lauk pauk yang lainnya. Wanita itu begitu serius
namun santai memasak hingga tak menyadari
tatapan Sasori yang menatapnya dengan pandangan
hangat seorang kekasih. Bukan... tapi bagaikan seorang
suami yang menatap istrinya yang sedang memasak.
Dengan semangat di wajahnya, Sasori kembali
melanjutkan lukisannya dengan serius. Semua itu
berlangsung cukup lama, hingga Sakura menghapus
peluhnya di kening setelah selesai memasak.
"Kita makan dahulu, Sasori-kun." Sakura mengangkat
panci tersebut lalu menaruhnya di atas meja. Setelah
menyiapkan peralatan makan di atas meja, mereka
berdua bersiap makan.
"Sebenarnya apa yang kamu lakukan tadi, Sasori-kun?"
tanya wanita itu lagi. Sasori menghentikan makannya
lalu mengambil gulungan kertas tersebut. dan
ditunjukkan pada Sakura. Sakura terkejut bahagia
melihat gambar dirinya di atas lukisan tersebut.
"Bagaimana bisa?"
Sasori tersenyum sembari menatap Sakura. "Dulu
pernah ada gadis lain yang memintaku untuk
melukiskan dirinya di atas kertas seperti itu. Namun
aku tolak," Sakura masih menyimak kekasihnya itu,
"karena bagiku, melukis sesuatu harus didasari dari
dalam hati agar bisa menghasilkan karya yang
sempurna karena objeknya tersebut."
Wajah Sakura merona dan menghangat. "Kau ini,
Sasori-kun..."
Mereka berdua tertawa lepas hingga terhenti ketika
ketukan pintu dari luar menginterupsi mereka berdua.
Sakura pamit sebentar untuk membuka pintu tersebut.
Wanita itu berjalan menuju pintu luar lalu
membukanya. Wajah Sakura menegang dengan
matanya yang melebar kaget.
"Apa kabar, Sakura?"
"Tsu-Tsunade-sama!" suara Sakura bergetar takut.
Tubuhnya ikut bergetar namun ia segera menutupi
ketakutannya itu dengan menunduk.
"Kenapa kau tidak pulang-pulang ke rumah?" tanya
wanita berambut pirang dan berwajah muda itu.
"A-aku..."
"Siapa, Sakura?" suara Sasori keluar dari dapur.
Tsunade menatap lekat sosok Sasori yang kini berada
di sebelah Sakura.
"Jadi dia yang membuatmu betah tinggal di sini?" mata
tajam Tsunade beralih pada emerald yang tidak
menatapnya. "Kau sudah mendapatkan jamurnya,
'kan?"
"Hai', Tsunade-sama."
"Kalau begitu kita pulang." Keputusan Tsunade
membuat Sasori dan Sakura tercengang. Dengan cepat
Sasori mencegah mereka semua.
"Tunggu! Tidak bisakah kau membiarkan Sakura
tinggal di sini? kau sudah mendapatkan jamur itu
cukup banyak!" ucap Sasori.
"Heh... meninggalkan aset berhargaku di sini?" Tsunade
menatap remeh Sasori. "Tidak mungkin. Karena tidak
ada gunanya ia tinggal di sini bagiku."
"Kita pulang, Sakura." lanjut Tsunade menarik tangan
Sakura keluar. Baru saja Sasori akan menarik
kekasihnya itu masuk ke dalam. Namun para
pengawal yang berpakaian seperti ninja
menghalanginya terus menerus. Hingga Sakura bisa
terlepas dari Tsunade dan berlari menuju sasori. Lagi-
lagi mereka berdua harus tertahan karena pengawal
Tsunade.
"Tunggu aku, Sasori!" Sakura berteriak sekuat tenaga
hingga ia menangis. Air matanya keluar terus menerus
mengeluarkan semua rasa sedih dalam hatinya. Ia
ingin mendapati tangan Sasori, namun apa daya
kekuatannya tidak mampu menandingi pengawal
tersebut.
"Sakuraaaa!"
Semuanya sia-sia. Sakura benar-benar pergi di
hadapannya. Sasori berlutut dan menunduk,
menyembunyikan wajahnya yang menegas namun
tetap melemah. Air matanya tak bisa berhenti
mengalir menahan rasa sakit di hatinya. Tangan itu...
ingin sekali ia menggenggamnya. Tubuh itu... ingin
sekali ia merengkuhnya. Wajah itu... ingin sekali ia
menatapnya dalam-dalam setiap hari. Cinta itu... Sasori
selalu menginginkan cinta itu hadir dalam hidupnya.
Nyata...
Lelaki itu berjalan menuju dapur lalu mengambil
gambar yang seharusnya ia berikan untuk Sakura.
Gambar sosok Sakura yang berpakaian kimono putih
bercorak bunga krisan sedang memetik bunga.
Sederhana namun tetap terlihat indah di mata Sasori.
Lebih indah dibandingkan karyanya yang lain.
"Aku akan menunggu dirimu, Sakura..." Sasri berbisik
untuk dirinya sendiri. Melangkah penuh tekad ke
dalam kamarnya, mengambil tumpukan gulungan dan
tinta lain beserta alat lukis lainnya. Ia mulai melukis
banyak hal yang ada di pikirannya.
Hari itu, hingga hari selanjutnya... Sasori terus melukis
sosok Sakura dengan berbagai ekspresi.
Kerutan di wajah Sasori menunjukkan waktu bergulir
lama namun cepat. Tangannya sudah lelah untuk
melukis. Tubuhnya pula sudah tidak sekuat dulu. Mata
itu menatap banyak lukisan sosok wanita berambut
merah muda di dinding kamarnya penuh. Ia menatap
sendu semua lukisan itu.
"Sudah berpuluh-puluh tahun aku menunggumu,
Sakura. Aku selalu berpikir dalam benakku. Apakah
kau akan datang saat ini?"
Sasori berjalan pelan ke jendela dan menatap langit
biru di luar sana. "Terlintas di benakku pula, kau tidak
akan pernah datang. Tapi aku segera mengenyahkan
pikiran !!!*kata ini disensor oleh Admin*!!! itu. Aku akan terus menunggumu
walaupun tanganku sudah tidak bisa bergerak untuk
melukismu lagi. Karena aku..."
"Menunggumu... Sampai kapanpun itu."
The End
Kembali Ke Atas Go down
Sponsored content




Cerpen ala Naruto and friend's Empty
#10PostSubyek: Re: Cerpen ala Naruto and friend's Cerpen ala Naruto and friend's Empty

Kembali Ke Atas Go down
Subject: Re: Cerpen ala Naruto and friend's  None

Anda tidak dapat mengirmkan postingan atau mengomentari pembahasan di topik ini karena masih berstatus sebagai Tamu.
Silakan Mendaftar dan Login agar dapat mengakses segala fitur forum secara penuh.
AgoessNaruto Robot
Forum Bot



Join Date: 16/05/2009
Lokasi: Forum AgoessNaruto
Comments: Bot untuk membantu anda di Forum AgoessNaruto
Kembali Ke Atas Go down
 

Cerpen ala Naruto and friend's

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1

 Similar topics

-
» Kumpulan cerpen Afi Hakari ^^
» Komentar intuk "Kumpulan Cerpen Afi Hakari"
» CERITA Bercabang-Jalan Ninjaku dan Cerpen Bejo (BARU!)
» Naruto Shippuuden 5: Blood Prison (劇場版 NARUTO-ナルト- ブラッド・プリズン Gekijoban Naruto: Buraddo Purizun)
» dimana naruto yang asli dalam pertarungan naruto vs madara

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
Forum Indofanster :: Tambahan ::   :: Galeri Naruto Fans Arts-