"Chimimoryou no Jutsu" (Secara harfiah berarti "Jurus Monster gunung")

Yoshimura Hotsuka.

"Hoaaaahmmm.."

Menguap lebar, sambil mengunyah roti tawar gandum yang ada di tangan kanannya dengan lahap. Setelah menghabiskan roti gandum tawar tadi, menengok ke luar rumah melalui jendela rumahnya.

"Ribut - ribut apa itu??" batinnya dalam hati sambil mengira - ngira, apa yang telah terjadi.

"Heei, Hajime. Eng, bisakah kau mengecek keadaan di luar? Mungkin..
Di luar terjadi keributan, deh."

Hotsuka's Scene -- End.

Tengah melahap sarapan paginya--sup ikan, tiba - tiba saja saudaranya memanggil.

"Huh? Keributan?" batin Hajime lalu meninggalkan sarapannya begitu saja, mengambil jaketnya dan mengecek keadaan di luar rumah.

Terkejut dengan apa yang telah dilihatnya.

"Hotsuka, tetaplah di sini, terlalu bahaya untukmu pergi keluar" ucap Hajime sambil berlari keluar.

GREB!

Hotsuka menarik leher baju Hajime.

"Jangan bertingkah bo-doh." ucap Hotsuka sambil menarik Hajime ke dalam rumah.

"Eh--maksudmu?" tanya Hajime. "Aku cuma ingin memeriksa, itu saja!"

"T-I-D-A-K." tolak Hotsuka.

"BIARKAN AKU PERGI!" teriak Hajime kencang, menendang - nendang ke lantai memakai tumitnya, lalu berusaha meninju tangan yang mencengkram leher bajunya saat ini. Cengkraman Hotsuka makin lama makin melemah, akhirnya. Hajime berlari keluar rumah, kabur dari Hotsuka.

"Dan jangan harap aku akan kembali ke rumah lagi." batin Hajime sambil terus berlari.

Zeff's House Kirigakure

Flashback, Perang Dunia Ninja

Kirigakure's Graveyard

Berlari, ya, dia tetap berlari sampai dia sampai di depan kuburan Kirigakure. Menghela nafas, membungkukkan badannya dan memegangi lututnya, berusaha mengatur ritme nafasnya. Ketika nafasnya sudah agak teratur, kembali mendongakkan tubuhnya kembali, lalu duduk di depan kuburan itu. Menyandarkan diri pada gatenya, mendongakkan kepalanya ke atas. Kaki kanannya dilipat, sementara kaki kirinya diluruskan (diselonjorkan) dan ia menaruh tangan kanannya di lutut kaki kanannya. Menutup matanya, kembali membayangkan apa yang terjadi 'barusan'.

"Pulang ke rumah, hem?" gumamnya sambil tertawa terbahak. "Jangan membuatku tertawa.. Aku tak akan pulang ke rumah b0doh itu lagi." batinnya sambil lanjut tertawa terbahak. Perlahan tawa itu mulai memelan, memelan dan menjadi diam. Membungkuk, menatap tanah. "..Haus.." batinnya pelan lalu menutup kedua belah matanya. "Aku.. Harus pergi.. Sepertinya sudah saatnya aku pergi dari--"

..Teriakan? Terdengar suara teriakan. Sepertinya.. Anak.. Kecil? Ah, haha. Pasti sedang ziarah. Tapi, mungkin dia membawa sebotol minuman. Apapun boleh, tenggorokannya kering sekarang, lagipula dia kepanasan, sehabis berlari kencang dan sangat sangat jauh. Berdiri dari duduknya, segera berjalan ke arah sumber suara.

Benar saja. Anak kecil, berambut pirang. Koki, huh? Bagus. Mungkin saja dia bawa minuman. menepuk pundaknya, berusaha tersenyum walaupun agak.. kaku, karena dia jarang tersenyum.

"Hai," sapanya. "Bawa minuman? Aku haus. Omong - omong, namamu siapa?"

Kirigakure's Graveyard

OH!

Dia tidak ingat menyebutkan namanya. Segera menutup mulutnya, menahan malu. Haha.

"Minuman? Maaf aku tidak bawa, tapi rumahku dekat dari sini kak, dirumah saya banyak jenis minuman yg bisa menyegarkan dahaga"

Rumahnya dekat sini, ya? Bagus kalau rumahnya dekat sini, itu artinya dia tak perlu letih - letih lagi berjalan. Tubuhnya apalagi kakinya sudah sangat letih. Dia perlu istirahat yang cukup. Otot - ototnya juga sudah mulai.. sakit, kakinya pegal. Sangat pegal.

"Itupun jika kakak mau, oiya namaku Sanji Uchiha. Panggil saja Sanji"

"Sanji Uchiha, ya?" ulangnya sambil mengunci dagu. "Klan Uchiha.." gumamnya sambil menatap ke atas, 1 menit kemudian dia teringat akan keberadaan Sanji. Langsung menatap ke arah anak itu lagi. "Oh, m-maaf, aku lupa kalau kau ada di sini." ucapnya lalu diam sebentar. Berfikir. Agak tidak enak juga, sih, kalau berkunjung ke rumah orang apalagi orang yang tak dikenal. Tapi, ah, sudahlah. Apa yang dia mau sekarang?

"J-Jadi, apakah aku boleh berkunjung ke rumahmu? Tenggorokanku sudah kering seka--"

Langsung menutup mulutnya. Astaga, apa yang dia katakan tadi? Ah, sudahlah. Tinggal menunggu jawaban dari anak di depannya. Mau-atau-tidak.

"A.. ada apa? Apa ada yg salah?"

"Eh--oh, ah, t-tidak apa apa, aku cuma--entahlah, jangan difikirkan." ucapnya mengangkat tangannya setinggi dada sambil tersenyum kaku.

"Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa diabaikan orang-orang disini"

"..Huh?" gumamnya. "Itu berarti kau tidak punya.. Teman?" tanyanya sambil berfikir, mengunci dagunya dan menatap ke arah langit. Bukankah itu berarti bukan hanya diabaikan oleh anak kecil saja, bahkan orang dewasa pun mengabaikannya, 'kan? Terdiam.

"Hahaha, kakak lucu sekali, ayo kak, rumahku tidak jauh dari sini, hanya beberapa meter saja, aku tau kakak sudah kehausan"

"Haha.." balasnya sambil tertawa garing lalu berjalan mengikuti anak itu. Masih terfikir dengan apa yang diucapkan anak itu tadi. Diabaikan, hem? Ew, dia pasti tak mau seperti itu. Tidak enak sekali rasanya. Kalau nasibnya sama seperti anak ini, dia pasti langsung akan mencongkel matanya atau memotong tangannya, mungkin juga bunuh diri. Dia tak bisa membayangkan betapa kesepiannya jiwa yang kesepian. Sungguh.. Menyedihkan.

20 meter kemudian, mereka sampai di sebuah kedai bernama 'Baratie Restaurant'. Sepertinya makanan di sana lumayan enak, sekarang bukan haus, dia juga kelaparan karena sudah kelelahan walau ia sudah makan tadi pagi, lumayan banyak loh.

"Silahkan masuk kak, aku akan mengambil air di dapur"

"Hn." dia cuma bisa menjawab dengan 'hn', dia tak ingin membuang terlalu banyak kalimat. Sudah terlalu letih untuk berbicara. Berjalan masuk dengan langkah yang sedikit agak lambat dan loyo, tentu, dia sudah sangat lelah.

"Ini kak airnya, ini hanya pelepas dahaga saja, aku akan membawakan yg lebih spesial"

"Akhirnya.." batin Hajime sambil mengambilnya dengan sopan lalu tersenyum, tetapi.. Dia langsung meminumnya sekali teguk, dia sangat haus. Singkat cerita, dia sudah menghabiskan air putihnya. Menghela nafas lega.

7 menit kemudian, anak itu membawakan sebuah makanan. Mata Hajime langsung berbinar bagai orang katarak itu, lalu mengambilnya dengan semangat dan memakannya dengan lahap. Sangat lahap. 3 menit kemudian, makanannya sudah habis. Tapi--tunggu! Dia lupa merespon ucapan dari anak itu.

"T-terima kasih banyak!" ucapnya sambil membungkukkan badan. "Oh iya, kalau mau, silahkan datang ke rumahku," ucapnya. "Saudaraku bisa masak enak, loh!" lanjutnya.

Tunggu.. Saudara?

Teringat akan kejadian yang terjadi antara dia dan Hotsuka, sudah berlalu sekitar beberapa puluh menit yang lalu. Menutup matanya, berfikir. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Pulang, atau? ..Lebih baik pulang saja deh, sebelum Hotsuka memarahinya habis - habisan karena pulang telat.

"Ah, oh iya, Sanji," ucapnya sambil tersenyum. "Terima kasih untuk hari ini. Sampai bertemu lagi, aku harus.. Pulang." lanjutnya sambil membungkuk lalu pergi meninggalkan restoran itu, berjalan pulang.

---

Beberapa puluh menit kemudian, ia sampai di rumahnya. Tersenyum, masuk ke dalam rumahnya. Tampak Hotsuka duduk di meja makan, menghela nafas dan kemudian menatap ke arah meja. Hening sejenak, akhirnya Hotsuka menoleh ke arah Hajime dengan mata ikan mas kokinya.

"Aku pulang." ucap Hajime sambil berjalan masuk ke dalam rumah. Hotsuka berlari mendekati Hajime, Hajime berusaha menghindar. Namun..

BUUGH!

Sebuah jitakan keras didapat di kepala pemuda bersurai biru itu. Hajime memegangi kepalanya, merintih kesakitan. "Aww.." rintihnya.
"Kamu ke mana saja hah!? Aku menunggumu tahu b0doh!" teriak Hotsuka lalu melompat ke atas kepala Hajime lalu menggigit kepalanya.
"Aduh!" rintih Hajime mencoba melepaskan gigitan itu, akhirnya Hotsuka melepaskan gigitannya. "A-aku cuma ke rumah Sanji, kok!" ucap Hajime menahan sakit yang dirasakan di kepalanya.

"Hum? Sanji?" ulang Hotsuka lalu meletakkan jari telunjuknya di dagunya. "Dia temanmu?" tanya Hotsuka. Hajime mengangguk.
"Dia teman baruku. Dia sangat pandai masak, loh! Makanan buatannya sangat, sangat enak. Hotsuka juga harus.. Mencobanya." ucap Hajime, menatap meja makan lalu berjalan ke kamar tidurnya. "Kalau begitu, aku tidur dulu~" ucapnya, merebahkan dirinya ke ranjang.

"He-Tunggu!" teriak Hotsuka. "Sup ikanmu masi--" kata - katanya terputus ketika dengkuran Hajime mulai terdengar. Menutup mulutnya, duduk di meja makan. "Sanji, huh?" gumamnya. "Makanannya enak, ya?" lanjutnya sambil menyandarkan dirinya ke kursi meja makan itu. Menghela nafasnya. "Apa aku bisa memasak seenak dia, ya? Bukan cuma bisa memasak sup ikan saja?"

Pemuda bersurai kehitaman itu duduk di bawah pohon oak tua. Memegangi katananya, menatap ke arah tanah. "..Aku tak punya tempat tinggal.." gumamnya lalu mendongak ke arah atas. Angin berhembus. Menghela nafas, melirik ke arah katananya. Mengeluarkan katananya dari sarungnya, lalu berdiri dan berjalan maju.

"Kitsune.."

Suara bisikan terdengar di belakangnya. Sontak menoleh ke arah belakang, mengeluarkan katananya. Namun, tak ada apapun di sana. Menyipitkan matanya, mengarahkan tubuhnya ke belakang.

"Hei, dasar arwah b0doh. Kau mau menakut - nakutiku ha?" ucapnya sambil menutup matanya dan memasukkan tangan kirinya ke saku celana kirinya. "Sayang sekali, aku tak takut dengan arwah ataupun sejenisnya." desisnya sambil tersenyum sinis. "Jangan membuatku tertawa, b0doh." lanjutnya lalu kembali membalik tubuhnya ke depan, lalu kembali menyarungkan katananya. Melanjutkan perjalanannya.

Kitsune tetap berjalan, sekitar 43 menit kemudian ia sampai di depan restoran yang cukup besar, Baratie Restaurant. Bagus, dia belum makan dari kemarin namun ia berusaha menahannya. Mengocok perutnya dengan cepat, segera masuk ke dalam restoran itu. Duduk di mejanya. Memandangi sekeliling restoran.

"Restoran, ya?" batinnya. Namun ia agak sedikit heran--tak ada koki, pelayan maupun siapapun di restoran ini. Tidak ada apapun juga. Akhirnya, ia memutuskan untuk berteriak memanggil pelayannya. Ia ingin melihat seperti apa pelayannya.

"HOOII!!! PELAYAN!!!" teriaknya keras, memanggil pelayan restoran ini.

Air mukanya berubah tepat ketika seorang anak kecil datang ke arahnya, menyebut 'restoran' dan hal lainnya. Tunggu. Seorang--anak--kecil!? Yang benar saja! Dia-adalah-pelayan-restoran-ini?!

Menahan geli, menutup mulutnya dengan tangan kiri dan menaruh katananya di meja. Tak tahan menahan geli, ia tertawa terbahak - bahak.

"J-HUA-HAHAHAHAHAHAHAHA!!! HUAHAHAHAHA!!!" tawanya. Beberapa menit kemudian, berdehem dan menutup mukanya dengan kedua tangannya.

"Ehem, jadi, restoran ini sudah tutup ya." ulangnya lalu membuka wajahnya. "Jadi, bisakah kau membuatkanku apa saja? Kau bilang, kau tak bisa menolak permintaanku apabila aku memang lapar." lanjut Kitsune. Geli tadi masih tersisa--tapi ia berusaha untuk menahan geli.

Menunggu, memegangi katananya dan membuka sarung katananya. Dia hanya diam ketika anak itu pergi ke dapur. Ia tak perduli apa yang dikatakan anak itu selanjutnya, yang penting perutnya sudah.. Lapar. Dia belum makan sejak kemarin.

Tetap menunggu, beberapa menit kemudian anak itu datang membawakan makanan pembangkit stamina. Makanan pembangkit stamina, he? Menaruh katananya di meja, lalu menerima semangkuk makanan itu, lalu mengambil sumpit dan memakannya.

5 menit kemudian, ia selesai makan. Menghela nafasnya, tersenyum senang.

"Terima kasih, nak. Rasanya lumayan." ucapnya lalu berdiri. "Kudengar tadi kau sedang menyebutkan beberapa nama - nama Jutsu. Kau Shinobi juga, kan? Mau berlatih denganku?" tawarnya sambil tersenyum cerah. "Oh iya, namaku Uchiha Kitsune. Salam kenal." tambahnya sambil mengulurkan tangannya, sementara tangan kirinya mengambil dan memegang katananya.

"terima kasih telah memuji masakanku, dan bagaimana stamina mu sekarang kak?"

Menoleh.

"Stamina ku? Sepertinya sudah terisi kembali, tenang saja." balasnya sambil menutup matanya.

"Tapi, aku ingin lebih kuat! Tolong ajarkan ilmumu padaku kak!"

"Ilmuku? Kau mau mengetahuinya?" ulangnya lalu tertawa. "Haha! Baiklah, akan kuajarkan padamu. Kau belum terlalu mengetahui dunia Shinobi, hem? Nama - nama dari tendanganmu ialah Jutsumu. Kau tidak tahu?" lanjutnya.

"Aaa, Kitsune Uchi... Eh Uchiha? Apa kau dari Uchiha?! Namaku Sanji, Sanji Uchiha!"

"Yah, aku memang berasal dari klan Uchiha. Ayahku Uchiha, tapi Ibuku Kaguya." jelasnya. "Karena tak setuju dengan hal itu, nenekku membunuh Ayah dan Ibu dengan brutal, karena menganggap Uchiha tak boleh menikah dengan klan lain. Padahal itu salah." lanjutnya.

"Tapi, aku tidak bisa menggunakan pedang, apalagi ninjutsu kak, kekuatanku hanya pada kaki ini"

"Jawabannya gampang. Aku akan menggunakan tangan dan kaki saja, toh aku punya Taijutsu." balasnya lalu meletakkan katananya, berjalan ke belakang restoran. Menyunggingkan sebelah bibirnya, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.

"Ini tempat latihanmu, bukan?" tanyanya sambil berjalan ke lapangan itu. "Lumayan juga." lanjutnya.

"Ne...nenekmu sangat kejam, apa dia juga dari Uchiha? Aku baru tau kalau Uchiha itu menyeramkan, dan sepertinya aku tidak pantas menyandang nama Klanku itu"

Terdiam.

"Ya, dia juga dari Uchiha.. Dan tidak apa - apa kalau kau menyandang nama klan yang mengerikan, hanya nenekku saja yang tidak tahu, kok, klan Uchiha bukanlah klan menyeramkan seperti yang kau.. Bayangkan." balas Kitsune sambil menutup matanya. "Ibu.." batinnya.

"Kak Kitsune, ajari aku ya! Aku akan menjadi muridmu! Dan aku ingin menjadi lebih kuat! Aku ingin segera naik pangkat menjadi Chunin! Aku tak sabar!"

"Baiklah.." balas Kitsune malas sambil menggaruk belakang kepalanya. "Kau akan belajar dengan kayu besar ini. Jika kau sudah agak mahir, kita latihan." jelas Kitsune sambil mengetuk - ngetuk kayu besar itu dengan jari telunjuknya.

"Aku sudah siap kak!"

"Baik." balasnya sambil menatap Sanji. "Yang kau pelajari adalah pukulan, bukan tendangan lagi. Lihatlah aku." lanjutnya sambil mendorong tubuh Sanji ke pinggir, membelakangi kayu besar itu.

Menutup matanya, rileks. Lalu ketika dirasanya sudah cukup, ia berbalik dengan kecepatan yang lumayan, dan memukul kayu besar itu dengan kencang.

"Kogeki!" teriaknya. PRAK! Bagian retakan kayu besar itu menjadi serpihan, jatuh ke tanah. Di sisi lainnya, retakan terbentuk.

"Ehem," dehemnya lalu tersenyum sok. "Nah, begitulah caramu melakukannya. Apabila merasa ada musuh di belakang, kau tinggal memusatkan energimu ke tangan kanan dan berbalik lalu pukul." jelas Kitsune lalu berjalan ke pinggir.

"Sekarang, kau yang coba." ucapnya sambil tersenyum ke arah Sanji.